Mohon tunggu...
Firdaus Hidayat
Firdaus Hidayat Mohon Tunggu... -

Lagi geregetan dengan kondisi Indonesia... Fans berat Bob Sadino, Ciputra, dan Purdie Chandra.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pesawat Kepresidenan, Kenapa Tidak dari Dulu?

11 April 2014   20:37 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:47 336
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Akhirnya Indonesia memiliki pesawat khusus kepresidenan. Setelah puluhan tahun merdeka, baru sekarang seorang presiden Indonesia akan menjalani tugas kenegaraannya baik di dalam maupun di luar negeri, menggunakan pesawat khusus, yang lebih aman dan nyaman. Selama ini, presiden Indonesia sejak zaman Soekarno, Soeharto, Habibie, Gus Dur dan Megawati, selalu menggunakan pesawat carteran setiap kali melakukan kunjungan kerja.

Dengan menggunakan pesawat sendiri, maka kunjungan presiden akan lebih efisien. Begitu penjelasan dari menteri sekretaris negara Sudi Silalahi. Efisiensi terutama dari sisi pengeluaraan selain waktu. Pengeluaran negara untuk aktivitas presiden, akan dapat dihemat miliaran rupiah. Syukurlah, kalau memang faktanya demikian. Semoga pekerjaan presiden ke depan akan lebih efektif karena punya pesawat sendiri, plus mengangkat nama Indonesia juga sebagai negara yang lebih maju.

Secara umum respon masyarakat positif terhadap kehadiran pesawat kepresidenan ini. Ada yang mengatakan bangga, ada yang mengatakan memang sudah saatnya, dan lain sebagainya. Sebagai sebuah negara besar yang akan setara dengan negara besar lainnya, Indonesia memang sudah selayaknya punya fasilitas seperti itu. Indonesia harus maju, dan tidak boleh kalah dibanding negara lain.

Presiden SBY bertaruh besar dengan pengadaan pesawat kepresidenan ini. Bukan rahasia lagi jika masyarakat sangat sensitif dengan urusan pembelian inventaris negara atau pengeluaran uang negara. Sejumlah rencana pemerintah atau DPR sempat mental gara-gara respon negatif dari masyarakat. Misalnya, rencana renovasi gedung DPR yang memang di sana sini sudah rusak. Ditentang masyarakat karena opini umum terlanjur memberi cap negatif kepada DPR. Angka yang diajukan DPR pun dianggap terlalu besar dan sebagainya. Akhirnya rencana itu gagal.

Namun kedatangan pesawat kepresidenan ini justru disambut baik. Lebih banyak yang positif dibanding negatifnya. Padahal harganya sekitar 800 miliar rupiah. Pertaruhan besar bagi presiden SBY...  Namun, SBY sangat cerdas dan berani bertaruh dengan risiko itu. Pembelian pesawat tidak dilakukan di masa-masa awal pemerintahannya, melainkan di ujung masa-masa kepresidennya yang kedua atau periode kedua. Kalaupun ada tanggapan negatif dari masyarakat, SBY bersedia menerimanya, dan bersedia berkorban dihujat. Yang penting, lembaga kepresidenan Indonesia tetap terhormat dan presiden mendatang yang akan menikmatinya. Sebuah kebijakan positif, yang sedikit tidak populis.

Adakah yang bertanya, “Kenapa kebijakan ini tidak dari dulu?”

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun