Mohon tunggu...
Fira Rantikania
Fira Rantikania Mohon Tunggu... -

Seorang mahasiswa yang berkuliah di Yogyakarta dengan jurusan Public Relations

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Fenomena Plagiarisme dalam Jurnalisme Online

17 April 2015   11:31 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:59 947
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Perkembangan teknologi semakin mewarnai dunia jurnalisme. Dahulu kegiatan jurnalisme yang bersifat konvensional sekarang telah berubah menjadi digital. Jurnalisme daring (dalam jaringan) atau bisa disebut sebagai jurnalisme online, merupakan salah satu bentuk perkembangan kemajuan teknologi. Perkembangan tersebut diikuti dengan adanya teknologi internet. Kehadiran media baru tersebut membawa nilai-nilai positif dalam kehidupan. Dengan adanya teknologi internet dan perkembangannya yang semakin luas, informasi semakin mudah untuk didapatkan, diakses dimana saja, dan pada waktu kapan saja selama terhubung ke jaringan internet maka mampu mempublikasikan berita, atau fenomena pada waktu tersebut. Karakteristik jurnalisme online ini memungkinkan pengguna atau publik untuk mendapatkan informasi menjadi lebih sering dan update berita terbaru.

Bagi jurnalis kehadiran internet membawa berbagai manfaat. Manfaat tersebut antara lain mempunyai kisaran akses ke sumber menjadi luas (dokumen, data, arsip berita, maupun orang-orang yang mengakses), dapat mengakses sejumlah hingga jutaan dokumen, cerita dankontak, kecepatan akses dalam mencari sesuatu hal dapat dilakukan dengan cara menulis kunci pada kotak pencari pada sebuah web, informasi yang didapatkan dapat digunakan sesuai dengan keinginan (menganalisis sebuah data spreadsheet), atau ikut memasuki perdebatan, diskusi dengan cara mendaftar dengan e-mail atau newsgroup. Terlepas dengan kemudahan dalam mengumpulkan bahan berita atau data, mempermudah dalam mempublikasikan hasil ke publik atau meng-update berita atau artikel yang telah ditulis. Keberadaan teknologi digital dalam konteks jurnalisme juga menjadi kesempatan dan digunakan oleh beberapa orang yang tidak bertanggung jawab, sehingga menambah persoalan dalam dunia jurnalisme online.

Dalam dunia akademik tentu tidak asing dengan kata plagiat. Plagiat atau plagiarism merupakan sebuah tindakan yang dilakukan secara sengaja maupun tidak sengaja, untuk memperoleh nilai sebuah karya ilmiah dengan cara mengutip karya orang lain tanpa disertai sumber yang jelas. Plagiat tentunya sekarang sudah mulai menyebar luas, bukan hanya dalam dunia akdemik namun juga masuk dalam non-akademik. Dengan kemudahan teknologi internet dan pengaksesasan kemudahan jaringan data, menjadikan dunia jurnalisme online menjadi sasaran ‘empuk’ dalam plagiasi. Kasus plagiasi dalam media online sering banyak ditemukan khususnya pada webblog atau blog, dan tidak jarang jika penulis yang menuliskan karya tersebut mengeluhkan fenomena tersebut. Salah satu weblog yang menjadi korban dalam plagiasi adalah mediaimpressive.blogspot.com. Dalam situs tersebut mengeluhkan mengenai banyak penyalinan artikel tanpa menyertakan sumber artikel yang dibuat oleh mediaimpressive. Blog digunakan secara bebas untuk menyebarkan informasi atau hanya sebagai keperluan pribadi. blogspot.com Walaupun situs blog dapat digunakan sesuai keinginan, namun alangkah baiknya jika memperhatikan etika jurnalistik. Tidak hanya blog terdapat situs web online yang melakukan plagiat berita yaitu lintasberita.com (namun sekarang link web tersebut sudah diganti dan dihapus), situs web yang menjadi korban salah satunya adalah lintasgayo.com, dan tabloidjubi.com. Kasus plagiat berita yang telah dipublikasikan oleh media lintasgayo.com dilakukan oleh seorang wartawan Koran Mingguan terbitan Medan Sumatera Utara.

Mengenai kasus yang dialami tabloidjubi.com, berita yang telah dipublikasikan oleh media online tersebut, diplagiat oleh sebuah situs media online yaitu sp.beritasatu.com. Artikel yang ditulis tabloidjubi.com yang berjudul Bambang Dharmono: “Perlu Ada Afirmative Action ke OAP” yang dipublikasikan pada hari Rabu, 9 Januari 2013 mempunyai kesamaan dengan artikel yang ditulis oleh media online sp.beritasatu.com dengan judul UP4B Fokus untuk Berpohak pada Orang Asli Papua yang dipublikasikan pada hari Kamis, 10 Januari 2013. Berita yang dipublikasikan selang satu hari dari tabloidjubi.com dapat dilihat bahwa kedua berita tersebut mempunyai kesamaan tulisan yang sama dan tanpa ada perbedaan. Perbedaan tersebut hanya terlihat pada judul berita, bagian awal dan ahkir berita dengan beberapa kata yang diganti. Jika jeli dalam kedua berita tersebut hingga kesalahan penulisan pada berita juga sama persis. Kesalahan tersebut terletak pada paragraf ketiga yang berasal dari kutipan wawancara yaitu tulisan UPSB yang seharunya UP4B, masayarakat, diskiminasi, dan bagainmana. Tidak hanya satu berita yang di plagiasi namun ditahun sebelumnya suarapembaharuan.com sudah melakukan plagiasi berita dari tabloidjubi.com. Terdapat berita yang sama persis dengan berita aslinya tanpa ada perubahan sama sekali. Berita tersebut berjudul Kekerasan Terhadap Jurnalis di Papua Melonjak yang dipublikasikan pada hari Jumat, 28 Desember 2012 oleh beritasatu.com dengan tabloidjubi.com yang berjudul 2012, 12 Kasus Kekerasan Terhadap Jurnalis Terjadi di Papua yang dipublikasikan pada hari Kamis, 27 Desember 2012. Melihat kedua berita tersebut menjadi kesadaran bahwa perbedaan judul dapat menipu sekilas jika tidak membaca isi dari kedua berita tersebut, bahwa sebenarnya kedua berita tersebut ditulis dengan cara yang sama, sudut pandang yang sama tanpa ada perbedaan sama sekali.

Kasus diatas menjadi pembelajaran bahwa masih ada pelanggaran pada kode etik jurnalistik di Indonesia.Mindy McAdams dalam Online Journalism menyatakan bahwa dalam etika jurnalistik tidak diperbolehkan untuk menyalin kata-kata tanpa ada atribusi atau sumber yang jelas. Dengan kata lain tidak diperbolehkan menggunakan karya orang lain tanpa izin dan tanpa mencantumkan sumber sesuai kata atau kalimat yang telah dikutip. Semua karya tulis mempunyai hak cipta, oleh karena itu tidak benar jika menyalin karya orang dan menjadikan karya tersebut sebagai hasil karya diri sendiri. McAdams juga menyatakan bahwa dalam mengungkapkan sebuah persitiwa atau fenomena yang akan ditulis harus mengungkapkan kenyataan yang sebenar-benarnya tanpa ditutupi. Dengan kata lain etika jurnalistik mengajarakan untuk jujur dalam membuat sebuah karya tulisan. Jika mengutip sebuah tulisan atau kalimat, juga harus menuliskan sumber atau dari mana mendapatkan data tersebut. Karena dalam dunia jurnalistik kreadibilitas dan kejujuran sangat dijunjung tinggi. Memuat sebuah karya tanpa ada data atau sumber yang jelas maka dalam tulisan yang telah dibuat tidak mempunyai nilai kreadibilitas, sehingga tulisan atau karya yang telah dibuat sulit dipercaya oleh orang lain atau dituduh plagiat karya orang lain.

Teknologi internet seharunya mempermudah dalam kegiatan jurnalistik, namun juga membuat beberapa jurnalis menjadi malas dalam membuat sebuah karya tulis sendiri sehingga menjiplak karya orang lain. Perihatin dengan kondisi tersebut, Nick Davies dalam bukunya Flat Earth News mengagas ‘churnalism’ dalam dunia jurnalisme online. Churnalism dalam urbandictionary.com merupakan istilah yang diciptakan oleh penulis Nick Davies untuk menggambarkan praktek-praktek yang buruk wartawan modern yang "churn" atau daur ulang berita dari jaringan atau internet tanpa penyelidikan kritis yang tepat. Dimana setiap jurnalis terlihat bepergian keluar dalam mencari fakta, sebagian besar sekarang secara harfiah seperti dirantai ke meja mereka menunggu hit besar berikutnya. Dalam fenomena ini jurnalis ingin menjadi yang pertama untuk melaporkan topik besar tersebut dan dengan demikian menarik lalu lintas atau jaringan ke situs berita mereka. Fenomena ini yang disebut sebagai churnalism. Dengan adanya fenomena tersebut, Media Standards Trust membuat dan meluncurkan sebuah situs non-profit dan independen, yaitu churnalism.com. Churnalism.com merupakan situs yang dibangun untuk membantu masyarakat dalam membedakan antara jurnalisme asli dan churnalism. Dalam situs ini churnalism adalah artikel berita yang sebagai jurnalisme, tetapi pada dasarnya adalah sebuah siaran pers tanpa banyak tambahan. Dalam buku monumentalnya, Flat Earth News, Nick Davies menulis bagaimana churnalism diproduksi oleh wartawan yang tidak lagi mengumpulkan berita tetapi sebagai prosesor pasif bahan apa pun yang datang ke mereka dengan cara mereka, mengaduk-aduk cerita, apakah kejadian nyata atau artikel PR, penting atau sepele, benar atau salah.

Melihat maraknya fenomena copy dan paste dalam media online menjadi kritikan bahwa di Indonesia sendiri plagiasi masih marak dilakukan bahkan dalam dunia jurnalistik. Dalam Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) merupakah hak eksklusif yang diberikan suatu peraturan orang atas karya cipta kepada individu maupun sekelompok orang. Hak cipta sudah diatur dalam UU No.19 Tahun 2002, tertulis pada pasal 1 ayat 1 yang berbunyi “Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi Pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.“ Pasal ini menjelaskan bahwa hasil karya pencipta diberikan hak untuk mempublikasikan atau memperbanyak karya sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dalam realitas media online saat ini, prakteknya terdapat ditemukan plagiarisme atau copy-paste karya tulisan orang lain tanpa ada pemberitahuan atau menyertakan sumber yang sebenarnya. Jika plagiat terjadi dan mengkalim tulisan tersebut merupakan karya sendiri padahal mempunyai hak cipta karya orang lain maka melanggar pasal 3 ayat 2 UU No.19 tahun 2002, yang berbunyi “Hak Cipta dapat beralih atau dialihkan, baik seluruhnya maupun sebagian karena a. Pewarisan, b. Hibah, c. Wasiat, d. Perjanjian tertulis, e. Sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-udangan.” Dengan pasal tersebut menggambil karya orang laing tanpa menyertakan sumber tidak diperbolehkan dan sama saja dengan plagiat, kecuali hak cipta tersebut beralih atau diahlikan dengan ketentuan syarat yang berlaku dalam undang-undang.

Maraknya plagiat yang tengah berkembang di era teknologi digital menjadi sebuah fenomena yang bagi saya sangat disayangkan dalam dunia jurnalisme online. Tugas seorang jurnalis dalam Konsep Pers Profesional menurut Kode Etik Jurnalistik dan UU Pers merupakan mencari, mengolah dan menyebarluaskan informasi yang diyakini merupakan kepentingan umum secara akurat dan tepat waktu. Sesuai dengan kode etik jurnalistik karya jurnalis haruslah dibuat dengan jujur dan menyatakan yang sebenar-benarnya, sehingga sangat disayangkan jika menjiplak karya orang lain tanpa persetujuan atau mencantumkan sumber. Fenomena tersebut sama saja dengan melanggar kode etik dan UU HAKI mengenai hak cipta. Kasus tersebut juga menunjukan bahwa profesionalitas jurnalis di Indonesia khususnya dalam media online masih kurang baik dan perlu ditingkatkan, diperlukan sistem hukum yang tegas mangatur dan mengawasi dalam prakteknya bukan hanya tertulis. Tentunya perlu diantisipasi untuk mengetahui apakah berita yang dipublikasikan merupakan produk jurnalisme asli atau hanya sebuah churnalism. Dengan adanya sebuah essai ini saya berharap dapat memacu dan memotivasi jurnalis agar menciptakan karya sendiri tanpa menggambil karya orang lain. Karya yang ditulis sendiri tentunya akan lebih dihargai oleh publik karena nilai kejujuran dan kreadibilitas penulis daripada mencuri karya orang lain.

Word: 1500

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun