Bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk dan bersifat heterogen. Masyarakatnya terdiri dari beragam etnik, suku dan agama. Suku bangsa yang mencapai puluhan ribu jumlahnya menjadi aset yang sangat penting sehingga Indonesia termasuk negara yang kaya dengan budaya.
Di samping sebagai aset bangsa yang berharga, kebudayaan juga menjadi sumber nilai dan norma yang berperan penting dalam mengatur tatanan kehidupan bermasyarakat yang beradab dan beradat dan bahkan diwariskan secara turun temurun dari generasi ke generasi. Di antara sekian banyak suku di Indonesia, satu di antaranya adalah suku Minangkabau yang mendiami wilayah provinsi Sumatera Barat.
Budaya dan adat istiadat Minangkabau memiliki bentuk dan corak yang beragam pula, salah satunya adalah kebiasaan menggelar pepatah-petitih pada acara-acara tertentu. Pepatah-petitih pada hakikatnya bukan sekadar tradisi atau budaya, lebih dari itu di dalamnya terkandung berbagai jenis nilai-nilai universal, termasuk juga nilai pendidikan.
Pepatah-petitih adalah peribahasa Minangkabau yang berisi nasehat dan ajaran dari para sesepuh. Setiap kalimat yang terdapat dalam peribahasa Minangkabau mengandung falsafah dasar Minangkabau yang bersumber dari alam.
Berikut adalah beberapa pepatah-petitih Minangkabau:
1. Bak manatiang minyak panuah, bak maelo rambuik dalam tapuang
(Bagaikan membawa minyak penuh, bagaikan menarik rambut dalam tepung)
Pepatah ini menjelaskan bahwa saat kita sedang mengerjakan sesuatu sebaiknya dilakukan dengan penuh kehati-hatian sehingga dapat berhasil dengan baik dan tidak akan merusak yang lain.
2. Bajalan paliharo kaki, mangecek paliharo lidah
(Berjalan pelihara kaki, berkata pelihara lidah)
Pepatah ini menjelaskan bahwa ketika kita berjalan maka peliharalah kaki dan ketika berbicara maka peliharalah lidah. Hendaklah kita memutuskan sesuatu dan hendaklah kita juga mempertimbangkan segala apa yang terjadi kemudian.
3. Dima bumi dipijak, di sinan langik dijunjuang
(Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung)