Mohon tunggu...
Firdaus Hidayat
Firdaus Hidayat Mohon Tunggu... -

Lagi geregetan dengan kondisi Indonesia... Fans berat Bob Sadino, Ciputra, dan Purdie Chandra.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan featured

Belajar dari Ali Sadikin, A.M. Fatwa dan Tokoh Lainnya

13 Desember 2016   10:26 Diperbarui: 14 Desember 2017   11:18 1159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sosok Ali Sadikin dan A.M. Fatwa kemungkinan besar diketahui oleh Kompasianer. Ali Sadikin terkenal sebagai sosok pemberani, pejabat pada masa Soekarno dan Soeharto. Ketegasannya seringkali bertentangan dengan pimpinannya termasuk Soeharto. Bang Ali, demikian biasa disapa, termasuk tokoh Petisi 50 yang secara terbuka menentang sikap Soeharto selama berkuasa. Akibatnya, hak warga negara bang Ali dibatasi secara ketat, termasuk dicekal bepergian ke luar negeri.

Sedangkan A.M. Fatwa adalah seorang aktivis yang kemudian terjun ke partai politik dan sempat menjadi pimpinan DPR. Pada era 1970-1980-an Fatwa adalah aktivis yang cukup vokal menyuarakan kegelisahan kondisi bangsanya. Berkali-kali dia tidak sepakat dengan kebijakan Soeharto, pada masa Orde Baru. Dia menjadi langganan jeruji penjara karena sikap politiknya tersebut.

Namun apa yang mereka lakukan secara pribadi sungguh berbeda dibanding secara politik. Secara politik bang Ali dan Fatwa menentang Soeharto. Secara pribadi, mereka tetap saling menghormati. Bang Ali setelah pensiun, berkali-kali berkunjung ke rumah Soeharto dan Soeharto membalasnya. Demikian pula Fatwa. Dia rutin mengirim surat ucapan selamat ulang tahun dan selamat hari raya, yang selalu dibalas oleh Soeharto. Bahkan ketika keluarga Soeharto menyusun buku “Untold Stories”, hanya Fatwa – tokoh yang bertentangan dengan Soeharto – yang dimintai testimoni dalam buku tersebut.

Hal itu menunjukkan betapa besar jiwa mereka. Secara politik boleh berseberangan bahkan sangat keras. Namun secara pribadi, mereka tetap menjaga silaturahmi. Hal itu mereka lakukan, karena mereka juga melihat sejumlah contoh dan teladan dari tokoh bangsa kita pada masa perjuangan dan kemerdekaan. Soekarno, Hatta, Agus Salim, Sutan Syahrir dan lain sebagainya, adalah tokoh-tokoh besar yang berjjiwa besar. Mereka lebih mengutamakan kepentingan bangsa dibanding kepentingan pribadinya.

Dewasa ini kita melihat sejumlah perbedaan. Namun, saya sangat yakin, kita semakin dewasa karena memiliki teladan yang luar biasa pada diri tokoh-tokoh besar bangsa ini. Prabowo dan Jokowi pun pasti sudah membaca dan mengetahui teladan itu, sehingga mereka pun tampak ‘mesra’ setelah perseteruan Pemilu. Tokoh lain seperti SBY, Akbar Tanjung, JK, dan pemimpin lainnya, pasti juga berpendirian sama. Yang beda hanya tinggal beberapa gelintir saja.  

Bangsa ini akan maju jika kita belajar dari sejarah dan meneruskan hal-hal positifnya. Bangsa ini akan menjadi bangsa besar yang utuh, bersatu, sejahtera, adil dan makmur. Mari belajar dari keteladan mereka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun