Ekonomi Serba Salah ala Indonesia
Kondisi bisnis di Indonesia saat ini benar-benar sudah mengarah tidak kondusif.
Kalangan Pengusaha banyak mengalami kebingungan terkait pola kebijakanpenguasa. Penguasa sendiri seakan membela kepentingan rakyat.
Namun kebijakan yang ditempuh dalam prakteknya seakan tidak memperhatikan beban kalangan pengusaha.
Contoh nyata UMR di Jakarta yang meningkat jadi Rp 2,2 Juta per bulan. Sedang UMR di Bandung sekarang sekitar Rp 1.5 Juta per bulan.
Seorang pengusaha pabrik benang yang marketnya sangat besar di Indonesia serta telah berkecimpung di bisnis selama puluhan tahun dan memiliki karyawan ratusan orang sdh mengeluh terkait kenaikan UMR tersebut.
Diusianya yang sdh uzur, sekitar 80 tahunan, harus menghadapi kenyataan pahit tsb. Kalau mau bertahan, pabrik harus direlokasi ke wilayah Bandung supaya bisa ikut ketentuan UMR Rp 1.5 Juta. Namun dia sudah uzur dan anak-anaknya tidak ada yang berminat meneruskan usahanya.
Maklum, ada yang bilang bahwa jadi Pengusaha / Bisnisman di Indonesia sudah hampir mirip jadi pesulap. Kenapa saya setuju dengan paham tersebut, karena begitu kita jadi pengusaha, kita harus mampu mencipta
sesuatu yang bisa diterima market, harus mampu membayar gaji karyawan walaupun omzet penjualan tekor. Harus bisa tetap bayar THR, Bonus tahunan, pajak perusahaan yang tiap tahun cenderung meningkat. Padahal kondisi usaha saat ini berbanding terbalik dengan rumusan pajak.
Rumusan pajak adalah tiap tahun cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Sedang kenyataan di lapangan adalah prospek cenderung menurun dari tahun ke tahun.
Kembali ke pengusaha pabrik benang yang sudah uzur tadi, menghadapi kondisi yang serba susah sekarang, sewaktu ditanya apa rencananya dalam menghadapi masalah UMR ini. Jawabnya sungguh miris, tidak mungkin memindahkan pabrik ke Bandung karena terlalu jauh baginya dan beliau sudah lelah berusaha serta ingin pensiun. Jadi rencananya ? Yang pasti cuma satu hal, yaitu segera mencari saat yang tepat untuk menutup usahanya dan segera menikmati masa pensiunnya.
Saya jadi merenung, andai dan sudah pasti banyak pengusaha yang sedang menghitung-hitung antara meneruskan usahanya atau menutup usahanya dibanding merelokasi usahanya. Jangan berpikir sampai memindahkan pabrik ke China atau Vietnam yang UMR dan biaya operasionalnya lebih murah dan ekonomis, karena bakal lebih parah ejekannya. Dibilang nggak nasionalis lah, capital flight, dan lain lain.