Beberapa menit lalu sebelum menulis ini saya melalui sebuah gang di kawasan Tegalwareng, Semarang. Kawasan yang menurut rencana akan dibuat Trans Studio tapi menimbulkan pro dan kontra. Di gang tersebut kepala saya sontak nyut-nyutan lantaran melalui polisi tidur yang jumlahnya sangat banyak. Polisi tidur dibangun di hampir setiap depan rumah. Bentuknya runcing tinggi, melebihi superball di arena motokros. Setiap melewati satu gundukan, pengendara akan pusing sekaligus berayun kencang jantungnya karena polisi tidur di situ membuat sengsara. Ide pembikinan polisi tidur di kawasan perumahan yang padat seperti saya lalui tadi bisa dipahami. Maklum saja, banyak pengendara motor main kebut sementara penduduk butuh tenang dari knalpot yang berisik, dan tentu juga mengeliminasi kemungkinan bocah tertabrak motor maupun mobil. Hanya saja, penduduk di gang-gang semacam itu malah lebih ugal-ugalan ketimbang remaja bermotor. Pembuatan polisi tidur seenaknya saja dilakukan, seolah jalan di depan rumah adalah milik nenek moyangnya. Disamping runcing-tinggi dan berjarak dekat-dekat, gundukan semen-pasir itu juga tidak dicat sebagai syarat yang diberlakukan. Saya mencoba googling mengenai polisi tidur. Benar saja, polisi tidur tidak bisa dibuat secara ngawur. Berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 3 Tahun 1994 Tentang Alat Pengendali dan Pengaman Pemakai Jalan disebutkan sejumlah syarat pembuatan polisi tidur. Disebutkan dalam keputusan tersebut antara lain bahwa polisi tidur dibuat trapesium dan dibatasi cuma 12 cm ke atas, dan penampang kedua sisinya mempunyai kelandaian 15% (lebar mendatar bagian atas). Itupun polisi tidur harus diberi penanda cat melintang berwarna putih, serta rambu-rambu. Boro-boro dikasih rambu, mengecatnya saja pada malas. Maka, tak heran polisi tidur bukannya mengamankan tapi malah mencelakakan. Penduduk aman, pengendara motor koprol di jalan. Iseng saya mencari-cari polisi tidur di luar negeri. Hahaha, ternyata beda. Gambra di bawah ini polisi tidur di dalam negeri:
Nah, yang ini di luar negeri, terutama di negara-negara maju. Coba simak perbedaannya:
-Arief Firhanusa-
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H