[caption id="" align="aligncenter" width="601" caption="Lubang itulah yang meluberkan lumpur, Minggu kemarin. (metronews.com)"][/caption] Seolah garis nasib, Minggu kemarin muncul dua peristiwa nasional di waktu bersamaan. Satunya peristiwa politik, satunya lagi peristiwa alam. Entah misteri apa, dua peristiwa itu ada kaitannya, atau sengaja dikait-kaitkan, atau bisa saja tidak sengaja dikaitkan tapi mau tak mau disiarkan TV di sesi yang berurutan dalam program berita masing-masing stasiun. Urutan berita itu (seperti saya simak berkali-kali dengan memindah-mindah channel) adalah sebagai berikut: pada sesi pertama diberitakan tentang Munas Golkar di Bali, berikut rekaman-rekaman gambar situasi dalam gedung di mana di sana duduk ratusan orang berbaju kuning, bertepuk tangan; kemudian digambarkan situasi di luar gedung dengan bumbu-bumbu barisan pecalang dan seorang pria Papua yang wajahnya berlumuran darah setelah digebuki entah oleh siapa. Lantas ada wawancara peserta munas, dan disiapkan pula pakar-pakar di studio untuk membahas munas. Nah, di sesi kedua, munculah berita mengenai jebolnya tanggul Lapindo di titik 73 B Desa Ketapang, Kecamatan Tanggulangin, Sidoarjo. Jebolnya tanggul akibat curah hujan tersebut mengancam Desa Kedungbendo dan Gempolsari, Kecamatan Tanggulangin, meski cuma jebol sepanjang 4 meter. Seperti sesi Munas Golkar, berita Lapindo juga disisipi tayangan gambar dari titik terdekat jebolnya tanggul plus kawasan lain dalam bencana alam yang aneh dan miris tersebut. Berita mengenai jebolnya tanggul Lapindo bukan kali ini saja terdengar. Berita-berita yang kemudian secara perlahan-lahan menjadi biasa karena melelahkan sebab telah berlangsung delapan tahun, sebagaimana berita-berita mengenai pembayaran ganti rugi yang belum juga tuntas sejak lumpur itu muncrat pada medio 2006 hingga rezim SBY telah tuntas. Tetapi bahwa alam menciptakan berita lewat jebolnya tanggul Lapindo persis bersamaan dengan Munas Golkar yang hari itu juga dibuka, maka ini menarik, terutama sebagai paket berita tematis di televisi dengan news value yang lumayan tinggi. Kita tahu, Lapindo bersentuhan dengan Aburizal Bakrie, Ketum Partai Golkar. Dalam sajian paket "Lapindo+Munas Golkar" itu, TV yang menayangkan tampaknya sengaja tak menulis narasi yang menyerempet. Tak disinggung telah berapa usia bencana yang hampir tak berkesudahan ini, atau telah berapa kali tanggul di sana jebol, lebih-lebih menyinggung tentang siapa sih sebenarnya pihak paling bertanggungjawab atas musibah dan melakukan ganti rugi lantaran telah menjadi rahasia umum siapa pemilik PT Lapindo Brantas Inc serta sejumlah anak perusahaannya. Namun bagi kita yang jeli bisa meraba 'paket' ini sesungguhnya memberi sindiran, towelan, bahkan cubitan. Kalau ditowel atau dicubit masih mati rasa, mungkin TV-TV yang membuat dua berita itu disiarkan secara bertetangga di program beritanya masing-masing melakukan tamparan keras terutama pada yang empunya 'pesta Golkar' di Bali ... Banjir lumpur panas Sidoarjo adalah peristiwa menyemburnya lumpur panas di lokasi pengeboran Lapindo Brantas inc di Dusun Balongnongo, Desa Renokenongo, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, sejak 29 Mei 2006. Lumpur yang menyembur menenggelamkan 621 hektar kawasan di Kecmatan Tanggulangin, Jabon, dan Porong. Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2007 tentang BPLS (Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo) menyebutkan, PT Lapindo harus bertanggungjawab membayar ganti rugi di area terdampak. Sisa ganti rugi yang belum dibayar Rp 1,25 triliun dengan rincian Rp 781 miliar untuk warga dan sisanya, sekitar Rp 500 miliar, hak pelaku usaha yang tempat usahanya tenggelam oleh lumpur (sumber diambil dari sini). Namun, saat rapat, sisa ganti rugi yang diusulkan dibayar hanya Rp 781 miliar. Itu sebabnya, kemungkinan besar televisi -- kecuali tvOne -- membuat berita berderet dalam paket seperti tersaji dua hari ini semata untuk mengingatkan bahwa masyarakat yang tertimpa musibah di Sidoarjo sana butuh disentuh dan dimanusiakan, ketimbang dana besar untuk sebuah munas, seperti aspirasi warga tentang Ical yang mereka lontarkan di Kompas.com ini. -Arief Firhanusa-
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H