Mohon tunggu...
Firda Aulia
Firda Aulia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi I Jurnalis Pers Mahasiswa

Wanita yang menyukai isu Feminisme, Perempuan, lingkungan dan Kelompok Marjinal.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Feminisme di Era Reformasi

12 April 2022   06:40 Diperbarui: 12 April 2022   06:50 606
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Sejak masa Gerakan Wanita Indonesia (Gerwani) dalam kongres wanita Indonesia yang diselenggarakan di Palembang tahun 1955 hingga masa seterusnya. Setelah kemerdekaan, isunya berubah menjadi partai wanita rakyat yang diinisasi oleh Nyi Sri Mangunsarkoro dan mengikuti pemilihan umum pada tahun 1951 dan 1955 walaupun kalah di kedua pemilu tersebut.

Organisasi-organisasi perempuan baru mulai bermunculan dan mengangkat isu tentang seksualitas dan penghapusan kekerasan termasuk kekerasan dalam rumah tangga dan kekerasan seksual. Lahir pada 1985, Kalyanamitra adalah organisasi pertama yang berdiri mandiri dan mengusung isu tersebut, disusul dengan lembaga bantuan hukum asosiasi perempuan indonesia untuk keadilan (LBH APIK).

Dari kalangan wartawan pun hadir sosok aktivis perempuan, Rohana Kudus berasal dari Minangkabau, Sumatera Barat. Ia mendirikan sekolah kerajinan amal setya untuk memberdayakan perempuan secara ekonomi pada tahun 1911. Selang setahun Rohana menulis pada surat kabar Soenting.

Berbagai tanggapan datang dari para aktivis organisasi, Fawwaz Syafril Dirana yang sudah mengikuti beberapa organisasi mahasiswa dan organisasi extra mahasiswa. Memberikan persepsinya, bahwa tidak hanya perempuan dan feminisme. Tapi perempuan kini menyuarakan isu yang lebih struktural

"Bahwa gerakan kaum-kaum perempuan sekarang luar biasa, mereka tidak hanya berfokus pada isu perempuan. Namun juga kelompok yang termarjinalkan," ungkap mahasiswa jurusan psikolog ini.

Selain itu Sasti Ranggasari, mahasiswi Universitas Negeri Surabaya (Unesa). Juga menyoroti banyak perubahandalam stuktural lembaga pemerintah di Indonesia. Saat sesudah reformasi, dan perempuan mendapatkan kebebasan demokrasi.

"Kontribusi perempuan saat seusai reformasi, banyak sekali perubahan-perubahan. Kursi-kursi DPR, Mentri banyak didapati perempuan. Ketika sudah mendapatkan kebebasan demokrasi," Kata mahasiswi berambut panjang ini.

Selain itu sasti menambahkan, bahwa perempuan sanggup menyetarakan gender. Bisa dibuktikan dengan merebaknya pemimpin organisasi, lembaga pemerintah yang diduduki oleh perempuan. Hal tersebut menjadi bentuk upaya kesetaraan gender, dengan perjuangan dan dedikasi yang sama.

"Keterbukaan inilah yang harus kita junjung selalu, bagaimana perempuan memperjuangkan feminisme tidak hanya sekadar ungkapan. Tapi diimplementasikan, perempuan sanggup menjadi pemimpin, sanggup menyetarakan diri dengan lelaki. Dengan perjuangan yang sama dan dedikasi yang sama," pungkas wanita sapaan akrab Sasti.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun