Mohon tunggu...
Fiqri Maulana
Fiqri Maulana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Komputer Indonesia

Hobi Memikirkan masa depan diri sendiri

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kisah Sedih Seorang Pasien Covid-19 yang Putus Asa Berapa Lama Lagi Dia Bisa Hidup

27 Desember 2023   03:31 Diperbarui: 27 Desember 2023   03:50 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kondisi darurat sejumlah rumah sakit di Pulau Jawa akibat lonjakan kasus Corona makin mengerikan. Bahkan ada cerita tentang dokter yang ditanya pasien soal berapa lagi ia bisa hidup. 

Cerita 'Berapa Lama Lagi Saya Bisa Hidup Dok?'' ini diungkap oleh dokter bernama Agnes Tri Harjaningrum melalui status Facebook-nya. Cerita tersebut kembali dibagikan oleh pendiri Drone Emprit, Ismail Fahmi, lewat akun Twitternya. detikcom telah mendapat izin untuk mengutip cerita tersebut. 

Agnes bercerita soal kondisi sebuah RSUD di Jakarta yang sedang penuh. Akibat kondisi ini, sejawat dia yang dokter jaga mendapat pertanyaan dari para pasien soal berapa lama lagi mereka bisa bertahan hidup.

"'Berapa Lama Lagi Saya Bisa Hidup Dok?' Malaikat maut seperti sudah melambai-lambai berjalan mendekat. Menanti RS Rujukan, ruang HCU, ICU, sama seperti menanti menemukan jarum dalam jerami. Itu jugalah yang tampaknya terjadi pada kakakku, yang kemudian meninggal 10 hari lalu. 'Jadi saya bisa bertahan hidup berapa lama lagi Dok kalau saya nggak dapat-dapat rujukan? Kalau saya nggak dapat HCU atau ICU?' Tanya pasien-pasien yang sudah sesak berat itu. Dokter mana yang tidak tercekat ketika mendapat pertanyaan seperti itu," tulis Agnes dalam status yang diunggah pada Senin (28/6/2021).

Dia mengatakan sejumlah pasien dalam daftar tunggu sudah menandatangani Do Not Resuscitate (DNR). DNR merupakan keputusan untuk tidak melanjutkan tindakan pertolongan (CPR/cardiopulmonary resuscitation) setelah 30 menit tidak menunjukkan ada return of spontaneous circulation (ROSC). Pasien-pasien dengan DNR termasuk dalam kategori sebagai pasien menjelang ajal. 

Mereka hanya bisa diberi obat-obatan sederhana, infus, dan oksigen sehingga, jika kondisinya memburuk, mereka tidak akan mendapat tindakan apa-apa lagi. Ironisnya, para pasien dalam daftar antrean ini rata-rata berada di rentang usia 30-50 tahun.

 "Mereka benar-benar seperti menunggu antrian kematian kan jadinya hiks. Dan sedihnya pasen-pasen yang antri itu bukan yang sudah sepuh-sepuh, tapi usia 30 sampai 50an. Usia produktif, meskipun ada juga yang beneran sepuh memang. Kadang ada yang DOA (death on arrival), ada juga yang meninggal di perjalanan," ungkapnya

Dia menuturkan bahwa angka kematian di RSUD tersebut tinggi. Hampir setiap hari ada pasien yang meninggal dunia. 

"Angka kematian di RS ini pasti tinggi, karena hampir setiap hari ada pasen meninggal. Hari ini 2, kemarin satu. Padahal sebulan lalu seminggu juga belum tentu satu. Bagian peralatan sudah menyiapkan peti mati lebih banyak karena kebutuhan meningkat," tuturnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun