Mohon tunggu...
Arief Firhanusa
Arief Firhanusa Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Pria yang sangat gentar pada ular

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Fatin X Factor Bukan Tokoh Panutan

26 Mei 2014   19:20 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:05 3608
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14010814271639941525

Minggu pagi kemarin saya disadarkan oleh kenyataan bahwa Fatinistic masih berdiri tanpa lelah.

"Bang, mohon hadir ya, kita mau bahas pertemuan Fatinistic se-Jateng," begitu telepon Tegar Galang Adi Wicaksana, salah satu 'body guard' yang turut mengamankan Fatin saat promo album di KFC Semarang, akhir 2013. Saya sudah menutup mata sebetulnya. Malam sudah larut. Tapi saya angkat telepon itu dan berjanji datang karena Tegar bilang anggota Fatinistic Semarang (plus Solo) bakal datang secara besar-besaran.

Jujur akhir-akhir ini saya mengira Fatinistic di daerah-daerah lesu darah, kecuali tentu saja teman-teman di pusat yang secara geografis dekat dengan rumah Fatin. Bertahun-tahun saya melewati timbul tenggelam penyanyi dan bintang film, bertahun-tahun pula (sebagai jurnalis yang pernah lama meliput berita-berita hiburan) saya menilai wajar bahwa seorang penghibur, biduan, atau grup band, tak selamanya duduk di singgasana. Dulu Sheila O7 dan Dewa pernah digilai remaja, menyusul Jikustik, Bondan Prakoso, hingga Sherina. Tapi lambat laun zaman menelan mereka menjadi kenangan saja, meski sesekali bila mereka naik panggung masih ada yang menonton.

[caption id="attachment_325701" align="aligncenter" width="377" caption="Suasan rapat Fatinistic Semarang, kemarin. (Foto: Ade Fatinistic)"][/caption]

Tetapi, duduk di tengah-tengah para remaja yang antusias membahas gathering Fatinistic se-Jawa Tengah yang menurut rencana dihelat di Semarang setelah Lebaran, saya diremas aura komunitas yang ikhlas. Duduk, berbincang-bincang seraya menyeruput cappuccino dan mengudap kentang goreng plus roti bakar tidaklah gratis di sebuah kedai bernama Han's Kopi di area kampus Undip. Dari mana duitnya? Disubsidi oleh Fatin atau Sony Music? Hoho, bukan! Tiap pertemuan rutin -- biasanya seminggu sekali -- mereka iuran! Alias, Fatinistic Semarang punya kas!

Lalu, apa yang mereka dapatkan? Mungkin pacar. Di Fatinistic Semarang sejumlah remaja memperoleh kekasih baru, baik dari kalangan lokal Semarang, maupun lintasFatinistic Semarang-Solo. Tapi ada perkara elementer yang sulit dielakkan: sama-sama menyukai Fatin plus lagu-lagunya.

Kesamaan rasa tersebut murni panggilan hati, bukan karena Fatin mewakili figur perempuan yang berjilbab atau atas dasar mereka (Fatin dan fans-nya) seumuran, melainkan memenuhi pepatah "cinta itu mahal harganya". Ini sama dengan ketika kita kumpul-kumpul antar sesama penggemar vespa, sepeda onthel, atau burung perkutut. Ada perbincangan yang nyambung, ada diskusi-diskusi, ada kesamaan kesukaan.

Tak ayal, Fatinistic Semarang berisi para anggota yang heterogen. Beberapa di antaranya adalah anggota Kerabat Kotak (fans club Kotak), Repvblikan (fans band Repvblik), ChiBi (Cherrybelle), Tunist (Overtunes), dan sebagainya. Mereka menanggalkan baju fans club lama, menjadi Fatinistic saat duduk bersama sesama Fatinistic. Sebuah heterogenitas yang terpanggil, bukan dipaksa, atau dipengaruhi kawannya.

Keterpanggilan itu menular dalam dinamisasi keorganisasian. Mereka menciptakan iklim yang terus bersemi, meski mereka tak tahu sampai kapan Fatin Shidqia bakal terus menjadi penghibur. Contohnya adalah Ketua Fatinistic Semarang Herlambang Rizki Hardianto yang meletakkan jabatan, dan meminta saya selaku yang dituakan mempertimbangkan sikapnya tersebut. Setelah digelar diskusi ketat, akhirnya disepakati ketua barunya adalah Tegar Galang Adi Wicaksana. Tegar tercatat sebagai ketua ketiga Fatinistic Semarang, setelah awal-awalnya pernah dikomandani oleh Ardy.

Oiya, dalam rapat hari Minggu pagi kemarin, ada satu item yang membuat saya terpana saat seseorang menanyakan: "Apakah kami boleh mengkritik dan memberi masukan pada Fatin?"

Saya memberi gambaran bahwa ketika kita mengidolai seseorang, bukan berarti kita setuju untuk menjadikan sang idola sebagai panutan yang total. Kita mendukung dan memberi support kepada Manchester United serta memakai jersey-nya, bukan berarti kita tak boleh mengkritik David Moyes atau Robin van Persie.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun