Mohon tunggu...
Firdaus Amyar
Firdaus Amyar Mohon Tunggu... -

Penggemar sepak bola yang suka makan bakso dan coto Makassar. Saat ini tinggal di Birmingham, Inggris.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ada yang Salah dengan Cara Berguyon Kita

28 Desember 2013   17:03 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:24 184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kita semua pasti pernah tertawa terbahak-bahak melihat acara lawak di TVyang mengejek-ngejek kekurangan fisik sesama pelawak lain. Atau di program acara kongkow-kongkow yang host-nya hobi mencela bintang tamu, penonton, dan bahkan dengan sengaja diangkatnya seorang co-host yang selalu menjadi santapan lezat olok-olokan karena mungkin menurut mereka "lugu" dan berwajah kampungan. Ah ternyata, usut punya usut tidak hanya di acara seperti ini saja. Fenomena ini ada di sinetron, acara musik, bahkan di acara dakwah sekalipun dimana sang ustadz kadang tak canggung mencela-cela fisik seseorang.

Apakah ada yang salah? Jelas.

Sejauh pengamatan saya, di negara-negara lain, menghina kekurangan fisik seseorang, mengolok-oloknya, apalagi di depan umum, merupakan pelanggaran kemanusiaan yang cukup serius, walaupun itu hanya untuk lucu-lucuan.

Mari kita bandingkan acara Oprah Winfrey Show dengan, misalkan, acara Hitam Putih atau Bukan Empat Mata. Bandingkan acara komedi The Big Bang Theory dengan, misalkan, Opera van Java dan Facebooker. Tidak pernahkah para pecinta seni dan produser di Indonesia membuat acara yang lebih cerdas dan kreatif. Banyak bahan lawakan yang bisa dibuat tidak kampungan tetapi tetap bisa mengundang tawa penonton.

Dampaknya? Tentu saja ada. Acara-acara tersebut ditayangkan di "prime time" dimana anak-anak dengan mudahnya bisa menonton dan meniru. Kita dengan sendirinya menciptakan budaya sakit yang tidak memghormati kondisi dan hak-hak orang lain. Kita, misalkan, dengen entengnya memanggil teman si peyang, si tonggos (maaf) karena tidak pernah merasa ada yang salah dengan panggilan tersebut.

Ah  dalam hati saya menerka, merekapun manusia, sayapun ragu mereka terima begitu saja diolok-olok atau dipanggil berdasarkan kekurangan fisik mereka. Untuk kasus para pelawak, sepertinya mereka hanya coba membiasakan diri diolok-olok seperti itu karena dengan jalan itulah mereka mendapatkan uang.

Lawakan-lawakan dan guyonan-guyonan semacam ini sama saja dengan mengejek kesempurnaan Tuhan yang menjadikan kita berbeda-beda. Bukankah kalau kita ikut tertawa tebahak-bahak berarti kita ikut menertawakan Tuhan.

FA 281213.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun