Mohon tunggu...
Fira Prameshwara
Fira Prameshwara Mohon Tunggu... -

Fira The Sheep... Hahahahahaha....

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Secuil Kisah di Ujung Sumatra

7 Juni 2012   07:41 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:18 463
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13390546791407446035

Angin kencang masih saja terjadi di Banda Aceh dan sekitarnya. Kapal tujuan Sabang juga kadang-kadang sering tidak berangkat. Cuaca angin barat seperti ini memang terjadi setiap tahunnya. Kemarin, Ayahku datang dari Sabang ke tempat adikku di Mata Ie, kawasan Yonif 112/RAIDER atau sering disebut Japakeh. Pagi itu matahari cerah seperti tidak akan terjadi hujan badai. Adikiku menyuruh aku untuk datang ke sana, aku langsung datang, kebetulan juga aku sedang berada di tempat temanku di Simpang Surabaya. Ditengah perjalanan, hujan tiba-tiba turun, namun hanya gerimis. Setiba aku di tempat adikku, di Japakeh, ayah sudah menungguku, kami berbincang - bincang dan ayah tiba - tiba berkata, "tu hujannya lebat sekali di sana, ayah bisa lihat dari sini", ayah yang sedang duduk di pintu barak (rumah bekas Tsunami yang sekarang masih dihuni oleh tentara-tentara Kompi B, Yonif 112/RAIDER atau sekarang di sebut PETIR(hehe...). "Sebentar lagi pasti sampai ke sini tu yah", adikku menyahut. Benar, tiba-tiba hujan badai langsung menghampiri kami. Bangunan barak tersebut kondisinya sudah tidak layak pakai, aku sangat takut, seng-seng bangunan di depan barak tempat adikku tinggal berterbangan. Aku langsung menutup pintu baraknya, untunglah ponakan ku tidah menangis karena hal itu, dia malah penasaran dan ingin mengintip keluar, tapi aku takut, seng - seng itu sangat berbahaya. Setelah agak reda, adik laki-laki ku sampai ke barak setelah pulang sekolah, untungnya dia sampai setelah tidak ada angin lagi, kalau tidak, aku tidak bisa membayangkannya. Dia tinggal bersama adik permpuanku di Japakeh, untungnya ada dia, karena suami adikku yang tentara sering latihan-latihan dan tidak pulang. "Aku takutlah dek tinggal di sini, bangunan nya sudah tidak layak pakai sekali", kataku membuka percakapan. "Jadi mau gimana lagi kak? Kemarentu waktu seng-seng PRIM (koperasi Kompi B) terbang aja, Danyon nya datang dan lihat situasinya", jawab adikku. "Kalian ng bisa demo ya minta rumah yang layak?, masak kek gitu kali sih? Emang mo sampe ada korban jiwa?", tanyaku rada kesal. "Mana bisa kak??!, mungkin juga, tulah, ng tau jugalah", jawabnya. Percakapan kami terus berlangsung, tiba-tiba dia menunjukkan foto, yang menurutku sangat menyedihkan. "Kak, coba lihat foto ini, tuh barak lajang belakang kak, habis TV oom-oom tu, kena semua, atapnya ng ada lagi, kasian kali lah, barak orang tu kayu-kayunya dah pada d ikat semua biar ng terbang", jelas Citra, adikku. Kalau melihat kejadiannya memang lucu, tapi apa pantas tertawa di atas penderitaan orang lain? Kalau dibilang secara kasarnya, lebih bagus kandang kuda daripada barak mereka. Setelah hujan benar-benar reda, akupun pamit pulang. Pagi ini, aku mendapatkan SMS dari citra. Katanya dia takut tinggal di barak, kalau ada angin, barak nya ikut menari-nari, atap yang berada tepat di belakang salah satu tetangga nya mau terbang juga. Menurut SMS dari dia, semua suami-suami yang ikut latihan akan dipulangkan hari ini, karena besok KASDAM mau berkunjung. Pagi ini aku datang lagi ke Mata Ie karena semalam didi kecelakaan dan aku juga dapat kabar kalau KASDAM tidak jadi datang. Angin masih saja berhembus kencang, dan masih saja seng-seng itu berteriak memekik. Aku hanya heran, bagaimana peran pemerintah terhadap nasib-nasib tentara yang seperti itu ya?, Tsunami itu terjadi tahun 2004, sedangkan ini sudah tahun 2012. Bagaimana bisa, tentara-tentara itu tinggal di barak yang bisa dibilang tidak sedikitpun mirip kandang binatang, malahan lebih bagus kandang binatang. Atau memang itu tuntutan untuk keluarga tentara? Aku juga tidak mengerti? Mungkin ini hanya kasus kecil yang tidak ada apa-apanya dibandingkan kasus lain. Kasus kecil saja tidak bisa ditanganin, bagaimana kasus-kasus lainnya. Memoriku melayang, teringat percakapan aku bersama adikku kemarin."Ah, seandainya stasiun TV (stasiun TV milik pemerintah RI yang berada tak jauh dari tempatnya tinggal) datang kesini, trus liput kami, biar aku ja yang ngomong, trus dilihat oleh PANGLIMA, tiba-tiba DANLION kami langsung ditelpon untuk memberikan rumah yang layak ke kami, kan mantap kali tu, hahahaha" candanya sambil menghayal itu semua. Tapi sayang, itu hanya hayalannya saja. Toh sampai sekarang, mereka masih tinggal di barak tersebut. Aku prihatin sama kondisi negara kita yang tak tau kapan bisa kembali bersih dan tidak bangga sama hal-hal yang memalukan. Ini hanya secuil kisah dari ujung Sumatra, mungkin masih banyak kisah-kisah yang lebih menyeramkan terjadi di luar sana bahkan mungkin di sekeliling kita. Aceh Besar, 07 Juni 2012 09.00 WIB

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun