Ceritaku kali ini masih berada di Kota Proklamator. Tidak tahu kenapa kota yang satu ini memiliki eksistensi menarik untuk dikaji. Sejauh aku berjalan, kota ini memiliki tempat yang tiada habisnya untuk dikaji.
Tepat pukul 14:00 WIB aku menempatkan kaki disini. Angin sore makam langsung menyentuh tubuhku yang seketika masuk melalui pori-pori. Suasana hening terasa, yang ada hanya hamparan batu nisan.Â
Lokasi makam berada di Jln Sudanco Supriyadi Bandogerit, Kec Sananwetan, Kota Blitar.
Akses menuju ke makam sangat mudah, karena berada di pusat kota. Saat kaki melangkah ke makam saya langsung di sambut hangat oleh bapak petugas makam yang sedang berjaga.
Ini bukan kali pertama saya datang ke makam pahlawan Raden Wijaya Blitar. Sebelumnya saya sudah berkunjung kesini, tetapi tidak bertemu dengan petugas makam.
Selama di dalam makam saya dipandu baik dengan petugas makam tersebut untuk mengetahui sejarah berdirinya makam ini.
Menurut penuturan bapak penjaga makam mengatakan bahwa makam ini sudah ada sejak zaman dahulu kala. Hanya saja sekarang terdapat beberapa renovasi, mulai dari batu nisan hingga cat makam.
Dengan tegas beliau mengatakan bahwa pintu gerbang utama tersebut masih asli buatan penjajah. Batu yang digunakan untuk membangun masih asli. Hanya saja dipoles dengan pembaharuan cat.
Jika kalian berkunjung ke makam pahlawan Raden Wijaya Blitar, jangan kaget jika arsitektur dan batu nisan yang terlihat baru. Padahal itu sudah mengalami proses perbaikan.
Kaki ku terus menelusuri setiap jalan bagian makam. Angin sepoi-sepoi seolah langsung menusuk pori-pori tubuhku. Semakin menambah aura makam.Â