BEGINILAH takdir, muncul dengan kesombongan kepada siapapun dan apapun. Tak ada yang bisa melawan jika kenyataan itu telah muncul. Aku begitu mencintai istriku, demikian juga dia. Masa silam adalah hal yang tak lagi kami anggap sebagai permasalahan.
Sepenuhnya hatiku diisi olehnya. Dinding hati terhiasi dengan wallpaper-wallpaper indah cintanya. Cinta yang tak akan buyar diterpa masalah. Sempurna, bagai indahnya panorama terpandang dari kejauhan.
Kebersahajaan dan saling keterbukaan menambah hiasan tenteramnya hati kami. Hati dan hati yang akan saling merindu jika mata tak lagi menerima bayangan kami berdua. Antara aku dan istriku. Kesulitan hidup bukanlah lagi hal yang kami takuti berdua. Malah kami tertawakan.
Namun, berjalannnya pernikahan kami, bukan lagi benda ataupun makhluk yang kami hadapi. Namun, sak pencipta makhluk. Pencipta dari segala-segala pencipta. Sebuah masalah yang bersemayam di sudut gelap hatiku.
Ini masalah dogma. Sekian lama kunafikan dogma, kuabaikan dan menyepelekan, namun ia akan muncul dengan sendirinya. Ketakutan datang ketika perihal dogma itu menyerang. Cinta adalah tameng kami. Tidaklah cukup untuk menahan tanggung jawab dogma kelak.
Kami adalah kenistaan. Benar-benar mengangkangi sebuah dogma, entah kapan kutukan dogma datang pada kami yang mengetahui cinta kami adalah terlarang. Nyatanya, negara pun tak mampu melawan sebuah dogma.
Negara pun takut akan sebuah sentilan dari pencipta makhluk-makhluk. Maka, dua buah buku yang kami pegang sebagai landasan cinta bukanlah jaminan. Hal ini sudah berjalan tiga tahun lamanya, dimana kami coba mempertahankan itu semua karena cinta.
***
Kilas Setengah Tahun Pertama
“Sayang, aku dapat pesan dari facebook dari Kyai Rahman. Apa benar ini yang disampaikannya?”
Aku menunjukkan android pada istriku tentang pesan dari Kyai Rahman. Istriku membacanya dengan seksama, memahami tiap-tiap kata Kyai Rahman. Pesan yang tak terlalu panjang, namun lama ia menatap.