Aku terbangun dari mimpi perjumpaan pada bidadadri sengan sayap-sayap sucinya. Aku berfikir apa maksud dari mimpi tersebut. Ya, aku memang selalu gagal dalam percintaan, padahal usiaku telah matang untuk berumahtangga.
***
Aku belum menemukan maksud tiga bidadari yang kusebut memiliki sayap-sayap suci. Bebeberapa malam aku memimpikan hal yang sama. Seperti sebuah pertanda dan peringatan.
Hingga malam terakhir, aku kembali dalam mimpi itu. Namun ada pertanyaan yang berbeda.
"Seberapa sayang kau pada ibumu?" tanya bidadari kedua.
Aku tak menjawab. Lalu bidadari ketiga memulai ucapan mendikteku. "Jodoh akan jauh terus padamu, Â ini adalah kutukan untukmu karena kau durhaka pada ibumu," kata bidadari ketiga dengan nada tegas.
Lalu seperti biasa aku bermimpi, mereka kembali mengibaskan sayapnya. Namun, kali ini bulu-bulu yang berterbangan sangat tajam menyayat-nyayat wajahku. Â Aku tersentak dalam lelap. Aku terbangun. Seketika kurasakan wajahku perih. Ternyata benar, wajahku telah tersayat-sayat. Aku menangis. Merasakan kutukan yang kudapat karena durhaka pada ibu.
Lalu kini aku berada di kampung halaman, kudapati ibuku yang sebatangkara telah diangkat dengan keranda menuju pemakaman.
Holywings Medan 13 Oktober 2018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H