Dalam era yang penuh tantangan ini, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Indonesia, harus menghadapi berbagai rintangan untuk meningkatkan profitabilitas. Salah satu kunci utama dalam mencapai tujuan tersebut adalah melalui pengelolaan biaya yang efektif. Seperti halnya UMKM lainnya, Dokensu dihadapkan pada berbagai tantangan dalam menentukan harga jual, volume penjualan, serta mengoptimalkan laba. UMKM Dokensu, produsen makanan ringan di Boyolali, memberikan contoh nyata bagaimana strategi pengelolaan biaya dapat membantu meningkatkan efisiensi dan mendukung pertumbuhan usaha.
Salah satu pendekatan yang relevan untuk kasus ini adalah penerapan konsep Biaya-Volume-Laba (BVL), sebuah alat analisis yang penting dalam pengambilan keputusan manajemen. Melalui analisis BVL, Dokensu dapat memahami hubungan antara biaya, volume penjualan, dan laba yang dihasilkan, sehingga dapat mengoptimalkan strategi bisnisnya.
Dokensu sendiri adalah sebuah UMKM yang bergerak dalam industri makanan ringan berupa donat yang terletak di boyolali. Namun tidak seperti UMKM donat pada umumnya, Dokensu ini memiliki karakter tersediri dimana dalam donat tersebut tidak hanya terbuat dari tepung terigu dan bahan donat lainnya tetapi menggunakan tambahan berupa kentang dan susu. Hal itu yang membuat Dokensu ini menjadi lebih lembut dan digemari oleh Masyarakat sekitar. Pemilik dari Dokensu yaitu Bapak Muhammad Musa mengatakan bahwa Dokensu ini memiliki berberapa cabang yang tersebar di Boyolali.
Dalam dunia usaha yang sering kali dipenuhi dengan tantangan, Dokensu menunjukkan bahwa biaya pengelolaan yang tepat dapat menjadi alat yang ampuh untuk mencapai profitabilitas yang lebih tinggi. Dengan memanfaatkan prinsip akuntansi manajemen, Dokensu melakukan analisis mendalam terhadap struktur biaya mereka, termasuk biaya tetap dan variabel.
Untuk mempermudah pengelolaan, penting bagi Dokensu untuk mengklasifikasikan biaya menjadi dua kategori utama: biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap mencakup gaji karyawan, dan penyusutan peralatan. Variabel biaya meliputi bahan baku donat, biaya pengemasan, dan biaya operasional lainnya yang berubah sesuai dengan volume produksi. Dengan pemahaman yang jelas tentang klasifikasi ini, Dokensu dapat merencanakan produksi dan penjualan dengan lebih efisien, serta menghindari kerugian akibat pengeluaran yang tidak terencana.
Sebagai UMKM yang mengandalkan bahan baku lokal, Dokensu Boyolali menghadapi tantangan fluktuasi harga bahan baku, tenaga kerja, dan biaya overhead. Dalam menghadapi hal ini, mereka mulai menerapkan analisis biaya untuk memisahkan biaya tetap dan variabel. Dengan memahami struktur biaya secara rinci, Dokensu mampu melakukan efisiensi dalam beberapa aspek, seperti mengurangi pemborosan bahan baku.
Dalam menggunakan metode BVL ini memerlukan biaya tetap dan juga biaya variabel untuk perhitungannya. Metode BVL sangat berguna bagi Dokensu untuk memahami hubungan antara biaya, volume penjualan, dan keuntungan. Dengan menggunakan analisis ini, pemilik usaha dapat mengambil keputusan strategi terkait harga jual dan volume produksi. Misalnya, jika Dokensu ingin meningkatkan margin keuntungan, fokus dapat diarahkan pada peningkatan nilai tambah produk atau efisiensi dalam penggunaan bahan baku. Didalam analisis BVL terdapat metode analisis titik impas.
Pada analisis titik impas Dokensu menggunakan pendekatan laba operasi dan Dokensu menggunakan analisis titik impas untuk menentukan volume penjualan minimum yang harus dicapai agar dapat menutup semua biaya. Dengan cara ini,dokensu mengetahui batas aman penjualan untuk menghindari kerugian.
Jika biaya tetap Dokensu adalah Rp 9.000.000 per bulan, biaya variabel per unit produk adalah Rp 597, dan harga jual per unit adalah Rp 2.500, Dokensu harus menjual setidaknya 4.287 unit untuk mencapai titik impas. Informasi ini membantu Dokensu untuk merancang strategi pemasaran dan penjualan untuk memastikan target penjualan tercapai.
Setiap usaha menginginkan untuk meraih laba operasi yang lebih besar daripada nol. Analisis BVL memberikan cara untuk menentukan jumlah unit produk yang perlu dijual agar perusahaan dapat mencapai laba yang diinginkan. Jika diasumsikan bahwa pemilik dari Dokensu menginginkan laba pada usahanya sebesar Rp 112.500.000 setiap bulannya, maka Dokensu perlu menjual 63.419 unit donat untuk mencapai laba tersebut. Sama halnya dengan perhitungan titik impas, informasi mengenai laba operasi yang ditargetkan ini membantu Dokensu untuk merancang strategi pemasaran
Kesimpulan