Mohon tunggu...
Arief Firhanusa
Arief Firhanusa Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Pria yang sangat gentar pada ular

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Artikel Utama

Dukun di Turnamen Sepak Bola Antar SSB

11 Februari 2015   18:40 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:26 371
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1423632442232079566

Perilaku paling ringan yang pernah saya jumpai adalah para pemain dianjurkan membalik celana dalam, yang bagian dalam menjadi di luar, yang harusnya di luar dibalik menjadi bagian dalam. Lalu mereka dianjurkan menjejak-jejak garis sebanyak tiga kali dengan kaki kiri saat mereka memasuki lapangan sebelum pertandingan. Ini tak ubahnya sugesti saja karena si pelatih (yang mungkin antidukun) mewajibkan pemain membaca-baca doa.

Pertanyaannya, bagaimana bila kubu lawan juga membawa jimat atau mengusung dukun? Kata beberapa kawan, tergantung keampuhan sang dukun. Juga tergantung domisili si orang pintar. Bila orang pintar dibawa dari daerah asal, maka konon kesaktiannya berkurang lantaran dukun tak boleh menyeberangi sungai (apalagi laut) menuju lokasi turnamen. Itu sebabnya, beberapa pelatih yang pernah bilang, sebaiknya dukun dicari di kota tempat turnamen digelar.

Pemain 'Gerilya' Sendiri

Selain 'booking' wasit secara tim, banyak pula bocah-bocah itu diajak oleh orangtuanya mendatangi rumah dukun. Di sana para bibit muda persepakbolaan Indonesia itu diberi jampi-jampi, atau malah tersiar kabar kaki mereka di-'isi'. Entah dalam bentuk apa isi kaki para pemain ini, yang pasti mereka percaya anak-anak itu larinya lebih kencang dan tidak minder.

Mbah dukun ini cukup laris. Tak hanya pemain-pemain kecil yang mendatangi, remaja hingga pemain senior pun kerapkali 'berguru' ke sini supaya lebih hebat saat pertandingan. Menjelang pertandingan, mereka datang dan meminta 'restu'. Konon pemain-pemain di Liga Indonesia -- baik sekelas Liga Nusantara hingga ISL -- pun minta diisi.

Kenikmatan Sesaat

Praktik perdukunan di kalangan sekolah sepak bola di negeri ini tentu saja tak melibatkan seluruh SSB. Banyak SSB yang lebih mengutamakan keahlian teknik pemain maupun taktik pelatih. Rasa-rasanya 'doping' wasit ini banyak terjadi di wilayah Jawa saja. Itu pun tidak semua kota di Jawa punya tradisi serupa.

Membayar dukun tak ubahnya mencecap kenikmatan sesaat. Orangtua ingin anaknya bermain bagus sehingga tak diejek orangtua pemain lainnya. Mereka bisa bercerita pada orang lain tentang kehebatan sang putra, dan putranya ini disegani karena jagoan di kota bersangkutan. Bagi pelatih, keberadaan dukun juga menguntungkan. Mereka dianggap mahir memoles tim bocah, dan menjadi perbincangan, padahal 'pelatih' sesungguhnya ya dukun itu tadi. Itu mengapa pelatih-pelatih ini menutup mata saat orangtua sibuk mencari dukun.

Kebanggaan sebagai orangtua punya anak jago main bola ini harganya tak ternilai, tanpa mereka sadari bahwa menyeret anak ke perklenikan tak ubahnya membangun jurang. Masa depan mereka terpangkas jurang yang sulit dilewati itu.  Menjadi pemain hebat untuk tim nasional tidak sesederhana garam dukun dan air sakti. Butuh ketelatenan berlatih, tekun menyerap ilmu, dan disiplin menjaga kondisi.

Tak ada satu pun dukun di dunia ini yang bisa mencetak Lionel Messi. Bertahun-tahun saya menggenggam prinsip itu, meski kualitas anak saya biasa-biasa saja. Dan saya mensyukurinya.

-Arief Firhanusa-

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun