Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam seminggu terakhir berkunjung ke berbagai daerah secara marathon. Dari berbagai media kita bisa mendapatkan informasi tentang keberangkatan SBY menggunakan kereta api dari Jakarta menuju kawasan Gunung Kelud yaitu sejumlah kota Blitar, Malang dan Kediri. Beberapa hari kemudian, SBY tanpa kembali ke Jakarta terlebih dahulu langsung terbang dari Malang ke Sulawesi Selatan. Di sana, SBY mendatangi sejumlah kota mulai dari Pare-Pare, Toraja, Palopo, Wajo sampai Makasar.
Yang menarik perhatian adalah bagaimana pengamanan seorang presiden ketika melakukan kunjungan tersebut. Prosedurnya seperti apa?
Saya coba cari data-data tentang pengamanan presiden. Hasilnya, ternyata di negara manapun, pengamanan terhadap seorang presiden memang paling ketat, dibandingkan pengamaman siapapun. Di Amerika Serikat, kita bisa melihat bagaimana ketatnya pengamanan buat presiden. Di film-film yang bercerita tentang presiden Amerika, kita bisa menyaksikan bagaimana pasukan khusus menjadi pemain utama dalam pengamanan tersebut. Demikian pula pengamanan presiden di negara-negara Eropa dan negara maju lainnya. Ketat. Bahkan amat ketat. Pun demikian di negara-negara berkembang, serta bahkan di negara-negara miskin. Pengamanan presiden begitu ketat.
Bagaimana dengan pengamanan presiden di Indonesia? Literaturnya memang terbatas. Tidak ada mantan anggota atau komandan pasukan pasukan presiden yang menulis buku tentang pengamanan presiden. Lihat data-data di Google pun tidak lengkap. Terbatas. Tapi di buku Selalu Ada Pilihan, yang ditulis langsung oleh Presiden SBY, kita bisa sedikit mengetahui bagaimana pengamanan ketat tersebut.
Di salah satu bagiannya, SBY bercerita tentang kejadian dia melangkahi prosedur ketat pengamanan, karena situasi dan kondisi yang mengharuskan hal tersebut terjadi. Misal, ketika jalanan sangat macet, sedangkan presiden harus tiba di lokasi tepat waktu. SBY meminta komandan pasukan mengizinkannya menaiki sepeda motor (gede) pengawal, agar sampai di tujuan tepat waktu. Terjadi perdebatan kecil, karena komandan pasukan terikat pada prosedur pengamanan yang sangat ketat. Risikonya besar, jika presiden naik motor. Dia baru mau mengizinkan SBY naik motornya, setelah presiden meyakinkannya dan menyebut hal tersebut sebagai perintah. Buat saya, isi buku ini sangat menarik... karena info itu belum pernah saya dengar sebelumnya.
Ternyata memang pengamanan buat seorang presiden harus sangat ketat. Risikonya amat besar jika terjadi suatu hal yang tidak diinginkan. Dan yang bertanggung jawab adalah Komandan Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres). Tidak heran jika sang komandan tidak mengenal kompromi, tegas dan ketat dalam menjalankan prosedur. Mungkin itu pula yang membuat masyarakat kadang merasakan ketidaknyamanan ketika harus bersinggungan dengan rombongan presiden. Prosedurnya memang begitu. Risikonya adalah keselamatan kepala negara dan kepala pemerintahan.
Ketika saya baca berita-berita tentang kunjungan presiden di daerah, lihat di berita-berita lokal, foto-fotonya... kadang terlihat pengamanan agak melonggar. Mungkin bukan melonggar, tapi keadaan yang mengharuskan demikian.Misal ketika presiden dikerubungi masyarakat, atau ketika mereka saling bersalaman. Dalam perjalanan dari satu kota ke kota lainnya pun demikian. Kadang presiden membuka jendela mobilnya lalu menyapa masyarakat yang melihat di pinggir jalan. Masyarakat memang antusias melihat presidennya lewat. Prosedurnya, presiden tidak disarankan membuka jendela mobil karena sangat berrisiko.
Tapi mungkin presiden punya pertimbangan sendiri. Dia buka jendela lalu menyapa masyarakat yang ada di pinggir jalan. Dia pertaruhkan risiko keselamatannya, demi menyapa masyarakat yang sangat senang mendapatkan sapaan dari presidennya. Tinggallah para pasukan pengawal presiden yang dag dig dug karena khawatir terjadi sesuatu...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H