Mohon tunggu...
Fiqih DarlieM
Fiqih DarlieM Mohon Tunggu... Duta Besar - Freelance

Tulisan apa saja

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Indonesia Krisis Regenerasi Anak Muda Bertani, Kenapa?

16 Agustus 2023   18:15 Diperbarui: 16 Agustus 2023   19:06 567
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Risiko dari alam seperti tanah longsor, hujan deras, atau cuaca yang tidak menentu sering kali membuat banyak petani merugi karena waktu tanam yang terkendala hingga waktu panen yang kurang sesuai prediksi.Sejumlah anak muda juga sering kali menganggap kalau harga bahan baku tidak sebanding dengan harga dari hasil pertanian di mana harga benih dan bibit, pupuk, serta biaya perawatan dianggap jauh lebih mahal dibandingkan dengan hasil panen yang ternyata gagal atau kurang baik.

Dengan risiko hama dan penyakit yang bisa menyerang tanaman sehingga membuat harga komoditas menjadi jatuh, hasil pertanian tidak sesuai harapan, hingga gagal panen dan menimbulkan kerugian.

Pendapatan dan Perhatian yang Kurang dari Pemerintah

Berdasarkan sensus pada tahun 2017, rata-rata pendapatan petani di Indonesia hanya mencapai 12,4 juta rupiah per hektar per tahun, atau dengan kata lain jumlah pendapatan per bulan berkisar 1 juta-an rupiah.

Pendapatan ini dinilai sangat kecil dan tidak memenuhi kebutuhan para anak muda, apalagi hal ini tidak sebanding dengan modal yang harus dikeluarkan untuk penanaman bibit pertanian beserta perawatannya.Sesuai dengan data yang ditunjukkan di atas, pendapatan yang didapatkan dari sektor pertanian dianggap sangat kecil dan kurang memadai untuk kalangan anak muda sehingga mereka lebih memilih untuk bekerja di sektor lain dan meninggalkan profesi sebagai petani muda.

Untuk meningkatkan kemakmuran petani dan menarik anak muda bertani, kebijakan pembangunan sektor pertanian sudah seharusnya didukung dan diperhatikan seluruh kementerian. Jika negara ingin makmur, petani harus makmur tentu akan dibarengi banyaknya anak muda berminat bertani. Pembangunan pertanian harus memakmurkan petani, itu tak mungkin hanya ditanggung Kementerian Pertanian. 

Salah satu upaya untuk meningkatkan kemakmuran petani yakni dengan menciptakan kebijakan ekonomi yang memihak pertanian. Namun kenyataan di sisi lain, Pemerintah membuat kebijakan yang dinilai mematikan produksi pangan petani dalam negeri salah satu nya seperti kebijakan impor.

Gengsi Perkotaan dan Persepsi Anak Muda

Faktor lain yang juga menarik kaum muda untuk tidak bertani adalah bekerja di sektor non-pertanian, di antaranya karena terpengaruh oleh hiruk pikuk perkotaan sebagai pusat pembangunan.

Seperti yang sudah diketahui, infrastruktur yang berkembang di berbagai sektor non-pertanian semakin pesat dan semakin menarik minat para anak muda sehingga pada akhirnya menimbulkan terjadinya arus urbanisasi yang tinggi dan meninggalkan pedesaan dan memilih tidak bertani. Terlebih faktanya, pekerjaan di pedesaan cenderung terbatas karena lebih banyak berkaitan dengan pertanian di mana hal ini cukup berbeda jika dibandingkan di daerah kota dengan kesempatan kerja yang lebih beragam.

Anggapan persepsi anak muda terhadap pendapatan orang yang bekerja di kota juga menimbulkan gengsi tersendiri karena dianggap jauh lebih sejahtera jika dibandingkan dengan yang tinggal di pedesaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun