Malam ini pertemuan pertama ku dgn beliau, guru skaligus teman berdiskusi setiap minggu. Tampilannya sederhana, orangnya juga biasa2 saja. Perawakannya tidak terlalu tinggi. Tidak gemuk juga tidak kurus. Â Bliau sehari2nya bertugas sebagai seorang guru di Sekolah Dasar Negri di sebuah daerah di Jakarta. Beliau baru diangkat sebagai CPNS di umur 40 tahun-an, setelah sekian lama mengabdi sebagai seorang guru swasta. Ya, tidak ada yg istimewa dari fisik dan penampilannya malam pertemuan pertama kami itu
Setelah itu bliau mulai membuka awal pertemuan kami dengan berbagai materi, dan malam ini kami membahas tentang kepemimpinan. Pemaparan dan antusias wajahnya yg terus bersemangat membuat ku smakin tertarik mendengarkan setiap kalimat2 yg keluar dari pemikirannya..Lugas, tidak bertele-tele, mudah dipahami, dan disampaikan dengan bahasa yang sangat memikat hati. Terus terang, malam ini ku larut dalam nasihat2 yg bliau sampaikan..Yang disampaikan oleh seorang yg sangat sederhana, tapi keluasan kata2nya melebihi kesederhanaan dan kesahajaannya. Dan yang kutahu juga, ia juga bukan seorang ustadz lulusan sekolah agama yang fasih bersilat lidah tentang agama, yang ia perkenalkan ia adalah lulusan sebuah perguruan tinggi negeri di bidang kependidikan di Jakarta
Kemudian, yang membuat ku semakin termangu mendengar ceritanya adalah ketika kami saling mengenalkan diri satu dan lainnya. Bliau mempunyai 4 orang anak, dan pada kelahiran anaknya yg ke-4 (2008), istrinya terpaksa melakukan steril terhadap rahimnya. Hal ini yang mulai mengusik ku untuk semakin bertanya, kenapa bliau mengambil keputusan 'steril' kepada istrinya. Dan ini juga yang akhirnya membuat dia bercerita lebih jauh tentang keluarganya.
"Pertama saya menganggap kalau semua yang diberikan kepada saya adalah sebagai ujian, yang mau tidak mau harus saya hadapi dengan ikhlas", ungkap bapak itu memulai ceritanya di sebuah kawasan di sekitaran Senen malam itu.
Ia melanjutkan ceritanya," Ceritanya bermula ketika istri saya sedang mengandung anak yang ke-4. Ketika itu istri saya divonis mengalami penyakit gula. Dan dalam perkembangan kehamilannya, setelah didiagnosa ternyata anak yang berada dalam kandungan, mengalami potensi penyakit jantung sebagai imbas dari penyakit yang juga diderita oleh ibunya. Beberapa minggu sebelum kelahiran, dokter yang memeriksa mengatakan jika saya harus bersiap-siap untuk menyambut kelahiran anak saya tersebut. Bersiap-siap dalam artian semuanya, siap mental, fisik, dan termasuk menyiapkan dana untuk biaya pengobatannya. Dokter itu mengatakan, bahwa satu minggu setelah anak saya lahir, diperkirakan akan langsung dilakukan operasi pada jantungnya, karna jantung anak tersebut bermasalah, dan tidak bisa berfungsi dengan baik. Dan yang paling membuat saya terkejut adalah ketika  mendengarkan angka Rp 50.000.000,- yang harus saya siapkan untuk pengobatan awalnya tersebut"
Sejenak kulihat bliau sedikit menahan ceritanya, dan berusaha menahan kesedihan yang terpancar di wajahnya. Ia kemudian melanjutkan ceritanya, "Waktu itu terus terang, saya berdua dengan istri cukup tertegun dan merasakan betapa beratnya cobaan yang harus kami pikul beberapa waktu kedepan. Uang Rp 50juta jelas jumlah yang diluar fikiran kami sekeluarga. Coba bayangkan, saya sebagai guru swasta, dan istri bekerja sebagai guru di TKIT yang jumlah gaji kami berdua tidak mencukupi untuk kebutuhan sehari2 dengan 3 anak yang juga semakin besar. Tapi, yang saya yakini ketika itu, janji Allah dalam firman-Nya bahwa yakinlah setiap kesulitan akan ada kemudahan..Dan itu diulang2 oleh Allah. Ayat itu yang semakin menguatkan keyakinan kami akan pertolongannya. Kami masih yakin, sebagus2nya diagnosis kedokteran, tapi diatas semua masih ada Allah yang juga telah menyiapka skenarionya tersendiri...Waktu itu, jelas kami berharap terjadinya pertolongan Allah untuk menyelamatkan anak kami, sehingga tidak perlu operasi dan hidup normal seperti anak2 lainnya"
"Dan, Juni 2008, akhirnya anak ke-4 kami lahir dengan normal. Setelah melalui persalinan yang cukup melelahkan, istri dan anak kami tersebut harus dirawat secara intensif di sebuah Rumah Sakit Pemerintah di Jakarta. Dan ketika itu saya masih terus berdoa kepada Allah, agar diagnosis dokter tersebut tidak benar adanya. Dengan arti kata jantung anak saya tersebut normal, sehingga tidak memerlukan operasi yang membutuhkan biaya besar. Waktu terus berjalan, dan satu minggu tersebut menjadi hari-hari yang sangat berat bagi kami sekeluarga. Istri yang masih dirawat serta  anak yang masih belum tentu kondisi kesehatannya. Dan tepat di hari yang ketujuh, setelah dilakukan pemeriksaan oleh tim dokter, ternyata keputusannya tetap, yakni anak saya harus dioperasi dan dilakukan pembedahan jantung...Masya Allah, saya, istri, dan anak2 yang lain tidak bisa membayangkan bagaimana seorang bayi yang berumur 7 tahun harus dilakukan operasi. Tapi kami yakin, itu semua episode hidup yang harus kami lalui dan juga merupakan sebuah takdir yg diberikan oleh Allah SWT. Kami sekeluarga berdoa bersama untuk kesembuhan keluarga kami yang paling bungsu tersebut..Untuk waktu itu, kami hanya berfikir tentang kesembuhannya dan tidak memikirkan sejumlah uang yang harus kami siapkan. Yang penting, anak kami bisa diselamatkan", ungkapmu lebih lanjut.
(Bersambung)..Saatnya tidur:)
Semakin ia bercerita, semakin terlihat raut kesedihan di wajahnya...Sepertinya ada buliran hangat yg mulai menetes di wajahnya..Tapi dia masih tetep brusaha tersenyum dan kembali melanjutkan ceritanya.
"Alhamdulillah, anak kami selesai dioperasi dgn selamat. Tagihan Rp 50 jt pun harus kami cari secepatnya. Berbekal informasi yang saya dapatkan, ternyata diantara tim dokter yang melakukan bedah jantung tersebut, Â namanya dr vebrin.....dr Vebrin kaget juga waktu saya tanyakan apa yg bisa bliau bantu untuk biaya tersebut...Tanpa aba-aba seblumnya, dikarenakan panik yang amat sangat, tiba2 pertanyaan tersebut kutodongkan kepada beliau. AKhirnya beliau menunjukkan jalan untuk mendapatkan keringanan dari biaya yang harus saya tangguna. Saya dianjurkan mengurus SKTM (Tidak Mampu) secepatnya.. Setelah selesai pengurusan hingga tingkat kecamat, berbekal surat SKTM tersebut saya menuju RS untuk mendapatkan sebuah kabar gembira...Persoalan belum selesai, karena ada prosedur lain yg harus saya hadapi, berhadapan dengan perwakilan dari Dinas Kesehatan yang ditempatkan di RS tersebut. Waktu itu saya hanya diberikan keringanan 25%, dgn asumsi sisanya (lebih kurang 37,5jt harus saya cari sendiri). Terus terang saya bilang bahwa untuk uang sebanyak itupun saya juga tidak sanggup. Dan saya coba berikhtiar untuk menjelaskan bahwa uang sebesar sebelumnya saya juga mengeluarkan uang dgn segala upaya, hutang, dll, untuk menyelesaikan tagihan perawatan istri saya yang juga tidak sedikit..Saya ngotot dan mengatakan,'saya tidak terima diberikan keringanan 25%'...Mungkin ini berlebihan, tapi saya juga tidak tahu harus mengadu kemana lagi..Akhinya pertolongan Allah memang tidak disangka2, setelah negosiasi yang alot dan juga dibantu oleh kawan2 yg lain, termasuk dokter yang bersangkutan, Alhamdulillah, Allah maha besar, kami diberikan keringangan sebesar 100% alias gratis', ungkapmu gembira
Alhamdulillah. Ternyata Allah tidak pernah membiarkan hambaNya dalam kesulitan,'ungkapku kepada bliau