Mencari Jawab dan Wisata Gunung Bromo
Untuk menjawab rasa penasaranku tentang indahnya gunung Bromo dan betapa kuat daya pesona religinya, sehingga tempat ini di jadikan suatu pusat keilmuan sebuah perguruan olah jiwa dan membangkitkan energi diri dengan mottonya “ Self Defence and Ennesty”yangmana perguruan ini berpusat di London-Inggris, sehingga setiap peserta yang ingin meningkatkan keilmuannya untuk naik ke Level Master, harus melakukan ujian di tempat ini.
Untuk menjawab rasa penasaranku selama 15 tahun ini, ternyata sang penyelenggara hidup memperkenankan diriku, datang, menikmati, mensyukuri, menguak rahasia cerita, darimana semua ini berasal.Mencari jawab akan “Sangkan paraning dhumadi” (darimana semua berasal).
Niat ini sudah ada lama dalam benak sanubariku, untuk segera mencari jawab akan rasa penasaranku.Untuk itu kuputuskan berangkat ke tempat ini.Kamis,25 Desember 2014 pukul 16.00 Wib dengan penuh dan sebulat hati,setelah 1 (satu) tahun aku tinggal di kota Malang, 3 (tiga) tahun tinggal di Delta Sari Sidoarjo-Jawa Timur.Mungkin sebagian orang akan bertanya, mengapa harus 25 Desember 2014? ,hanya sebuah keputusan untuk ke tempat ini?
Selain asal tanah kelahiranku dari Oku Timur Sumatera Selatan yang cukup jauh disana, dan itulah terkadang rahasia hidup yang sulit untuk di jawab, karena manusia yang punya rencana, namun hanya Tuhanlah yang mengijinkannya.
Dengan berbekal persiapan seadanya, ku pacu mobilku menuju tempat yang selama ini ingin ku tuju.Bagasi mobilku penuh dengan persiapan, jika terjadi situasi darurat dan harus tidur di Mobil.Maka kursi belakang mobilku kulipat, kemudian kusiapkan tikar, matras, selimut, bantal,hal ini kupersiapkan jika aku dan keluargaku harus bermalam di mobil.
Sesampainya di parkir /pintu masuk Wisata Gn. Bromo, keberadaanku segera di hampiri anak-anak penjaja jualan peralatan pendakian, seperti Topi hangat, sarung tangan penghangat, dan kain penghangat.Ada keyakinanku bahwa setiap tempat yang kukunjungi akau harus berbagi rejeki atas apa yang kuperoleh. Maka ku beli 3 (tiga) stel sarung tangan penghangat, dan 2 Topi penghangat. Karena aku memakai topi kebanggaanku yaitu Blangkon Warok, hehehehe...sehingga hanya 2 (dua) saja yang kubeli.Selain anak-anak penjaja jualan itu, ada juga sekumpulan pemuda yang menghampiriku, untuk menawarkan jasa penginapan/villa dan kendaraan pendakian/Mobil Hartop/Double Cabin.Namun harga yang di tawarkan cukup tinggi, karena aku hanya membawa uang pas pasan, maka terjadilah tawar menawar, yang pada akhirnya kuputuskan untuk tidur di mobil dan untuk pendakian ku pikir gampang besok pagi pasti ada jalan. Namun, hal ini tidaklah terjadi, karena aku bertemu dengan orang baik yang bernama Ayik (asli suku tengger).Disaat kesendirian dan kebingungannku untuk memutuskan apakah tetap akan tidur di mobil atau di villa.Singkat cerita, aku kuputuskan naik ojek bersama Ayik, dan akhirnya di ajak gegeni (berdiang) dengan tungku api arang agar hangat di rumahnya.
Tak lama berselang, setelah aku tiba di kediaman Ayik, sang mertua yang tinggal tidak jauh dari rumahnya datang bertandang ke rumah, waktu itu kira-kira pukul 21.30 Wib (waktu Indonesia Bromo) hehehehe..rumah yang kecil di lereng bukit, yang di tinggali oleh Ayik, istri dan anak perempuannya yang berumur 15 Bulan.Telah membawa suatu cerita, asal muasal suku Tengger, dari sang mertua Ayik yang bernama Bp. SANOT.Keseharian bapak Sanot, selain bercocok tanam di ladang, juga menjadi Joki kuda untuk naik ke kawah Bromo.Singkat cerita dikisahkan bahwa suku Tengger berasal dari sepasang suami istri, Sang lelaki tampan bernama JOKO SEGER dan sang perempuan ayu bernama RORO ANTENG ( Suku Tengger).Sambil gegeni (berdiang), dari tungku bara arang yang ada di depan kami, sang mertua Ayik bercerita.Dulu kala, Joko Seger dan Roro Anteng, telah lama menikah namun telah lama tidak di karuniai sang buah hati.Untuk itu mereka berdua sepakat melakukan Tapa/Semedi di Gn. Bromo. Tahun pertama menghadap ke Timur, namun sampai masa tahun berakhir belum juga ada jawaban, tahun ke dua menghadap Selatan, namun juga belum ada tanda-tanda atau jawaban atas niat dan permohonan mereka, dilanjutkan ke tahun ke tiga menghadap Utara namun juga belum mendapat petunjuk atau jawaban, begitu juga sampai dengan tahun ke empat menghadap Barat namun juga belum mendapat jawaban.Dan pada akhirnya mereka memutuskan untuk tapa/bersemedi menengadah ke langit pada tahun ke lima.Tak lama berselang setelah melakukan tapa/semedi sambil menengadah ke langit, mereka mendapatkan petunjuk dan permohonan mereka di kabulkan, sehingga Joko Seger dan Roro Anteng di karunia anak, sampai sebanyak 25 orang.Dan anak yang ke 25 di beri nama Raden Kusuma (Dewa Kusuma yang menjadi sebutan suku Tengger saat ini) .Sehingga kepercayaan suku Tengger sampai dengan saat ini, jika kita berdoa dengan tulus di Gn. Bromo, niscaya permohonan kita akan dikabulkan oleh sang Hyang Widi.
Joko Seger dan Roro Anteng telah berjanji, jika di karunia anak, mereka akan mempersembahkan satu anaknya ke kawah Gn. Bromo.Namun sampai masanya tiba, Joko Seger dan Roro Anteng lupa untuk mempersembahkan salah satu anaknya.Sehingga singkat cerita Raden Kusuma diminta oleh kawah Gn. Bromo sebagai pemenuhan janji Joko Seger dan Roro Kusuma.Sehingga hilang lenyap ditelan kawah Gn. Bromo.Saat Joko Seger, Roro Anteng dan ke 24 saudaranya yang lain dalam kebingungan mencari Raden Kusumo, tiba-tiba terdengarlah suara “ bahwa Raden Kusuma baik-baik saja dan telah tinggal di kawah Gn. Bromo “ untuk sebagai pengingat akan janji dari Joko Seger dan Roro Anteng yang akan mempersembahkan salah satu anaknya ke kawah Gn. Bromo. Dan sebagai pertanda bahwa mereka tetap sebagai saudara serta sebagai ungkapan syukur atas segala rahmat dari sang Hyang Widi, maka diminta setiap bulan Kasada dalam setiap tahun, mereka harus mempersembahkan hasil bumi dan ternak mereka di kawah Gn. Bromo.Dan ritual ini sampai saat ini masih terus di lestarikan oleh Suku Tengger.Keyakinan Suku Tengger kebanyakan adalah HinduTengger.*Dikisahkan kembali olehku, untuk pembaca kompasiana.
Waktu berselang menjelang fajar, tepat jam 04.30 setelah kami istirahat melepas penat dan menghilangkan rasa kantuk.Ayik telah terbangun dan dengan senang hatinya merebuskan air untuk menghangatkan dan membersihkan wajah, sambil untuk sikat gigi. Suhu udara pagi saat itu kisaran 13 derajat celcius, tidak begitu dingin karena musim penghujan.Akan berbeda jika pada bulan juni-juli, suhu udara akan jauh lebih dingin, mungkin bisa mencapai di bawah Nol, karena menurut cerita pada bulan-bulan itu saljupun ada di Gn. Bromo, ngak usah jauh-jauh ke pegunungan Alpen atau ke pegunungan Jaya Wijaya ya..ternyata di Gn. Bromo juga ada salju, hehehhe...
Pendakianku mencari jati diri, menyusur jejak, mengagumi indahnya ciptaan sang Hyang Widi.
Sang Surya mulai terbangun dari dekapan sang malam, dan mulai memancarkan cahayanya.
Sang buah hatiku tersenyum senang melihat indahnya kawasan Gn. Bromo dengan Gn. Batok dan Gn. Semeru di belakangnya.
Suatu karunia yang nampak di depan mataku, melintas di atas kepalaku, memunculkan warna pelangi yang indah.
Indahnya pendakian Gn. Bromo, lautan manusia di bawah yang hendak mendaki ke kawah Gn. Bromo.
Ku mengintip sang Kawah Bromo, dimana Dewa Kusuma sang leluhur Suku Tengger bersemayam.
Kawah Gn. Bromo
Berpose dengan background padang savana atau bukit teletubbies yang sering di kenal orang.
Pasir berbisik, hanya sayang karena musim penghujan sang pasir enggan untuk bercengkrama atau berbisik ria.
Jalur pendakian kawah Gn. Bromo jika di lihat dari depan Hotel View Bromo.
Itulah sepenggal cerita perjalanku mencari jawab, dan berwisata akan betapa indahnya kawasan Gn. Bromo dan kearifan suku lokal, yaitu suku Tengger.
Satu nasehat yang masih ku ingat di saat aku bercengkerama dengan Bp. Sanot, Ayik dan Agus saudara ayik.yaitu “Sak Begjane uwong ingkang Begja, Luweh Begja Uwong Ingkang Eling lan Waspodo” Seberuntungnya orang yang beruntung, akan lebih beruntung orang yang senantiasa ingat dan waspada.
Dan tepat pukul 09.30 setelah puas menikmati indahnya anugerah dan betapa agung serta kebesaran sang pencipta, kupacu mobilku kembali, menuju rute selanjutnya, untuk menikmati indahnya alam nusantara.
Salam Indahnya nusantara. yf.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H