Mohon tunggu...
Firdaus Amyar
Firdaus Amyar Mohon Tunggu... -

Penggemar sepak bola yang suka makan bakso dan coto Makassar. Saat ini tinggal di Birmingham, Inggris.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Orang Indonesia Itu Super Ramah tapi Sangat Percaya Takhayul

27 Desember 2013   05:38 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:27 636
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Mempunyai beberapa teman yang berasal dari berbagai negara yang kebetulan pernah bersentuhan dengan orang atau budaya Indonesia, saya mencoba melakukan survey kecil-kecilan bagaimana pandangan mereka terhadap orang Indonesia. Saya minta mereka menjawab sejujur-jujurnya. Ternyata hasilnya tidak berbeda dengan berita-berita atau survey-survey sejenis tentang stereotype orang Indonesia di mata orang-orang luar.

Orang Indonesia itu:

1. Incredibly friendly, warm, extroverted, polite, good fun, and they have a great sense of humour. Orang Indonesia itu sangat ramah, bersahabat, hangat, terbuka/ekstropet, sopan, menyenangkan, dan punya rasa humor yang tinggi. Jawaban ini hampir selalu berada di nomor satu atas kesan positif orang luar terhadap Indonesia. Khusus poin terakhir, saya sangat setuju. Lihat saja pelawak-pelawak di tivi kita yang selalu menghujat kekurangan fisik seseorang sebagai bahan lawakan. Dan anehnya audiens pun senang sambil bertepuk tangan dan terbahak-bahak. Jangan heran orang yang dianggap punya kekurangan fisik justru akan menjadi pelawak terkenal di Indonesia.

2. Rubber-time/rarely on time. Jam karet. Jarang tepat waktu. Ini jawaban negatif tertinggi terhadap orang Indonesia. Budaya ini bahkan bisa terbawa-bawa oleh mahasiswa Indonesia yang menempuh pendidikan di luar negeri. Pengalaman saya, ketika menghadiri kuliah atau pertemuan dengan orang-orang non-Indonesia, orang Indonesia membiasakan datang tepat waktu. Namun, ketika acaranya diadakan oleh orang-orang Indonesia sendiri, hampir dipastikan acara akan terlambat karena yang datang satu-persatu, bahkan ketika acaranya hampir selesaipun masih ada yang baru datang. “Maaf, jalanan macet tadi…” Ah, ini bukan Jakarta Bung, ini Birmingham.

3. Reluctant to queue. Enggan untuk antri. Tapi menurut teman saya, ada nsur pembenarannya juga. “Bagaimana mau antri, kalau paling belakang tidak bakal kebagian”, sambil melihat kerumunan desak-desakan penerima zakat dari seorang dermawan yang maha terpandang di kampung seberang.

4. Live for today – who cares about tomorrow, no planners. Hidup hanya untuk hari ini, siapa peduli hari esok. Tanpa perencanaan. Jarang orang Indonesia yang punya perencanaan hidup pribadi atas keuangan, pendidikan, karir, dan cita-cita. “Makan tidak makan yang penting kumpul” (mana asyik kumpul-kumpul padahal perut lapar), “biar susah asal bahagia” (padahal lebih enak biar kaya asal bahagia), “biasa, tanggal tua nih” (emang tanggal bisa ubanan) merupakan ungkapan-ungkapan pembenaran kita bahwa susah memang sudah takdir, bukan dari sebab-akibat.

5. Unwilling to confront or give 'bad news' and say "no". Enggan berkonfrontasi, memberi berita buruk dan mengatakan tidak. Ini dapat terlihat bagaimana cenderung diamnya sebagain besar mahasiswa Indonesia ketika berkuliah di luar negeri (termasuk saya) dibandingkan dengan mahasiswa dari negara lain. Padahal ketika ujian tertulis, kita tidak pernah kalah diadu. Anak cenderung harus diam dan tunduk walaupun berada pada posisi benar. Murid tabu untuk membantah guru. Untuk hal-hal menyenangkanpun kita cenderung diam. Saya punya dua orang anak yang kebetulan ber-Sekolah Dasar disini (Birmingham, Inggris). Mereka tak pernah lupa selalu mengatakan thank you jika seseorang membantunya, mengatakan sorry jika merasa bersalah, mengatakan I don’t like it jika tidak suka sesuatu, dan tak pernah lupa mengucapkan I love you untuk menyatakan betapa sayangnya mereka terhadap saya. Padahal, ketika kecil dan sampai sekarangpun sangat sulit saya mengatakan I love you kepada ibu-bapak, adik-kakak saya, secara langsung, walau pada kenyataannya saya cinta mereka lahir bathin.

6. Superstitious, use feeling not logic, slow, inferior, lacking discipline, do not follow rules, corrupt. Percaya takhayul, kadang mengedepankan perasaan daripada logika, lambat, suka inferior, tidak disipilin, tidak taat peraturan dan suka korupsi. Beberapa teman dari luar negeri terkaget-kaget bukan kepalang mengetahui isu kolor ijo dan nenek gayung menjadi berita nasional yang menakutkan dan menghebohkan. Orang Indonesia cenderung lambat dan suka rendah diri terhadap kemampuannya sendiri. Orang Indonesia lebih senang menyelesaikan masalah di luar prosedur, di bawah meja, bahkan di pinggir kuburan.

7. Family-oriented. Berorientasi keluarga. Berbeda dengan orang barat yang cenderung individualis dan mengedepankan hak-hak individu bahkan teradap orang tua sendiri, orang Indonesia memiliki ikatan kekeluargaan yang kuat. Orang Indonesia sangat hormat terhadap orang tua, paman, bibi, kakak. Kenyataan menarik, gaji pertama seorang anak Indonesia diberikan sebagain besar untuk bapak-ibunya. Dan mereka tidak pernah luput menyisihkan gajinya untuk diberikan kepada orang tua mereka. Kita selalu memikirkan dan meminta pendapat keluarga terhadap pesoalan apapun. Apapun yang terjadi pada kita, selalu ada keluarga sebagai support system. Orang barat sangat iri dengan ini. Jangan heran, karena ikatan yang demikian kuat, tradisi mudik bertemu keluarga setiap lebaran tak akan pernah hilang. Saya pernah membaca berita, seorang guru di Australia yang pernah punya pengalaman mengajar di sekolah di Indonesia kaget karena tanganya dicium oleh murid sebagai rasa hormat murid terhadap guru. Murid Indonesia sangat menghormati guru, katanya.

Ah, betapa bangganya saya dengan poin nomor 7 dan sebagian poin nomor 1. Poin nomor 7 inilah keuatan sesungguhnya yang kita miliki untuk menjadi negara yang besar. Seandainya poin nomor 2 dan 6 bisa kita perbaiki melalui pendidikan dan kebudayaan secara berkesinambungan, saya sangat yakin, Indonesia akan menjadi negara maju, dan tidak sekedar maju seperti negara-negara barat saat ini, tetapi juga punya moral, akhlak, dan mentalitas yang kuat.

Majulah Bangsaku. Modal besar sudah ada di tanganmu.

FA 261213

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun