Mohon tunggu...
Fiqran Nugraha
Fiqran Nugraha Mohon Tunggu... Jurnalis - Sebuah Akun Dengan Coretan pribadi

Line : fiqrannugraha

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Rintihan Tubuh

26 April 2016   19:50 Diperbarui: 26 April 2016   20:08 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Didalam tubuh ini bersemayam energi yang bersiap untuk menanti sesuatu, perlahan mulai meredup dan mulai merindukan energi manja yang di persembahkan oleh sesuatu yang keperawanannya sudah tak lagi di rindukan. Tubuh ini membungkam diri menghadap langit yang tak kunjung menjelaskan defenisi kekuasaan yang berkuasa menghendaki langit kebahagiaan. 

Aku berjalan melintasi waktu yang tak kunjung aku pahami dikarenakan seperti ada dimensi dalam system ruang tubuh ini entah menunggu atau merasa jauh dari sesuatu itu. Sesuatu yang diberikan oleh sang pencipta kekuasaan adalah kekuatan  luar biasa  bahkan tak mampu lagi membuka bungkaman tubuh ini.

Aku tidak berharap untuk memiliki sistem itu seutuhnya dengan cepat, akan tetapi aku tidak ingin mempunyai jarak dari sesuatu itu, jikalau ada kesempatan sangat berharaplah tubuh ini mendekap kekuatan itu dengan sekuat tenaga agar tak memiliki jarak yang dapat memisahkan layaknya memisahkan ruang dan waktu .

Sangat adillah Sang Pengcipta karena telah memberikan kesempatan kepada tubuh ini untuk membuat pilihan apa yang membuat tubuh ini dapat meneriakkan ketentraman di dalam kebungkaman kegelapan, Didalam Gelapnya malam aku berharap sesuatu yang di nantikan tubuh ini masih dapat bersemayam mengdekap kerinduan didalam bilik dimensi ruang masa depan.

Tubuh ini berdoa dengan tetap mempertahankan keperawanan dari dalam hati, tubuh ini tetap menantikan sesuatu itu semoga tubuh ini tetap menjadi rumah dalam hukum kekuasaan tuhan yang meciptakannya agar tubuh ini tidak lagi merintih terbata-bata menantikan sesuatu itu. Semoga tubuh ini tetap menjadi rumah tempat bersemayam pada akhirnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun