Mohon tunggu...
Firdaus Hidayat
Firdaus Hidayat Mohon Tunggu... -

Lagi geregetan dengan kondisi Indonesia... Fans berat Bob Sadino, Ciputra, dan Purdie Chandra.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Perbedaan Anti Ahok dan Anti Trump

16 November 2016   21:51 Diperbarui: 16 November 2016   21:58 350
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Menarik melihat sepak terjang masyarakat Amerika Serikat, dan masyarakat Indonesia dalam berdemokrasi. Terdapat sejumlah kemiripan, khususnya dalam kasus terpilihnya Donald Trump sebagai presiden USA dan majunya Ahok sebagai calon gubernur DKI. Muncul kelompok yang anti terhadap kedua tokoh tersebut. Namun dalam sejumlah hal, ternyata kelompok anti Ahok lebih ‘unggul’ dibanding masyarakat anti Trump.

Yuk kita preteli satu persatu.

Pertama, sebagian masyarakat Amerika Serikat menjadi antipati terhadap Trump karena sikap, kebijakan dan ucapan-ucapan Trump yang kontroversial. Mulai dari masalah rasialis sampai gender. Kalau saja di Amerika Serikat ada pasal-pasal hukum seperti di Indonesia, mungkin saja Trump pun akan dilaporkan ke mabes polisinya USA. Sikap dan ucapan Trump itu yang menjadi pangkal utama munculnya antipati. Trump menciptakan musuhnya sendiri. Tapi pengusaha besar itu hebat, karena mampu meyakinkan warga tradisional Amerika yang mayoritas memeluk protestan untuk memilihnya. 

Ahok? Setali tiga uang. Ahok juga menimbulkan antipati salah satunya karena ucapan-ucapannya yang sering kontroversial dan ‘kasar’. Masyarakat yang awalnya biasa saja pun ujug-ujug menjadi sebal. Antipati jenis yang satu ini, kemudian bergabung dengan mereka yang anti Ahok karena kecewa, dikecewakan, dipecat, dikurangi jatahnya, dihalangi bisnisnya dan lain sebagainya. Masalahnya Ahok bukan seperti Trump yang berasal dari mayoritas, tapi dari kelompok minoritas. 

Kedua, anti Trump membuat aksi-aksi menolak miliarder itu sejak berlangsungnya kampanye pilpres di sana. Banyak sekali isu-isu negatif yang dimunculkan. Bahkan parodi, ejekan, hinaan silih berganti hadir untuk menghadang Trump. Hasilnya sejumlah survey merilis citra Trump turun. Walaupun tidak signifikan. Namun beberapa ketua tim kampanye Trump sampai mengundurkan diri akibat kontroversi yang dibikin Trump.

Anti Ahok pun demikian. Sejak sebelum bergulirnya kampanye, gerakan anti Ahok terus bermunculan. Yang paling dahsyat adalah demo 4 Nov lalu. Plus penolakan-penolakan sebagian warga di sejumlah lokasi. Jalur hukum menjadi pilihan anti Ahok untuk menjegal. Berbagai ha negatif itu, menghasilkan elektabilitas Ahok yang turun drastis versi beberapa survey. 

Ketiga, anti Trump turun ke jalan berdemonstrasi menolak kemenangan Trump. Sebuah aksi yang tidak demokratis karena memprotes hasil pemilu, yang notabene sudah sesuai dengan aturan demokrasi. Warga Amerika yang anti Trump terlambat. Nasi sudah jadi bubur. Trump sudah menang. Apalagi aksi demonya juga diwarnai kekerasan dan penembakan. Sangat tidak dewasa dan tidak mencerminkan Amerika sebagai negara demokrasi. 

Beda dengan kelompok anti Ahok yang mayoritas memang muslim, karena negara kita memang mayoritas muslim. Mereka sudah berdemo sejak sebelum pilkada. Dan berlangsung relatif damai. Padahal, demo terjadi di banyak kota, sama seperti di Amerika. Tapi tidak ada kerusuhan seperti di USA sana. Hanya bentrokan kecil di Jakarta. 

Di kota lain, aman. Setelah pilkada dengan hasil apapun, masyarakat kita pasti tidak akan demo. Pengalaman menunjukkan hal tersebut. Jokowi vs Prabowo pada pilpres lalu bersaing begitu ketat. Bahkan menghasilkan dua kubu yang ‘berperang’ sengit. Tapi setelah pilpres, tidak ada demo anti Jokowi bukan? Perang yang terjadi kemudian hanya di media sosial. Itulah masyarakat Indonesia. Sudah lebih dewasa dalam berdemokrasi.

Dari perbandingan kedua kelompok masyarakat tersebut, bolehlah diambil kesimpulan bahwa kelompok anti Ahok di Indonesia, lebih dewasa dan matang dibanding kelompok anti Trump di Amerika Serikat. Apa yang mereka pertontonkan seharusnya menjadi cermin dan pelajaran buat kita semua di sini. Bahwa kita bangsa Indonesia yang beragam agama, suku, budaya, bahasa, dengan keterbatasan tingkat pendidikan dan ekonomi, ternyata mampu berdemokrasi dengan lebih baik, lebih dewasa, lebih matang dan lebih terhormat dibanding ‘mbahnya’ demokrasi Amerika Serikat. 

Kita beragam dan berbeda, tapi menghargai proses demokrasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun