Saya terlahir dari keluarga kecil, ayah bekerja sebagai tukang ojek pangkalan (opang), penghasilan beliau hanya 10-20 ribu sehari, wajar pada saat itu ramai dengan ojek online, tentu penghasilan opang berkurang drastis, sedangkan di dalam rumah kami terdiri dari 6 orang, dari ayah, ibu dan 4 saudara kandung. Untuk mendapatkan lauk, dan nasi, seringkali saya sebagai anak kedua harus mengalah kepada adik-adik saya.
Perkenalkan terlebih dahulu. Nama saya Fiqih Akhdiyatu Salam, 28 tahun, berasal dari Duren Jaya Bekasi Timur. Memiliki tubuh mungil sudah menjadi ciri khas saya. Maka tidak heran, saya kerap disapa dengan panggilan 'ucil'. Saya terkenal dengan kepribadian humoris, yang selalu ceria dimanapun saya berada.
Tentu, teman dan lingkungan terdekat saya tidak pernah mengira saya memiliki pengalaman pahit seperti direndahkan, dihina, bahkan menahan lapar, tentu kejadian ini sudah saya rasakan sejak saya di bangku sekolah SMP.Â
Sejak kelas 1 SMP saya sudah menjadi korban bullying, di ejek dan dipukul sudah makanan saya sehari-hari. Saya berada dilingkungan yang cukup keras sejak di bangku SD, maka kekerasan fisik sudah dianggap biasa pada saat itu.
Saya sekolah di salah satu SMP Negeri di Kota Bekasi. Di sekolah ini terbilang cukup banyak siswa yang berasal dari keluarga privilige. Semua bisa dilihat dari kendaraan yang digunakan saat mereka berangkat sekolah, HP yang digunakan, uang jajan yang dimiliki. Tentu motor pada saat itu menjadi nilai lebih terutama bagi kalangan wanita. "Motor keren sudah pasti punya pacar, itulah kalimat yang selalu diucapkan pada anak jaman 90-an" hehe.
Setiap pulang sekolah pasti saya ke pos satpam terlebih dahulu, kenapa demikian? Iya, saya sudah mengetahui pasti sepeda saya diatas pohon, tentu saya tidak bisa mengambilnya sendiri, perlu bantuan. Saya tidak tau, kenapa kebiasaan jahil seperti itu selalu dilakukan terhadap saya?Hehehe, lucu dan kesal pokoknya setelah mengingat kejadian itu.
Melanjutkan kisah di masa SMK. Saya SMK di sekolah swasta, masih di Kota Bekasi. Tentu sekolah ini terkenal sebagai pendidikan yang keras, pukulan, cubitan, tendangan, sudah menjadi budaya pada sekolah ini. Karena sejak kecil mengalami kekerasan, tentu bagi saya ini hal yang biasa.
Di saat kelas 1 SMK, saya sudah bekerja ikut dengan om saya, saya pun tinggal di tempat kerja saya. Ini awal langkah kemandirian saya, yang ternyata berdampak sampai saat ini. Saya bekerja di corporat yang banyak mobilnya, iya benar, namanya STEAM atau tempat pencucian kendaraan roda dua maupun roda empat. Upah yang diterima saat itu 70 ribu dalam seminggu tergantung ramai dari mobil yang datang. Uang segitu cukup sekali bagi saya sekedar untuk makan dan jajan.
Teman-teman SMK saya, tentu lebih saya sukai daripada temen SMP. Karena temen SMK pada saat itu sangat perhatian, dan solid. Terkadang mereka datang ketempat kerja saya pada malam hari, hanya sekedar mengantarkan kopi maupun makanan ringan. Mungkin dia kasian kali dengan saya. Hehe. Mereka sungguh luar biasa dimata saya. 3 tahun berjalan, begitu banyak mata pelajaran yang tertinggal karena kelelahan mencari uang sambil sekolah. Tidak mudah memang, bekerja sambil sekolah itu.Â
2 tahun setelah lulus sekolah SMK. Berbagai pekerjaan saya sudah lakukan dari menjadi tukang goreng pisang , tukang jus buah, tukang ojek, OB, dan tukang cuci piring di rumah makan.
Lingkungan baru setelah lulus SMK mampu merubah segalanya.