KATAKANLAH Rhoma Irama menjadi presiden, kemudian sibuk menangani bencana, menteri-menterinya yang korupsi, gugatan istri, dan kesejahteraan rakyat Indonesia, lalu bagaimana nasib Grup Soneta? Dibubarkan? Di-takeover-kan ke pihak lain? Ataukah dibiarkan merana?
Selama empat puluh tahun mengelola grup musik itu, Rhoma lupa mengader. Tak satupun anaknya diciprati ilmu mengawinkan musik India, Melayu, rock, dan orkestra. Ia sibuk membidani dan menyanyi. Sibuk pula syuting film dan mengerahkan ego lelaki dan mencoba jadi kyai.
Rhoma, sebagaimana legenda lainnya, tak ubahnya menara yang enggan disalip menara lain dalam urusan ketinggian, bahkan oleh bila menara itu dibangun oleh anaknya sendiri sekalipun. Ataukah memang tak ada satupun anaknya hasil pernikahannya dengan Veronica (Debby, Fikri, dan Rommy) mau berurusan dengan grup dangdut besar dengan manajemennya yang ribet? Asal tahu saja, Soneta setidaknya memiliki 20 personel, pria dan wanita, belum lagi kru lain di pinggir panggung.
Debby, Fikri, dan Rommy memang pernah menyanyi. Tapi cuma muncul sedikit kemudian hilang entah kemana. Seolah mereka mengalah pada sang ayah untuk memberikan lahan seluas-luasnya. Kemudian ada Ridho, anak pasangan Rhoma-Ricca yang tak lahir dari rahim Ricca. Tapi Ridho memilih jalur solo. Itu pun kini juga nasibnya merana karena jarang ia muncul lagi di panggung dan memilih kuliah.
Bila tak ada darah dagingnya yang sanggup mengelola Soneta, mengapa Wak Haji tak membuat semacam "plan B"? Sebuah rencana mengabadikan Soneta dengan memanfaatkan potensi di luar garis keturunan, termasuk menciptakan satu vokalis sebagai penggantinya. Tapi, sampai kini, belum pernah kita dengar Soneta bervokalis di luar Raden Haji Oma Irama.
Kalau begitu, bila Rhoma jadi presiden, pasti ia akan tetap menjadi penyanyi karena memang tak ada yang mampu menggantikannya. Ia akan pentas di seluruh negeri ini, dan ke beberapa negara tetangga, bahkan mungkin ke Amerika seperti pada awal Mei 2008 saat ia memenuhi undangan konser di Pittsburgh.
Presiden Rhoma Irama akan melantunkan lagu-lagunya dengan gayanya yang khas: gitar yang dinaikturunkan seperti gerakan menggergaji secara serempak bersama tiga empat bawahannya; dan para menteri, juragan, konglomerat, petinggi partai, tamu negara, menyaksikan konser itu di barisan depan.
Semua rakyat akan bergoyang, lupa kelaparan. Acara-acara berjoget-joget macam YKS pun ditumbuhsuburkan, bahkan mungkin diterbitkan kepres tentang kewajiban televisi di negeri ini untuk membuat setidaknya satu mata acara dangdut.
-Arief Firhanusa-
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H