Perkembangan dan kemajuan teknologi saat ini menghantarkan manusia memasuki zaman era digital atau era cyber, dimana berbagai macam teknologi digital dapat diakses dengan lancar dan bebas. Anak-anak, remaja, maupun orang dewasa sudah mulai dituntut untuk bisa ikut andil dalam perkembangan zaman saat ini, jika tidak, mereka akan bisa dibilang ketinggalan zaman. Tidak luput juga dengan generasi yang melek dengan teknologi.
Sebut saja Generasi Z atau yang biasa dingkat Gen Z. Sejak munculnya Teori Generasi (Generation Theory), kita diperkenalkan dengan istilah-istilah generasi, Generasi Baby Boomer, Generasi X, Y, Z, dan generasi terbaru yaitu, Generasi Alpha. Generasi pertama, generasi Baby Boomer. Generasi ini dikategorikan lahir pada tahun 1946-1964.
Generasi ini lahir setelah Perang Dunia II, banyaknya pasangan yang berani umtuk mempunyai banyak keturunan merupakan ciri khas dari generasi Baby Boomer. Kedua, generasi X, lahir antara tahun 1965-1980. Generasi X yang memperkenalkan penggunaan komputer, video games, tv, dan juga internet. Generasi Y, lahir di antara tahun 1981-1994, sedangkan Generasi Z, 1995-2010, dan generasi terbaru, Generasi Alpa, lahir antara tahun 2011-2025.
Generasi Z adalah generasi saat ini, dimana generasi ini memiliki kemampuan lebih cepat dalam mengakses informasi, walaupun usia mereka masih tergolong anak-anak. Mereka sejak kecil sudah diperkenalkan dengan teknologi canggih, seperti komputer, laptop, handphone, iPad, dan perangkat elektronik lainnya.
Para ahli menilai, bahwa generasi Z merupakan generasi digital, dimana generasi ini lebih mengandalkan teknologi untuk berkomunikasi, bermain, dan bersosialisasi. Bahkan, buku teks bisa dibilang tidak berarti untuk Gen Z. Kebiasaan ini timbul dari pesatnya teknologi yang bisa diakses dalam satu perangkat elektronik atau dalam satu gadget saja.
Menurut Tuhana Taufiq Andrianto penulis buku Mengembangkan Karakter Sukses Anak di Era Cyber (2011), diperkirakan akan terjadi booming “Generasi Z” sekitar tahun 2020, dimana aktifitas-aktifitas nya sangat mengandalkan gadget berformat digital.
Karakteristik anak-anak Gen Z biasanya sangat suka berkomunikasi dan bersosialisasi dengan beberapa orang lewat media sosial (medsos),seperti Facebook, Twitter, Instagram, Path, Snapchat, dan sebagainya. Melalui medsos, mereka bisa mengekspresikan diri, perasaan dan pikirannya. Generasi ini bisa setiap saat mencurahkan isi hati yang mereka rasakan ke dalam media sosial, mau yang bersifat memprotes, mengungkapkan kekesalan, ataupun kesenangan, dan kegembiraan.
Generasi Z juga terbiasa dan cenderung melakukan berbagai aktivitas dalam satu waktu yang bersamaan atau multitasking. Mereka sangat meyukai mengambil keputusan yang cepat, seperti, mencari tugas sekolah/kampus dengan menggunakan internet.
Walaupun generasi Z dilengkapi dengan kemajuan teknologi yang canggih nan mumpuni, namun, mereka hanya merasakan kesenangan melalui permainan digital saja. Permainan-permainan seperti lompat tali, petak umpet, petak jongkok, dan permainan tradisional lainnya tidak dapat lagi dirasakan oleh generasi Z. Situasi ini didukung dengan minimnya lahan bermain/terbuka. Ruang bermain anak kurang tersedia di kota-kota besar terutama lahan terbuka hijau.
Tidak bisa dipungkiri juga, bahwa generasi ini terkadang bersikap egosentris dan individualis. Mereka, Gen Z, menginginkan hal yang serba instan, kurang menghargai proses, dan terkadang tidak bisa mengontrol emosi. Gen Z masih terlalu asik dengan dunia gadget dan elektroniknya, sehingga mereka kurang peduli dengan keadaan disekitar mereka, itulah yang menyebabkan kecerdasan emosional (EQ) generasi Z kurang berkembang atau tumpul, tetapi kecerdasan intelektual (IQ) mereka tinggi dan berkembang baik.
Maka yang paling penting, khususnya kepada orang tua agar memberikan pengertian kepada generasi Z mengenai dunia internet dan gadget serta cara memanfaatkan media tersebut dengan benar, dan mengontrol penggunaannya.