Mohon tunggu...
Arief Firhanusa
Arief Firhanusa Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Pria yang sangat gentar pada ular

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Pelajar SMA Merokok di Depan Saya, Sontak Saya Berkaca

21 Januari 2014   09:17 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:38 2274
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

SETELAH menurunkan anak di gerbang sekolah, pagi tadi, segera saya membelok ke sebuah warung langganan. Pemilik warung, seorang wanita sepuh yang alim, telah mengenali saya sejak lama. Maklum, dua anak saya belajar di sekolah tersebut. Memesan rames-pecel-telur plus teh hangat, saya dapati dua anak SMA tengah merokok di bangku lain warung itu.

Sembari mengunyah sarapan, saya melirik ke arah dua ABG tadi. Rokoknya Djarum Super. Hafal benar saya sebab Djarum batangannya besar, logonya tampak jelas, dan paling banyak dijual eceran di kios mini serta warung-warung tenda. Keduanya asyik mengobrol, tapi saya tak mendengar materi obrolannya lantaran di luar hujan deras. Dua mulut remaja itu tak henti-hentinya mengepulkan asap. Tampak benar cara merokok mereka masih amatiran.

Perokok yang sudah mahir lihai menyelipkan batangan rokok di antara dua jarinya. Lincah menyelinapkan sigaret di antara dua bibirnya. Juga terampil menghembuskan asap melalui lubang hidung dan mulutnya.

Jarak antara sedotan pertama, ke berikutnya dan berikutnya lagi juga punya jeda. Jeda yang konstan, tidak terlalu cepat, juga tidak terlalu lama. Dua pelajar ini terlalu cepat menghisap. Dalam dua atau tiga detik mereka menyedotnya dua kali. Mungkin mereka tergesa. Waktu telah mendekati jam 07.00. Mungkin gerbang SMA swasta (yang berdekatan dengan sekolah negeri anak saya) segera ditutup.

Saya tak ingin terlalu jauh membahas teknik merokok. Biarlah itu menjadi gaya mereka hingga tua, sampai kemudian mereka menyadari bahwa merokok juga ada tekniknya saat mendadak nafas mereka ngos-ngosan karena menjejalkan nikotin dalam paru-parunya secara semena-mena.

Saya hanya ingin mengabarkan bahwa saya mengurut dada. Anak-anak itu belum menyadari bahwa mereka masih menengadahkan tangan pada orangtuanya. Dua tiga batang rokok yang mereka beli saban hari tentu mengutil uang saku. Bila tiga batang Djarum seharga Rp 3000, apakah tak sebaiknya untuk sarapan saja, atau makan siang saat nanti istirahat?

Pelajar SMA merokok mungkin tak hanya dua anak yang saya temukan tadi. Bahkan banyak saya jumpai siswa SMP dengan enteng menghisap rokok di jalanan, melintasi gerbang kantor saya.

Bila SMA saja sudah kecanduan rokok, dan menempuh segala cara supaya bisa membeli sebatang dua batang rokok tiap hari (terutama pada jam sekolah, ketika ia terbebas dari jerat pengawasan orangtuanya), seperti apa pada masa-masa sesudahnya? Bagaimana mereka mengatasi ketergantungan yang membuat mereka menjadi lepas kontrol dengan menghalalkan berbagai cara agar punya Rp 10.000 untuk beli sebungkus rokok kelas menengah?

Mereka mungkin tak menyadari, atau pura-pura tak tahu, bahwa merokok di usia remaja adalah bagian dari kenakalan. Tetapi suatu ketika akan ada razia guru yang menemukan rokok dalam tasnya dan kemudian pihak sekolah memanggil orangtua, dan mereka distempeli cap buruk. Mereka akan ditekan orangtuanya dengan beragam cercaan (kecuali orangtua yang menganggap anaknya merokok adalah hal lumrah, seperti tukang las tetangga saya), dirapori merah pula oleh pihak sekolah.

Pukul 07.00 kurang beberapa detik, dua pelajar itu bersiap meninggalkan warung. Saat keduanya melintasi meja saya, mendadak saya terlempar ke masa silam, ke sebuah SMA di kota kecil di Jawa Tengah. Pagi hari, saat hujan tak kunjung berhenti seperti ini, saya dan tiga-empat kawan jongkok di sebuah sudut warung, mengobrolkan teman sekolah yang sudah punya pacar, dan ... merokok ...

-Arief Firhanusa-

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun