PILPRES 2024 hampir pasti menampilkan tiga Calon Presiden yaitu Prabowo Subianto, Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan. Dengan dukungan partai-partai yang telah mencapai Presidential Threshold, gerakan promosi mulai dilakukan.
Hingga kini, tiga bakal calon presiden tersebut belum memilih atau belum dipasangkan dengan bakal calon wakil presiden. Timbang menimbang perhitungan relasi suara dilakukan dengan cara-cara silaturahim elit politik.Â
Melihat elektabilitas ketiga calon tersebut tidaklah timpang. Misal Prabowo ditataran 28 hingga 31 persen, Ganjar 26 hingga 30 persen maupun Anies ditataran 23 hingga 25 persen. Hal ini menjabarkan survei LSI teranyar yang dilansir kompas.com  3 Mei 2023 yakni Prabowo 18,3 persen, Ganjar 16,2 persen dan Anies 13,1 persen.
Dalam pembahasan survei yang memiliki margin of error 3 hingga 4 persen, angka tersebut sangat ketat bersaing. Hal itu pula yang memastikan Pilpres 2024 menjadi dua kali pemilihan karena kemungkinan tidak melewati angka di 50 persen. Terakhir Pilpres dua putaran terjadi pada tahun 2004, yakni hampir 20 tahun berselang yang menyisakan SBY-JK dan Mega-Hasyim.
Berkaca pada elektabilitas Capres saat ini, sangatlah penting peran dari Cawapres dalam Mendulang suara. Terakhir, hanya pada Pemilu 2004 peran Cawapres sangat penting. Tiga Pilpres berikutnya hanyalah peran SBY dan Jokowi yang berhasil mendulang suara tinggi.
Pada 2004 Amien Rais duet dengan Siswono Yudo Husodo, Hamzah Haz-Agum Gumelar, Megawati-Hasyim Muzadi, SBY-JK dan Wiranto-Salahudin Wahid. Cawapres-cawapres kala itu memiliki peran vital dalam pendulangan suara. Misal Siswono dan JK yang memecah suara Golkar sebagai partai yang berkuasa puluhan tahun.Â
Kemudian Agum Gumelar dari ABRI yang pada saat itu masih baru dalam hal penghapusan dwifungsi, sehingga track record Agum dengan ABRI sangat mendulang suara tinggi dalam masyarakat. Hasyim Muzadi dan Salahudin Wahid Cawapres yang berpotensi mendulang suara NU.Â
Paska 2004
Kemudian paska 2004, Yaitu pada Pemilu 2009 menghadirkan 3 pasang Capres dan Cawapres yakni Megawati-Prabowo, SBY-Boediono dan JK- Wiranto. Cawapres Prabowo, Boediono dan Wiranto bukanlah tidak berperan. Namun SBY efek menjadi lumbung utama peraihan suara.
Hal tersebut selaras dengan peraihan suara partai yang mengusungnya Partai Demokrat yang pada 2004 hanya 7,45 persen menjadi 20,85 persen pada 2009 serta diikuti kemenangan mutlak sekali putaran SBY-Boediono 60,8 persen. Terlebih mengingat Boediono merupakan Capres-Cawapres dengan relasi suara yang sama yakni suara eksekutif pemerintahan. Artinya kala itu SBY yang dipasangkan dengan siapa saja bakal menang.
