Telah didapatkan jejak perjalanan
Dari musim yang terus berganti
Pula dari malam yang terlalu cepat dilewati
Senja menguning sendiri dalam wadahnya
Sampai semua tak kuat pada heningnya
Di pelosok perenungan seseorang
Ia putuskan melanjutkan perjalanan panjang
Menutup syair kutukan atas malam
Berganti puja puji optimisme diri
Bekal yang dibawa memang tak banyak
Ia memang berasal dari kaum sudra
Ia pula tak pantas sedari awal atas bantuan dan iba abu-abu
Tapi ia menolak diukur batasan mimpinya
Anak ingusan dengan buntelan seadanya
Melanjutkan jalan dengan sejuta mimpi
Tak pernah terbayangkan bagaimana
Apa yang terjadi di tengah perjalanan
Nestapa begitu besar menggerogoti kamarnya
Bersimpuh cukup lama menangisi malam
Telah rapuh hidup dan kehidupannya
Hampir bulat ia berhenti bersyukur
Sepi menyeruak tiap detiknya
Menyapu tiap lamunan anak gorengan pasar
Sampai detik dimana
Ia mencegah jatuh air mata sang Bunda
Itulah titik balik si anak muda
Haruslah tetap hidup mimpi-mimpi
Untukmu sepi, terimakasih
Telah tiba pada waktu semua bergulir
Meski haru, biarlah berharap pada jalurnya
Kau sepi, sempat menipu
Jika sepi ini pembelajaran, ia jadikan dirimu syahdu
Jika sepi ini kekufuran, ia kan pergi darimu
Sepi itu bebas, merenung atau 'menyembunyikan'
Tapi sudah, sudah cukup
Kalian beranjaklah ke harmoni yang lain
Ia telah menyimpan memorinya dengan begitu erat
Tak ada yang tergantikan,
Malam tetap dingin seperti waktu lalu
Ini tentang sepi, harmoni, dan malam yg lain
Tutup mata lelahnya
Lalu buka mata, pastikan masih mengucap syukur
Ia tahu tidak ada nikmat yang mampu dihitung
Setidaknya, ia berjalan ke depan sebagai syukur
Pada Tuhan
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI