Mohon tunggu...
Arief Firhanusa
Arief Firhanusa Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Pria yang sangat gentar pada ular

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengapa Alat Kelamin di Film Porno Jepang Diburamkan?

26 Desember 2014   18:19 Diperbarui: 4 April 2017   18:09 33117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="" align="aligncenter" width="660" caption="Megumi Igarashi dengan perahunya yang memantik masalah. (foto: BBC Indonesia)"][/caption] MENARIK membaca BBC Indonesia edisi 24 Desember 2014 lalu soal hukuman yang ditimpakan pada seniman Megumi Igarashi gara-gara ia membuat perahu berbentuk vagina. Perempuan berusia 42 tahun itu dituduh memamerkan 'karya cabul' di sebuah toko peralatan seks dan mengirim data 3D dari vaginanya ke sejumlah orang. Igarashi kini masih meringkuk dalam sel setelah ditangkap awal Desember silam. Pada Juli tahun ini ia pernah menjadi berita internasional lantaran menggalang dana di internet untuk urusan pembuatan perahu tersebut dengan mesin pencetak 3 dimensi. Dakwaan resmi telah dijatuhkan pada 24 Desember, dan jika ia dinyatakan bersalah dalam pengadilan nanti, maka ia akan menghuni jeruji besi maksimal selama dua tahun, atau dikenai denda sebesar 2,5 juta yen, alias Rp 200 juta. Yang menarik -- lebih tepatnya mengherankan -- mengapa di negeri yang melegalkan industri film porno justru mengharamkan 'penampakan' perkakas paling pribadi pria maupun wanita, bahkan dalam ujud sebuah benda mati macam perahu sebagai penggambaran semata? Asal tahu saja, di Jepang dalam sebulan terbit 4.000-an judul baru film esek-esek. Dari sekian ribu judul baru itu terdapat sekitar 6000 bintang film wanita, dan cuma 70-an pemeran pria. Besarnya animo menjadi bintang porno merebak di kalangan siswi SMA dan mahasiswi, seperti dilaporkan oleh Shukan Post ini. Para remaja tersebut menerjuni bidang ini untuk memburu penghasilan lantaran uang saku yang diberikan ortu jauh dari cukup, dampak perekonomian Jepang yang belum stabil. Kerja sambilan di JAV (Japan Adult Video) tersebut menuai upah yang cukup besar setiap bulan, yakni 250 ribu yen (setara Rp 27,5 juta). Dengan kondisi seperti itu, dilaporkan pula oleh Shukan Post di edisi lain bahwa terjadi kontradiksi. Galibnya, jika di sebuah negara terdapat begitu banyak 'godaan' yang disebar dan digelar (taruhlah itu di Indonesia), maka akan terjadi kasus pemerkosaan yang melimpah ruah. Namun yang terjadi di Jepang, angka kejahatan seksual sangat rendah. Norma yang digenggam erat-erat serta ada cap "memerkosa adalah perbuatan gila" menjadikan Jepang tetap keramat. Undang Undang di negara ini dalam pengaturan hukum terhadap kejahatan seksual juga cukup keras. Film porno memang legal, tetapi batasan-batasan mengenai visualisasi alat kelamin juga sangat gagah. Itu sebabnya tak ada film dewasa di Jepang luput menyensor bagian-bagian vital. Bila kita temukan film porno Jepang tanpa sensor, maka bisa dipastikan film-film itu dikuasai Yakuza. Di Indonesia, masih butuh waktu yang sangat panjang untuk permak moral dan membangunkan kembali norma-norma positif produk leluhur yang kini tengah tidur dibius oleh gempuran teknologi gadget dan cyber yang tak terkendali, sehingga kelak tak ada lagi dalih "gara-gara nonton film porno" bila terungkap kasus pemerkosaan oleh kalangan remaja dan oleh bapak-bapak yang mencabuli anak kandungnya. Apa yang dilakukan oleh seniman Megumi Igarashi tadi mungkin hanya akan kena sanksi moral bila terjadi di sebagian wilayah di muka bumi ini. Tapi, di Jepang tidak. -Arief Firhanusa-

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun