Mohon tunggu...
Fiqi Haffaf
Fiqi Haffaf Mohon Tunggu... Guru - Guru di SMP Al Quran Terpadu Yanbuul Quran 1 Pati

Saya menyukai sastra. Sastra tidak bisa lepas dari kehidupan manusia. Bahkan, Pramoedya mengatakan bahwa, "manusia tanpa mencintai sastra hanya menjadi hewan yang pandai".

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Koneksi Antar Materi Modul 1.4 Budaya Positif

13 Oktober 2023   09:13 Diperbarui: 13 Oktober 2023   09:21 3432
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

MODUL 1.4 BUDAYA POSITIF

Koneksi Antar Materi

Oleh: Fiqi Haffaf Muzahit

  • Adakah hal-hal yang menarik untuk Anda dan di luar dugaan?
  • Modul 1.4 berjudul Budaya Positif. Modul ini merupakan materi yang menyampaikan tentang sebuah konsep pembiasaan untuk menyadarkan murid dengan tujuan menciptakan sebuah kesadaran dalam diri murid agar melakukan Tindakan yang baik dan bersifat berlanjut. Modul 1.4 Budaya Positif ini terdiri dari: 1) Disiplin positif dan nilai-nilai kebijakan universal, 2) Teori motivasi, hukuman dan penghargaan dan restitusi, 3) Keyakinan kelas, 4) Kebutuhan dasar manusia dan dunia berkualitas, 5) Restitusi -- (lima posisi control), dan 6) Restitusi -- Segitiga Restitusi.
  • Dr. Willian Glasser menyatakan bahwa kita tidak dapat mengontrol orang lain, kita hanya dapat mengontrol diri sendiri. Berkaitan dengan hal tersebut maka muncul konsep disiplin positif. Disiplin positif adalah disiplin yang dilakukan dengan motivasi dalam diri (motivasi intrinsik). Hukuman dan penghargaan tidak efektif untuk menumbuhkan disiplin positif, efek yang terjadi hanya disiplin dalam sekejap waktu itu saja, bahkan dan ada bekas luka yang tertanam dalam diri murid. Alangkah lebih baiknya jika kita mengambil peran manager dalam penanganan murid yang bermasalah dan membimbing mereka dengan konsep restitusi.
  • Sebuah masalah yang ditangani dengan menggunakan restitusi, kita tidak mencari siapa yang salah dan siapa yang benar, tetapi kita mencari jalan keluar. Kita menganalisa kebutuhan dasar apa yang belum terpenuhi dari murid tersebut, karena setiap perilaku negative yang dilakukan pasti memiliki tujuan. Kemudian, kita bisa membuat keyakinan pada kelas yang kita ajar, bukan peraturan yang dibuat dari satu sisi, melainkan sebuah keyakinan kelas yang telah disetujui oleh seluruh murid.
  • Setiap manusia memiliki kebutuhan dasar yang harus dipenuhi, kebutuhan itu antara lain: 1) Kebutuhan untuk bertahan hidup (survival), 2) Kasih sayang dan rasa diterima (love and belonging), 3) Kebebasan (freedom), 4) Kesenangan (fun), dan 5) Penguasaan (power).
  • Pada konsep restitusi, kita dikenalkan dengan segitiga restitusi. Segitiga restitusi ini merupakan kerangkan yang dapat digunakan oleh seorang guru dalam menyelesaikan masalah murid. Segitiga restitusi ini menyelesaikan masalah dengan cara menggugah diri murid untuk dapat sadar akan kesalahannya, dan memberikan solusi untuk dirinya sendiri. Jadi, pada konsep ini, guru hanya menjadi jembatan bagi anak untuk mengambil sikap dan tindakan.

  • Perubahan apa yang terjadi pada cara berpikir Anda dalam menciptakan budaya positif di kelas maupun sekolah Anda setelah mempelajari modul ini?
  • Pada awalnya, menciptakan sebuah budaya positif ini lebih cepat dan tepat menggunakan kekuasaan dan power dari pihak seorang guru saja. Guru dapat mengatur dan memberikan tekanan kepada murid agar bisa melaksanakan sesuatu yang menjadi kewajiban murid itu sendiri tanpa menumbuhkan kesadaran yang ada padanya. Saya masih berpegang pada pasal bahwa guru selalu benar, dan murid harus menurut. Cara ini memang bisa dilakukan karena murid merasa takut dengan guru, bukan menumbuhkan kesadaran intrinsik dari dalam diri murid.

  • Pengalaman seperti apakah yang pernah Anda alami terkait penerapan konsep-konsep inti dalam modul Budaya Positif baik di lingkup kelas maupun sekolah Anda?
  • Saya masih menjadi seorang penghukum ketika menghadapi murid yang melanggar peraturan. Saya memilih cara instan untuk menyelesaikan masalah tanpa memikirkan jiwa dan mental murid. Ada sebuah kasus yang sangat membuat saya marah karena ada murid yang merundung temannya sampai kena mental. Saat wawancara, korban ini memilih untuk dipukuli asalkan punya teman. Kejadian ini membuat saya naik pitam, dan langsung memanggil murid yang melakukan perundungan. Saya mengambil Tindakan ekstrem dengan cara menaruh tempat sampah sebagai kerudung untuk mereka. Namun, dengan adanya segitiga restitusi ini, saya berharap kepada diri saya sendiri untuk tidak melakukan Tindakan itu lagi. Dan, ingin menjadi penuntun bagi murid-murid.

  • Bagaimanakah perasaan Anda ketika mengalami hal-hal tersebut?
  • Saya merasa marah kepada murid karena mereka melakukan perundungan kepada temannya. Namun, itu menjadi dosa bagi pendidik. Di satu sisi lain, memang pada waktu itu korban tersenyum saat melihat temannya dihukum. Saya merasa puas denga napa yang saya lakukan kepada pelaku. Semoga, di waktu yang akan dating, saya bisa mencari jalan keluar yang lebih humanis untuk murid.

  • Menurut Anda, terkait pengalaman dalam penerapan konsep-konsep tersebut, hal apa sajakah yang sudah baik? Adakah yang perlu diperbaiki?
  • Hal yang mungkin dinilai baik adalah menyelamatkan mental murid yang menjadi korban perundungan. Namun, Tindakan yang saya lakukan kepada pelaku masih belum mencerminkan sebuah kode etik guru yang sayang dan penuntun bagi murid. Ini yang perlu diperbaiki, mencari jalan keluar masalah dengan mempertimbangkan sisi korban dan pelaku agar keduanya bisa mencapai kebahagiaan yang mereka inginkan.
  • Sebelum mempelajari modul ini, ketika berinteraksi dengan murid, berdasarkan 5 posisi kontrol, posisi manakah yang paling sering Anda pakai, dan bagaimana perasaan Anda saat itu? Setelah mempelajari modul ini, posisi apa yang Anda pakai, dan bagaimana perasaan Anda sekarang? Apa perbedaannya? 
  • Saya masih menjadi seorang penghukum sebelum mempelajari Modul 1.4 ini. Di sekolah saya memang semua murid laki-laki. Jadi, jika mereka tidak mendapatkan sebuah hukuman, mereka sering kali tidak kapok. Perasaan saya pada waktu itu biasa saja, dan malahan bisa dikatakan, bahwa yang saya lakukan ini adalah hal wajar. Namun, dengan adanya pembelajaran Modul 1.4 dan modul-modul sebelumnya, saya mencoba untuk menjadi seorang pemantau dan manajer bagi keberlangusngan kehidupan mereka di sekolah. Saya ingin menumbuhkan kesadaran dan kemandirian mereka dalam mengarungi proses pendidikan.

  • Sebelum mempelajari modul ini, pernahkah Anda menerapkan segitiga restitusi ketika menghadapi permasalahan murid Anda? Jika iya, tahap mana yang Anda praktekkan dan bagaimana Anda mempraktekkannya?
  • Saya belum sepenuhnya mempraktikkan segitiga restitusi sebelum mempelajarai Modul 1.4 ini. Namun, pernah suatu kali saya mengajak bicara dari hati ke hati seorang murid yang bermasalah di sekolah. Murid ini pernah sampai empat kali saya ajak untuk bicara terkait denga napa yang telah dilakukannya. Pada waktu itu saya mencoba untuk memvalidasi kesalahan yang telah dia lakukan. Memang, pada waktu itu dia menangis karena saya kaitkan dengan berbagai hal dan orang tua. Pada waktu itu saya berposisi sebagai pembuat rasa bersalah. Tetapi, memang benar, jika bukan dari diri sendiri, pelanggaran-pelanggaran juga masih dilakukan oleh murid. Oleh karena itu, ke depannya nanti, kita coba untuk menjadi manajer dan melaksanakan segitiga restitusi secara utuh.
  • Selain konsep-konsep yang disampaikan dalam modul ini, adakah hal-hal lain yang menurut Anda penting untuk dipelajari dalam proses menciptakan budaya positif baik di lingkungan kelas maupun sekolah?
  • Tentu saja, dukungan dari seluruh pelaksana sekolah diperlukan untuk melaksanakan dan membiasakan budaya positif bagi diri murid. Budaya positif tidak bisa diangkut sendiri oleh seorang guru penggerak. Ini adalah kerja tim, demi kebahagiaan yang akan dicapai oleh murid.

RANCANGAN TINDAKAN UNTUK AKSI NYATA

Judul Modul                : Modul 1.4 Budaya Positif

Nama Peserta              : Fiqi Haffaf Muzahit

  • LATAR BELAKANG
  • Penerapan budaya positif sekolah diharapkan mampu menjadi jawaban permasalahan pendidikan karakter yang telah digalakkan oleh pemerintah dewasa ini. Budaya positif diharapkan juga dapat mengajak seluruh elemen sekolah bersatu padu dalam menuntun murid kepada kebahagiaan sejati. Mampu menuntun murid sesuai dengan kodratnya sehingga menjadi manusia yang bermanfaat dan bahagia. Penerapan budaya positif juga diharapkan mampu mewujudkan visi dan misi sekolah dalam implementasi nilai-nilai Profil Pelajar Pancasila.

  • TUJUAN
  • Menumbuhkan budaya positif di lingkup sekolah dan kelas.
  • Menerapkan nilai-nilai Pelajar Profil Pancasila.
  • Membiasakan murid dengan budaya positif sehingga menumbuhkan kesadaran dari dalam dirinya sendiri.  
  • TOLOK UKUR
  • Murid mampu membentuk sebuah keyakinan kelas yang disepakati bersama.
  • Murid mampu mengaplikasikan nilai-nilai Profil Pelajar Pancasila dalam kehidupan di sekolah maupun di masyarakat.
  • Murid sadar betul bahwa pembiasaan budaya positif ini merupakan sebuah kewajiban sekaligus hak yang melekat dalam dirinya baik sebagai makhluk individu maupun makhluk sosial.

  • LINIMASA TINDAKAN YANG AKAN DILAKUKAN
  • Adapun langkah-langkah yang akan dilakukan diantaranya:
  • Sosialisasi kepada seluruh warga sekolah meliputi kepala sekolah, guru, murid, dan tenaga kependidikan terkait disiplin positif, kesepakatan kelas dan Profil Pelajar Pancasila dan praktik segitiga restitusi sebagai dampak pelanggaran keyakinan kelas.
  • Guru menjelaskan tentang pengertian dan pentingnya kesepakatan kelas.
  • Guru memfasilitasi murid untuk membuat kesepakatan kelas. Kesepakatan kelas yang telah disepakati selanjutnya ditandatangani seluruh warga kelas dan dipasang di dinding kelas.
  • Menumbuhkan, menanamkan, dan membiasakan nilai-nilai Profil Pelajar Pancasila.
  • Mendokumentasikan setiap yang mendukung kegiatan tersebut.

  • DUKUNGAN YANG DIBUTUHKAN
  • Dukungan yang dibutuhkan agar budaya positif di sekolah mampu berjalan dengan baik, antara lain:
  • Dukungan dari seluruh warga sekolah.
  • Partisipasi aktif orang tua di rumah dalam membiasakan budaya positif.
  • Dedikasi seluruh warga sekolah sebagai role model/ teladan bagi murid dalam menanamkan budaya positif di sekolah.
  • Kolaborasi seluruh warga sekolah dalam menciptakan serta membiasakan budaya positif di sekolah.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun