Akhirnya, omzet mereka bisa turun. UKM yang tadinya bisa jadi penopang ekonomi rakyat kecil, sekarang harus berjuang lebih keras. Dagang jadi makin ngos-ngosan!
Bayangkan, si Pak Wahyu yang jualan gorengan di pinggir jalan, terpaksa menaikkan harga tahu isi dan tempe mendoannya. Karena biaya minyak goreng dan bahan-bahan lainnya naik gara-gara PPN.
Apalagi, kalau pelanggan setianya yang biasanya beli sepuluh ribu, sekarang hanya mampu beli lima ribu. Kasihan, kan?
Rakyat Miskin Bertambah Miskin
Buat rakyat miskin, kenaikan PPN ini benar-benar jadi beban tambahan. Misalnya aja, biaya transportasi naik, harga baju sekolah anak-anak naik, bahkan tarif listrik dan air bisa ikut naik.
Jadi, pengeluaran sehari-hari pasti nambah. Parahnya lagi, jumlah penduduk miskin bisa bertambah karena kebijakan ini, meskipun persentasenya mungkin terlihat menurun. Ironi hidup di negeri yang kaya raya tapi rakyatnya kian merana.
Misalnya saja Mbok Siti yang setiap hari berjualan sayur keliling kampung. Dia harus mengeluarkan lebih banyak uang untuk bensin motornya karena harga bahan bakar naik akibat PPN.
Harga sayuran pun jadi ikut naik karena biaya transportasi yang makin mahal. Gimana mau untung kalau pembeli malah berkurang karena harga sayur mahal?
APBN Bisa Tambah Boncos
Belanja pemerintah pusat diperkirakan bakal meningkat, terutama karena kabinet yang lebih besar di bawah pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
Ini artinya, APBN bisa mengalami defisit lebih besar alias tambah "boncos". Padahal, kita butuh belanja negara yang efisien dan tepat sasaran buat mendorong pertumbuhan ekonomi. Boncos berlipat, janji tinggal janji.