Mohon tunggu...
Firdaus Hidayat
Firdaus Hidayat Mohon Tunggu... -

Lagi geregetan dengan kondisi Indonesia... Fans berat Bob Sadino, Ciputra, dan Purdie Chandra.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Penanganan Bencana: Jepang Saja Belajar ke Sini!

1 Februari 2014   08:40 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:16 1141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika Presiden SBY berkunjung ke Jepang ketika mereka baru saja terkena gempa dan tsunami, wartawan Jepang banyak bertanya kepadanya. Mereka mengeluhkan lambannya penanganan bencana di Jepang, dan meminta sumbang saran dari SBY. Mereka menganggap SBY sukses menangani berbagai macam bencana dengan sistem koordinasi yang baik dan cepat. Awalnya SBY malu juga dimintai nasihat dan memang kemudian SBY mengatakan bahwa Indonesia justru belajar dari Jepang yang sudah lebih lama menangani bencana dengan baik. Tapi para wartawan itu tetap ngotot dan menyebut Indonesia sukses dalam hal penanganan bencana.

Pengakuan para wartawan Jepang itu menjadi salah satu dari sekian banyak pengakuan internasional terhadap sistem penanganan bencana yang dilakukan pemerintah Indonesia. Sejak peristiwa tsunami 2004, Indonesia berbenah secara sungguh-sungguh dalam menangani bencana. Bukan hanya dengan anggaran yang besar, melainkan juga dengan sistem yang kuat. Itulah sebabnya, pemerintah bersama DPR menggodok undang-undang tentang penanganan bencana pada 2005 dan mengesahkannya pada 2007. Sebuah tonggak bersejarah karena Indonesia adalah negara paling rawan bencana setara dengan Jepang. Bahkan jenis ancaman bencana di Indonesia jauh lebih banyak, mulai dari letusan gunung berapi, gempa bumi tektonik dan vulkanik, tsunami, banjir dan tanah lonsgor serta angin topan.

Anda jangan heran dan mencari kambing hitam apapun terhadap bencana yang terjadi di negeri kita setiap tahunnya. Karena memang negara kita adalah negara yang paling rawan bencana. Silakan bandingkan dengan Singapura, Thailand, atau dengan Swedia, Denmark dan negara lain yang relatif jarang terkena bencana. Bencana alam tidak bisa langsung dihubung-hubungkan dengan perilaku manusia. Kecuali bencana yang memang akibat ulah manusia seperti longsor karena penggundulan hutan dan banjir karena penyempitan sungai.

Kembali ke penanganan bencana. Sejak 2008, Indonesia memiliki BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) yang tersebar di semua propinsi. Mereka akan menjadi pusat koordinasi penanganan bencana, mulai dari alert atau peringatan, pencegahan sampai penanganan pasca bencana. Anda mesti tahu, bahwa keberadaan BNPB mengundang decak kagum dunia internasional. Jangankan sistem penanganannya, sistem informasi yang tertuang dalam website BNPB saja ditiru oleh banyak negara. Baru tahu juga bahwa website BNPB dinobatka sebagai website lembaga penanganan bencana tersebut se-Asia.

Secara keseluruhan penanganan bencana di Indonesia memang menarik perhatian dunia. Pada 2011 lalu, penanganan bencana di Indonesia mendapatkan penghargaan sebagai yang terbaik di Asia Pasifik. Yang memberikan penghargaan bukan lembaga survey yang sekarang sering wara wiri di televisi atau organisasi abal-abal. Yang menyebut penanganan bencana Indonesia terbaik se-Asia Pasifik adalah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Sejak penghargaan tersebut diperoleh, banyak sekali negara yang belajar kepada Indonesia bagaimana menangani bencana. Terutama penanganan pasca tsunami di Aceh. Bencana itu amat dahsyat. Tapi pemerintah mampu secara perlahan, tertata, dan tersistem menanganinya. Kemudian gempa di Padang Sumatera Barat yang juga cukup besar, di atas 7 skala richter. Pengalaman penanganan di Aceh sangat berguna untuk menangani bencana di Padang. Hal-hal tersebut menjadi bahan pelajaran bukan hanya buat instansi pemerintah Indonesia melainkan juga berbagai negara lain.

Jepang, mbahnya penanganan bencana yang sudah terkenal (Walaupun dianggap tidak demikian oleh wartawan di sana – seperti tertulis di atas), juga tidak malu belajar kepada BNPB. Selama ini Jepang selalu mampu mandiri dalam menangani bencana baik dari segi relawan maupun dana. Tapi, bencana tsunami lalu sangat besar dan dampaknya luar biasa. Akhirnya Jepang membuka diri terhadap bantuan asing. Tidak kurang dai 115 negara memberikan bantuan langsung ke Jepang. Namun, mereka tidak berpengalaman mengelola bantuan asing. Apa yang terjadi? Bantuan itu menumpuk di Tokyo dan lambat didistrubiskan ke lokasi bencana.

Jepang memang luar biasa. Dalam waktu singkat mereka memutuskan untuk meminta bantuan BNPB dalam hal pengelolaan distribusi bantuan luar negeri. Mereka tahu persis, BNPB sudah dinobatkan sebagai yang terbaik oleh PBB, dan mereka juga melihat dengan mata kepala sendiri, bagaimana kerja BNPB di Sumatera Barat ketika terjadi gempa. Jepang juga tersebut negara yang memuji Indonesia dalam penanganan tsunami Aceh. Lalu mereka belajar kepada BNPB. Luar biasa!

Ini fakta. Saya juga baru tahu belakangan, he he. Setelah baca ini di Kompasiana: http://metro.kompasiana.com/2011/09/28/soal-penanganan-bencana-indonesia-terbaik-di-asia-pasifik-397048.html

Malu juga dulu sempat mengkritik keras dan bahkan menyebut penanganan bencana kita memble. Ternyata, faktanya berkebalikan. Saya termakan berita berita buruk dan negatif di media massa, yang memang sifatnya begitu untuk menaikkan oplah dan rating. Apalagi dibumbui kepentingan politik pihak pihak tertentu, yang tidak ingin pemerintahan sekarang dinilai bagus di mata masyarakat. Kalau dinilai bagus, mereka tidak punya kesempatan dong menjadi penguasa. Hehe... logika picik.

Orang luar memang lebih objektif dalam melakukan penilaian. Sementara orang dalam, termasuk saya, pasti sangat subjektif. Itulah sebabnya, wasit dan juri dalam setiap pertandingan olahraga selalu berasal dari pihak luar, pihak netral, sehingga lebih objektif dalam menilai.

Saya berjanji akan lebih hati-hati dalam berkomentar. Komentar kita kan kadang hanya sekadar opini berdasarkan sedikit fakta, bahkan cenderung emosional. Malu juga kalau ternyata, keadaan sesungguhnya tidak demikian. Apalagi juga tidak banyak membantu secara langsung pas bencana, hehe...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun