Mohon tunggu...
firdaus zumo
firdaus zumo Mohon Tunggu... -

Pursue excellence, ignore success

Selanjutnya

Tutup

Money

Ketahanan Pangan yang Menjadi Isu Global

1 Juni 2012   04:07 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:32 825
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Sebagai salah satu hasil dari 2012 APEC Ministerial Meeting on Food Security  di Kazan, Rusia. Isu ketahanan pangan menjadi salah satu yang dihasilkan dalam pertemuan tersebut. Hasil lengkapnya bisa dibaca di sini. Apakah hal ini akan berpengaruh besar terhadap Indonesia, dalam jangka pendek, menengah atau panjang? selama kebijakan pemerintah masih sperti sekarang ini, masyarakat Indonesia layak untuk khawatir menurut saya. Jumlah penduduk yang meningkat tajam, membuat kebutuhan atas ketahanan bahan makanan harus menjadi pilihan utama dalam kebijakan pemerintah. Beberapa kekhawatiran saya mungkin dapat dijadikan input bagi para pengambil keputusan di Indonesia.

Impor Pangan oleh Indonesia.
Saat ini, 60% bahan pangan yang tersedia di Indonesia adalah impor, laporan yang valid bisa dibaca di sini. Dari sisi suplai, biaya untuk mendapatkan bahan pangan impor lebih murah daripada membeli langsung dari pertanian kita yang tidak efisien. Hal ini didukung dengan nilai kurs rupiah yang cukup kuat beberapa bulan terakhir terhadap USD.  Sementara untuk memproduksi sendiri, Indonesia kalah start dari negara lain untuk komoditi pangan, sehingga investasi awalnya harus sangat besar jika memilih untuk memproduksi sendiri.

Pemerintah sepertinya masih tenang dengan cadangan devisa yang, kalo kata Dr. Sri Mulyani, mempunyai ruang untuk melakukan bergerak, terhadap ancaman krisis eropa. Memang, kondisi suplai pangan di seluruh dunia masih mencukupi dalam beberapa waktu ke depan, ancaman perubahan cuaca dalam jangka pendek akan membuat produksi negara2 produsen bahan makanan akan menurun, dan suatu saat mereka akan menolak untuk melakukan ekspor ke negara lain dengan alasan mencukupi kebutuhan dalam negeri mereka sendiri, sehingga Indonesia harus mencari negara lain untuk membeli bahan pangan. Akan menjadi masalah besar buat Indonesia jika ternyata hampir semua negara produsen pangan melakukan hal serupa, bahkan pasar gelap mungkin lebih memilih menjual kepada negara2 yang lebih kaya dari Indonesia. Cadangan devisa besar yang dibanggakan, akan menjadi sia-sia.

Tren Pertanian yang berubah
Masalah perubahan tren pertanian dari bahan makanan pokok, beras, kedelai, gandum, menjadi sawit untuk CPO, juga perkebunan kayu karena harga kayu yang semakin tinggi menarik minat para petani untuk beralih dari sawah tanam padi, menjadi kayu. Dengan jumlah lahan yang relatif sama, merubah tanaman akan memberi pengaruh besar terhadap ketersediaan bahan makanan, karena masyarakat tidak mungkin makan minyak goreng atau kayu, dan jikalau pun kita memiliki minyak goreng di dapur, seandainya tidak ada bahan makan yang di goreng, kita pilihan menjadi sangat terbatas.

Selain itu tren pertanian organik yang sangat tinggi, karena permintaan konsumen, membuat jumlah produksi total pertanian ikut menurun. Hal ini disebabkan, secara relatif, hasil produksi pertanian organik belum mempu menyamai jumlah produksi pertanian "tradisional" dengan pupuk kimia. Dalam satu hektar lahan pertanian organik, jumlah hasil produksinya masih dibawah pertanian tradisional dengan pupuk kimia. Saya bukan pendukung Monsanto Cs. untuk  pertanian dengan bahan kimia, tetapi lebih senang ikut mendorong para penggiat pertanian organik untuk melakukan inovasi dalam meningkatkan jumlah produksi pertanian organik, dan saya berharap itu tidak berlangsung lama, karena selisih jumlah produksi tersebut harus ditutupi dari impor.

Mengurangi Konsumsi
Saya pribadi, sedang mengurangi konsumsi pribadi bahan makanan dengan memperbanyak puasa, karena saya yakin, bahan makanan yang tersedia sebetulnya cukup untuk kita semua selama keserakahan pribadi dalam bentuk penimbunan bahan makanan di kulkas, dan pola makan gila-gilaan memberi kontribusi untuk semakin tingginya harga pangan dunia.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun