Gempuran pertanyaan anchor Prime Time News Metro TV Indra Maulana pada Nurdin Halid bak air bah. Pertanyaan-pertanyaan yang sulit, sebab muatannya tentang rekaman pidato Nurdin dari sebuah pertemuan tertutup dengan DPD I sebelum Munas Golkar IX yang bocor.
Prime Time News tadi malam makin panas sebab Indra mengonfrontasi Nurdin dengan Melchias Markus Mekeng, anggota DPR RI (juga dari Partai Beringin) melalui telepon yang makin menyudutkan Nurdin.
Bila Nurdin adalah orang biasa, atau orang dengan kepintaran tertentu tapi mentalnya tempe, maka ia sudah panik manakala disodori audio suaranya saat menggiring DPD I untuk `mengamankan` Aburizal Bakrie di Munas. Saat ditanya Indra, apakah betul itu suara Pak Nurdin. Nurdin dengan lantang bilang, iya itu suara saya. Lalu ketika Indra mendesak Nurdin, apa seorang steering committee (SC) munas boleh berada di tempat tidak netral, Nurdin pun dengan santai mengucap argumentasi-argumentasinya, tanpa keder, tanpa tersedak, tanpa ketakutan. Pendek kata, Nurdin Halid bermuka tembok.
Lebih ke malam lagi, menjelang dinihari tadi, Kompas TV dengan program Kompas Malam, juga melakukan wawancara jarak jauh Jakarta-Bali dengan Nurdin Halid. Anchor Kompas Malam (kalau tidak keliru Frisca C Almira -- tolong dibenarkan jika salah) membombardir Nurdin dengan pertanyaan-pertanyaan penuh tikungan. Dan Nurdin -- masih dengan jas kuning Golkar -- juga tak gentar. Seolah dunia ini miliknya. Seakan ia telah melakukan hal-hal benar. Tenang, tidak gugup, tidak ngantuk, dan diplomatis.
Pria Makassar kelahiran 17 November 1958 ini mempertontonkan karakter Bugis yang petarung dan pantang menyerah. Wajar bila terbetik kata ``berkelahi`` dalam transkrip pembicaraan rahasianya dengan DPD I yang bocor itu. Karakter yang dikagumi para pengikutnya, sampai-sampai staf-stafnya di PSSI tetap melakukan koordinasi ketika Nurdin dibui. Itu terjadi pada 2007 setelah ia divonis 2 tahun penjara dalam kasus korupsi pengadaan minyak goreng (sebelumnya ia juga pernah ditahan pada 2004 dalam kasus penyelundupan gula impor ilegal, dan juga pernah dipenjara pada 2005 dalam kasus pelanggaran kepabean impor beras dari Vietnam). Meski melakukan tindak pidana, Nurdin ngotot menduduki kursi Ketua Umum PSSI dan menjalankan roda organisasi dari balik terali besi.
Saya tak ingin membahas problem politik karena itu bagian penulis lain. Yang membuat saya kagum adalah gaya Nurdin yang kokoh saat dikurung pertanyaan-pertanyaan investigatif. Ia memiliki naluri untuk tidak malu dan terus berusaha meyakinkan lawan bicara lewat argumen-argumen dan alibi-alibinya. Dalam patron kasar, Nurdin ini bermuka tembok. Dalam khasanah psikologi, agaknya ia memilih untuk loyal (hanya kepada kelompoknya) sehingga mengingkari apa yang disebut oleh Calr Schneider dalam bukunya Shame, Exposure, Privacy. Schneider menyebutkan, malu membimbing seseorang untuk berlaku mempertahankan integritas (bangsa), dan oleh karena itu sangat erat dengan disiplin etika.
Dulu, pada awal hingga medio 2010, Nurdin dikecam kalangan sepakbola. Bahkan ia digeruduk oleh suporter di kantornya berkaitan dengan isu mafia wasit. Anggota Komisi III DPR RI dari Partai Gerindra (saat itu) Martin Hutabarat meminta kepolisian untuk mengusut dugaan mafia wasit di tubuh PSSI yang mengakibatkan prestasi timnas terpuruk.
Namun, dengan lantang Nurdin menantang dewan agar mennyodorkan bukti kongkalikong klub dengan wasit, atau kongkalikong klub dengan PSSI. Saat Nurdin menjabat Ketua Umum PSSI, di negeri ini memang sangat santer dugaan-dugaan adanya mafia wasit dan konspirasi sepakbola. Nurdin memang karang kokoh di tengah badai, dan kembali dia tunjukkan naluri bertahannya yang kuat tersebut di Munas Golkar.
Jujur saya ingin punya anak sekokoh Nurdin. Tapi, jujur pula saya katakan jika anak-anak saya kelak bermental baja, maka mentalnya itu berguna untuk kemakmuran rakyat dan harkat hidup orang banyak!
-Arief Firhanusa-
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H