Semakin berjalan nya waktu dan perembangan zaman kali ini sangat terasa susahnya mendapatkan penghasilan yang dirasakan oleh beberapa sopir angkutan kota (angkot) di Bandung. Salah satunya dirasakan oleh pak angga rahman, seorang sopir angkot jurusan pasar Cicaheum-Ciroyom. Mencari nafkah dengan cara mencari penumpang yang semakin hari semakin berat dirasakan pak Annga. Tingginya harga bahan bakar minyak (BBM) dan semakin menurunnya penumpang membuat penghasilan pak angga dalam sehari kerap tak menentu. Pak Angga mengatakan," 8 tahun terakhir dia bersusah payah menghasilkan setoran cukup meski trayek panjang. "Kalau sekarang tuh enggak kaya dulu, berusaha terus berusaha. Kenyataannya sekarang  kayak gini, penumpang sekarang semakin susah dicari." Angkot dengan warna khas hijau bergaris oren yang ia bawa, kata Pak Angga, sudah lama menjadi andalan warga Kota Bandung, terutama pasar Cicaheum, jika ingin bepergian ke Kota Bandung. Angkot pasar Cicaheum-Ciroyom memiliki 20 titik pemberhentian yang tersebar di sepanjang rute antara pasar Cicaheum hingga Terminal Ciroyom . Sekitar pukul 07.15 WIB, Pak Angga mulai menyalakan mesin mobil si hijau  dan meninggalkan pasar Cicaheum, pak Angga selalu melihat sisi kanan dan kiri jalan mencari penumpang. Menurut pak Angga, pagi hari tidak  menjamin "muatan" (sebutan untuk penumpang) akan penuh, Tak sedikit anak sekolah atau orang yang berangkat kerja dan ibu-ibu yang akan ke pasar lebih memilih membawa kendaraan pribadi atau diantar. supir angkutan kota (Angkot) jurusan pasar Cicaheum - Ciroyom, Kota Bandung, Jawa Barat, usai beraktifitas menarik penumpang dari mulai pasar Cicaheum Kota Bandung hingga Ciroyom, Kota Bandung,"Apalagi sekarang yang berangkat kerja/sekolah, sok tingal seuseurna mah make motor (coba lihat kebanyakan pake motor),ayena kalobaan barudak sakola tos jarang nu indit make angkot (sekarang anak sekolah udah jarang mau yang beangkat pake angkot)," kata Pak Angga sambil menjalankan angkotnya. Pak Angga mengaku, sejak berangkat dari pasar Cicaheum  hingga perempatan Ciroyom  belum ada sepeser pun uang yang masuk ke saku. Dalam perjalanan, Pak Angga  curhat, dirinya dan sopir angkot lain merasa seperti objek pemerintah. Mun nyeri mah, karek oge rek cageur geus dihantem deui (kalau ibarat luka mah, baru juga mau sembuh udah dipukul lagi)."
Jarak tempuh yang panjang setiap hari Dalam sehari, Pak Angga biasa menjalankan angkot tiga rit atau tiga kali pulang pergi Pasar Cicaheum-ciroyom. Kalau terus  kaya gini mau sembuh gimana kita," keluhnya. Dalam sehari, Aep biasa menjalankan angkot tiga rit atau tiga kali pulang pergi Pasar Cicaheum-Ciroyom.
Jarak tempuh ini setara dengan perjalanan dari Bandung-padalarang  menggunakan mobil. "Dulu setoran Rp 150.000 satu rit, kalau di kali tiga sudah Rp 450.000, sekarang jauh sekali," jelasnya. Saat ini, para sopir angkot Leuwi Pasar Cicaheum-Ciroyom dibebankan setoran Rp 80.000 per hari. Sekarang kadang satu rit Rp 40.000, belum bensin Rp 20.000 paling sedikit." "Kalau mau aman ya harus dapet Rp 120.000, tapi kita enggak dapet keuntungan." "Aman banget ya lebih dari segitu, Rp 150.000 atau Rp 200.000, tapi aga susah banget buat dapetin segitu," ujarnya. Jika hari ini sopir angkot tak mencapai target, artinya besok kita harus bayar utang atau nombok. Tak jarang, para sopir mengeluh soal uang yang dibawa ke rumah tak menentu. "Kenyataannya saya butuh makan, terus menafkahi istri dan anak saya yang masih sekolah."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H