Dia kembali melewati jalan depan rumahku. Pria berlangkah gontai berperawakan kurus dan tinggi. Wajahnya kerap mengarah ke aspal. Terakhir aku melihat dua hari lalu ia berjalan dengan gaya yang sama. Aku dan Sugi hanya berbisik mencemoohnya.
Pria berlangkah gontai sudah hampir sebulan raganya menghiasi bola mataku meski hanya sekejap. Orang asing, seenaknya saja masuk desa kami. Begitulah yang aku dan Sugi fikir. Atau terkadang kami menduga ia orang gila yang lari dari rumah sakit jiwa.
Namun, beberapa kali kami ingin mengusilinya, ia hilang begitu saja ditelan gelapnya malam. Ya, selalu malam hari memang. Begitu juga waktuku bersama Sugi. Malah sempat terfikir dia adalah hantu. Namun itu hanya kutelan sendiri, jika pendapatku itu kusampaikan pada Sugi tentu ia akan mencemoohku.
"Kemejanya itu-itu aja ya Gi.... Sepertinya gak pernah ganti," ucapku pada Sugi.
"Iya bro, jangan-jangan tu bapak loe bro," Sugi menggodaku dan kubalas dengan jitakan ke kepalanya.
"Gak penting bro, yok kita kedalam. Gimana hari ini lancar, masih ada sisa kan?" aku bertanya pada Sugi.
Setiap malam aku menghiting hasil pendapatan dari Sugi. Dia merupakan sales yang sangat oke dalam mengembangkan bisnisku. Kami selalu merayakan malam-malam berdua dengannya di rumah. Untuk berpesta di luar tentu kami menyepakati untuk tidak bersama.
***
Dua pekan setelah itu pria berlangkah gontai tak terlihat lagi. Malam datang kembali, Aku dan Sugi seperti biasanya bertemu di teras rumah.
"Orang aneh itu gak kelihatan lagi Gi?" tanyaku padanya.
"....eehh, ehhmmm ya mana kutahu bro," jawab Sugi.