Mohon tunggu...
Arief Firhanusa
Arief Firhanusa Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Pria yang sangat gentar pada ular

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Koin untuk Farhat Abbas

24 Februari 2015   23:57 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:34 205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selain terhadap Tony Abbott, warga negeri ini juga kesal pada Farhat Abbas. Maklum saja, Farhat ngoceh di akun Twitter-nya menyoal pengumpulan koin, ujud protes terhadap pernyataan Perdana Menteri Australia yang mengungkit bantuan untuk bencana Tsunami.

Di Twitter berakun @farhatabaslaw, Farhat menuding warga negeri ini -- terutama yang menyepakati pengumpulan koin untuk menampar pak perdana menteri -- sebagai orang-orang yang tak tahu malu dan orang-orang yang tak tahu berterimakasih. Bahkan ia juga bilang negeri ini gampang diadu domba karena sok kaya dan emosional.

Mungkin saya termasuk orang yang tidak geram pada Farhat, meski kicauannya menurut saya kurang pada tempatnya. Termasuk kicauan di Twitter-nya soal sayembara berhadiah umroh kepada siapapun yang bisa menunjukkan keberadaan Olga Syahputra yang dia lontarkan hampir bersamaan dengan kicauan soal pengumpulan koin untuk Australia tadi.

Saya malah ingin bertemu dengannya untuk ngopi di outlet kopi tercanggih di mal besar di kota saya, menyuguhinya lumpia, wingko babat, jus alpukat, atau mendoan. Jika tak berkenan, bakso, soto terenak, sate kambing, atau tom yam yang makanan enak Thailand itu saya jabanin. Pendek kata, saya akan menerima Farhat sebagai saudara.

Sebagai saudara, saya akan memeluknya di pelataran mal saat dia turun dari mobil. Menanyakan padanya apakah sehat-sehat saja. Apakah lelah menempuh perjalanan panjang. Memberinya kesempatan untuk berfoto bila ada masyarakat lewat mengajaknya selfie. Tentu ada warga yang ingin punya koleksi foto bersamanya lantaran dia orang tenar, bahkan pernah menyalonkan diri menjadi Bupati Kolaka, Sulawesi Tenggara, bahkan menyalonkan diri menjadi Presiden RI.

Tampaknya tinggi badan Farhat hampir sama dengan saya. Cuma dia pasti lebih berisi, sementara tubuh saya langsing terawat. Sebab itu saat berjalan menuju tempat kami ngopi, saya akan menciptakan suasana hangat, tertawa hepi, membalas lambaian tangan orang-orang, dan menghambur ke outlet kopi yang  mejanya saya pesan setengah jam sebelumnya.

Pembicaraan kami sifatnya informal. Baru setelah dia menyinggung-nyinggung tentang aktivitasnya mem-bully maupun menabrak kemapanan, saya goda dia dengan celotehan: "Apa Sampean tidak lelah menyenggol orang-orang lewat Twitter? Apa Ente tidak capek membuat marah orang-orang?"

Banyak sekali yang dia komentari. Paling akbar tentu perseteruannya dengan Ahmad Dhani yang bahkan melibatkan Al, El, dan Dul. Dalam kasus itu, Farhat bahkan ditantang tinju oleh El. Adu jotos yang sangat tidak relevan, tapi untunglah Persatuan Tinju Amatir (Pertina) DKI Jakarta menyetopnya sebelum pertarungan itu benar-benar digelar. Yang lain, termasuk heboh, tentu komentarnya soal pelat mobil Gubernur Ahok.

Saya sudah menduga, jawaban Farhat berupa argumentasi bahwa apa yang dia lakukan itu untuk melurus-luruskan. Mengomentari apa yang menurutnya pantas dikomentari. Menuliskan kalimat untuk menyadarkan bahwa apa yang terjadi/dilakukan oleh sebagian selebriti tidak pantas sehingga perlu dibenarkan. Mengingatkan bahwa Australia perlu mengungkit sumbangannya karena sumbangan itu dalam jumlah yang besar, dan warga negara Indonesia patut berterimakasih pada negara tersebut.

Saya tidak emosional. Bola mata Farhat yang mengerjap-ngerjap ditopang gerak bibir yang setengah jumawa saat berkata-kata mestinya mendidihkan darah, namun saya tetap memandangnya sebagai manusia. Tak ada manusia yang sempurna. Saya biasa menghadapi beragam jenis orang plus karakternya. Di kantor lama, sebelum saya berpindah ke perusahaan yang baru, saya sering berdialog dengan Zaenal. Siapapun warga di sekitar kantor saya itu tahu bahwa Zaenal itu tidak waras. Saya sabar-sabar saja ngobrol dengannya meskipun apa yang diucapkan Zaenal sulit dipahami. Saya beri dia rokok -- cukup sebatang tiap hari agar dia tidak banyak merokok -- dan jadilah dia teman saya.

Apakah Farhat tidak waras? Tentu saja waras. Hanya saja, kita harus memahami ada kalanya kita berjumpa dengan orang dengan tipe yang bengal, usil, gokil. Ada kalanya kita bertemu orang dengan kepribadian yang berbeda dari kebanyakan. Farhat menciptakan dirinya menjadi pelaku reading beyond the line, yakni pembacaan kritis atas apa yang sedang menggejala. Mungkin juga dia pernah membaca novel Milan Kudera The Book of Laughter and Forgetting. Dalam novel tersebut disebutkan bahwa perjuangan manusia itu adalah perjuangan melawan lupa. Farhat agaknya sedang berjuang agar lupa/alfa/kesalahan itu harus dilawan ...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun