Mohon tunggu...
Firdha Ikhsania Fadilla
Firdha Ikhsania Fadilla Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hallo, perkenalkan nama saya Firdha Ikhsania Fadilla. Saya ingin mengembangkan hobi baru saya, yakni menulis. Semoga tulisan saya dapat bermanfaat.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Tanggung Jawab Notaris terhadap Penolakan untuk Menjadi Pemegang Protokol Notaris yang Meninggal Dunia

5 Juni 2024   20:33 Diperbarui: 5 Juni 2024   20:34 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Penolakan seorang notaris untuk menjadi seorang pemegang protokol notaris merupakan permasalahan kompleks yang memerlukan analisa mendalam dari sudut pandang hukum dan etika profesi. berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 perihal Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Kedudukan Notaris (UUJN), notaris mempunyai tanggungjawab khusus terhadap pengurusan dan penyimpanan arsip notaris. Protokol Notaris adalah dokumen pemerintah yang mengikat dan dijaga dengan integritas dan kerahasiaan penuh. 

Namun dalam praktiknya, terdapat situasi dimana seorang notaris menolak untuk memegang protokol notaris yang telah meninggal dunia. Penulis berpendapat bahwa penolakan tersebut dapat diterima dan bahkan seharusnya diatur lebih tegas dalam kerangka hukum yang ada. Penolakan ini dapat didasarkan pada beberapa alasan yang sahih dan logis. 

Pertama, seorang notaris yang menolak mungkin berada dalam situasi yang tidak memungkinkan secara fisik atau mental untuk mengambil alih tanggung jawab tambahan ini. Menurut Pasal 62 UUJN, beban kerja yang berlebihan dapat mempengaruhi kualitas pelayanan dan ketelitian seorang notaris dalam menjalankan tugasnya. Hal ini dapat berimplikasi pada potensi kesalahan administratif yang berdampak pada klien dan pihak terkait. 

Kedua, dari perspektif etika profesional seorang notaris harus mempertimbangkan kemanapun mereka dalam menjaga integritas dan keamanan protokol notaris yang diamanahkan. Jika seorang notaris merasa tidak mampu menjalankan tugas ini dengan sempurna, penolakan dapat menjadi bentuk tanggung jawab profesional untuk menghindari potensi kerugian atau penyalahgunaan dokumen negara. Menurut pendapat beberapa ahli hukum, seperti yang disampaikan oleh Mertokusumo (2002) dalam bukunya "Hukum Acara Perdata Indonesia", tanggung jawab notaris harus dijalankan dengan penuh kesadaran dan kemampuan yang memadai untuk menjaga kepercayaan publik. 

Ketiga, penolakan ini juga dapat dilihat sebagai upaya preventif untuk mencegah terjadinya konflik kepentingan. Jika notaris yang ditunjuk memiliki hubungan pribadi atau bisnis dengan pihak-pihak terkait dalam protokol notaris yang ditinggalkan, hal ini dapat menimbulkan bias dan mengurangi objektivitas dalam menjalankan tugas. Oleh karena itu, penolakan yang didasarkan pada alasan ini harus dipandang sebagai langkah yang bijaksana dan bertanggung jawab. 

Berdasarkan Pasal 63 UUJN disebutkan bahwa dalam hal seorang notaris meninggal dunia, protokol notaris tersebut harus diserahkan kepada notaris lain yang ditunjuk oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia atau pejabat yang ditunjuk. Penunjukan ini harus dilakukan dalam jangka waktu paling lama 30 hari sejak notaris tersebut meninggal dunia. Penolakan seorang notaris untuk menerima protokol ini dapat dianggap sebagai pelanggaran terhadap kewajiban hukum dan kode etik  jabatan notaris yang mengakibatkan adanya sanksi administratif hingga pencabutan izin. Alasan utama di balik ketentuan ini adalah untuk memastikan bahwa dokumen-dokumen notaris yang bersifat rahasia dan bernilai hukum tinggi tetap terjaga integritas dan keabsahannya. Jika seorang notaris menolak untuk menjadi pemegang protokol, hal ini tidak hanya menimbulkan risiko hukum bagi dirinya sendiri, akan tetapi juga berdampak negatif pada pihak-pihak yang bergantung pada dokumen-dokumen tersebut. 

Selain UU Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, terdapat pendapat hukum lain yang dapat dijadikan dasar untuk seorang notaris menolak menjadi pemegang protokol notaris lainnya. Pandangan hukum ini mencakup aspek-aspek dari peraturan perundang-undangan, kode etik notaris, serta prinsip-prinsip etika hukum yang berlaku di Indonesia. INI (Ikatan Notaris Indonesia) juga memberikan panduan yang relevan menurut Kode Etik tersebut, seorang notaris wajib menjaga integritas dan profesionalisme dalam setiap tindakan yang diambil. Jika seorang notaris merasa bahwa pengambilan protokol notaris yang meninggal dunia dapat mengganggu independensi atau menimbulkan konflik kepentingan, maka ia berhak menolak. Penolakan ini justru merupakan bentuk tanggung jawab profesional untuk menjaga standar etika yang tinggi. 

Oleh sebab itu, dapat disimpulkan bahwa penolakan seorang notaris untuk menjadi pemegang protokol notaris yang meninggal dunia adalah tindakan yang dapat dibenarkan dan perlu diakomodasi dalam regulasi yang lebih jelas dan tegas. Penting untuk memastikan hal itu tanggung jawab yang diemban oleh notaris dapat dijalankan dengan optimal tanpa mengorbankan integritas dan kualitas pelayanan hukum yang diberikan. Sehingga revisi terhadap UUJN dan peraturan terkait lainnya perlu dipertimbangkan untuk memberikan panduan yang lebih jelas mengenai prosedur dan alasan yang sah bagi penolakan tersebut.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun