Tahlil berasar dari kata “hallala”, yang berarti membaca kalimat la ilaha illallah. Tahlilan bertujuan untuk melakukan doa bersama bagi orang yang sudah meninggal.
Tahlil adalah suatu bentuk kolaborasi antara agama dan budaya di Pulau Jawa. Ada sebagian orang yang menganggap tahlilan adalah bid’ah, hal tersebut mungkin karena mereka belum mengetahui sejarah masuknya islam di tanah Jawa.
Sejarah Tahlilan
Awalnya orang zaman dahulu hanya memiliki tujuan untuk menghibur keluarga orang yang meninggal dengan melakukan begadang di malam hari di rumah keluarga yang ditinggalkan. Namun, setelah masuknya para wali di tanah Jawa, hal tersebut dikolaborasikan dengan bacaan kalimat-kalimat thoyyibah, agar menjadi sebuah budaya yang baik dan bermanfaat. Warisan budaya tersebut terus dilakukan hingga saat ini.
Budaya di Desa Tumpukrenteng
Tahlilan wanita di Desa Tumpukrenteng RT 08 biasanya dilakukan setiap Rabu malam tepatnya setelah sholat maghrib. Kegiatan ini dilakukan ditempat anggota tahlil secara bergilir. Kegiatan ini bukan hanya sebagai rutinitas saja, namun mereka berkumpul berdoa untuk orang yang sudah meninggal dengan harapan agar orang yang sudah meninggal amalnya diterima oleh Allah dan mendapatkan ampunan atas dosanya. Bacaan dalam pelaksanaan Tahlilan bukan hanya kalimat Tahlil saja, namun juga membaca surat yassin, kalimat tasbih, shalawat, dan ditutup dengan doa. Anggota yang hadir akan diberi makanan setelah kegiatan tahlil selesai.
Kehadiran Mahasiswa KKM UIN Malang
Kehadiran mahasiswa KKM UIN Malang dalam tradisi tahlilan mencerminkan tujuan yang beragam. Beberapa mengikutinya sebagai kesempatan mendalam untuk memahami nilai-nilai keagamaan, sementara lainnya untuk mengenal budaya tahlil yang merupakan hal baru karena tidak semua dari mereka datang dari Pulau Jawa. Selain itu, kehadiran mahasiswa KKM UIN Malang juga memperkuat hubungan sosial di Desa Tumpukrenteng.
***
Harapan dari keikutsertaan mahasiswa KKM UIN Malang dalam kegiatan Tahlilan ini adalah bisa membentuk hubungan yang lebih erat. Bukan sekedar menjadi penonton warisan budaya, namun sebagai medium pertukaran budaya dan nilai tradisi lokal. Perbedaan budaya ini diharapkan membawa dampak positif yang mendalam antara dunia akademis dan Masyarakat setempat.