Mohon tunggu...
Bung Fiqhoy
Bung Fiqhoy Mohon Tunggu... Freelancer - Penikmat sastra dan jelajah rasa

Bangunlah Jiwanya, Bangunlah Badannya untuk Indonesia Raya

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

PDIP dan Nasdem: "Lawan" atau "Kawan"?

21 Oktober 2022   15:07 Diperbarui: 21 Oktober 2022   15:48 1603
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Logo Partai PDIP dan Nasdem (Diperoleh dari berbagai sumber)

Tulisan ini hanya merupakan analisis politik penulis, dilihat dari berbagai sisi dan situasi politik tanah air melalui sudut pandang yang berbeda.

Si yang paling dinanti, "Siapa Capres PDIP?"

Meskipun publik belum tahu siapa yang akan dijagokan oleh PDIP, namun gema politik sudah terdengar riuh menjagokan Ganjar sebagai kandidat dengan elektabilitas tertinggi. Akan tetapi, kepastian calon dari partai Banteng ini sepertinya baru akan diumumkan pada masa "injury time" untuk memberikan efek kejut kepada lawan. Ganjar sendiri sudah menyatakan kepatuhannya sebagai kader partai Banteng dan akan tegak lurus pada keputusan partai. Dengan begitu, skenario politik yang akan bergulir selanjutnya berada di ujung pena Megawati Soekarno Putri selaku Ketua Umum PDI Perjuangan.

Tidak bisa dipungkiri, karakter Megawati sudah sejak lama teruji dengan berbagai intrik politik sehingga keputusannya sangat dinanti oleh semua partai. Apakah PDIP akan maju sendiri ataupun berkoalisi dengan partai lain tentu sudah dikalkulasi dengan matang. Bukan tidak mungkin, koalisi dengan Nasdem terjadi di masa depan jika skenario politik utamanya adalah PDIP vs Gerindra yang mengulang kontestasi 2019. Hanya waktu yang akan menjawab.

Dengan bergulirnya nama Puan dan Ganjar selama beberapa pekan ke belakang, tentu sangat menguntungkan PDIP karena dengan begitu, banyak analis hingga media ramai membahas sosok keduanya. Ujung-ujungnya nama PDIP semakin sering menggema dalam ruang-ruang publik, dibahas secara gratis hingga sampai ke telinga masyarakat. Strategi ini tidak hanya menguntungkan bagi PDIP, tapi juga bagi Puan dan Ganjar selaku kader partai PDIP. Hal ini membuktikan bahwa PDIP sebagai partai pemenang pemilu berhasil melakukan kaderisasi internal.

Nasdem terdepan: Mengusung Anies jadi Capres

Sirine politik Indonesia mulai nyaring berbunyi seiring dengan dideklarasikannya Anis Baswedan sebagai kandidat calon presiden dari Nasdem pada Senin, 3 oktober 2022 yang lalu. Deklarasi pengusungan Anis tersebut mendapat banyak reaksi dari berbagai kalangan, pro maupun kontra sama hebohnya. Namun, yang harus diperhatikan, apa yang membuat Nasdem selaku Partai dengan perolehan kursi DPR tahun 2019 hanya sebesar 10,26% berani mengambil langkah tajam mengusung seorang Anies? Bukankah ambang batas 20% menjadi kendala yang amat berarti bagi suksesi pemilu 2024?

Meskipun begitu, Nasdem kini tengah menjajaki koalisi dengan Demokrat dan PKS yang jika berhasil, koalisi ini akan mengantongi tiket pencalonan presiden dan wakil presiden sebesar 28,35%. Lebih dari cukup untuk memuluskan jalan seorang Anies dalam kontestasi kedepan. Namun dalam imajinasi penulis, apakah Nasdem akan memilih jalan sederhana tersebut? Atau justru posisinya kini tengah menunggu PDIP? Tentu deklarasi Anies kemarin bisa saja mengusik sang Banteng merah yang lagi asyik "pemanasan" menuju pertarungan 2024.

Faktanya posisi Anies saat ini sebagai calon Presiden yang akan diusung oleh Nasdem terus menguat, meskipun diikuti pula oleh suara-suara kader partai yang tidak setuju. Namun hal tersebut tidak membuat langkah Anies terhenti. Dalam beberapa hari setelah Deklarasi, Anies dengan mantap melakukan "pendekatan politik", yang nampak jelas adalah ketika ia berkunjung ke Demokrat menemui Agus Harimurti Yudhoyono, Ketua Umum Partai Demokrat. Selain itu, Anies dan petinggi partai PKS juga sempat beberapa kali terlihat vertemu secara informal. Dalam pertemuan-pertemuan tersebut memang belum ada kesepakatan politik yang muncul, namun publik mulai menerka-nerka jika Demokrat akan ikut bergabung dalam gerbong politik yang mulai dibangun oleh Nasdem, mengusulkan Anies sebagai kandidat calon presiden 2024.

Anies Baswedan saat Deklarasi Capres 2024 di Nasdem Tower (Republika/Prayogi)
Anies Baswedan saat Deklarasi Capres 2024 di Nasdem Tower (Republika/Prayogi)

Anies adalah antitesa atau justru pasangan ideal bagi PDIP?

Melihat dari sisi berbeda, pertanyaan yang timbul dalam benak adalah "apa benar si Biru dan Si Merah berseteru?" atau "apa benar Anies adalah antitesa Jokowi dan PDIP", ataukah justru "Anies merupakan pasangan ideal yang melengkapi PDIP?" Jika benar prediksi ini, maka suhu politik yang memanas belakangan ini dapat dipahami sebagai gimmick politik semata agar suasana tetap. Terlepas dari hal tersebut, PDIP dan Nasdem telah berhasil melakukan upaya test the water ke publik sehingga arah dukungan masyarakat mulai terlacak. 

Namun yang perlu diingat adalah tidak ada lawan politik maupun kawa politik yang abadi kecuali kepentingan. Dan Presiden Jokowi pun dalam beberapa kesempatan senantiasa menekankan bahwa yang paling penting di tahun 2024 adalah memastikan adanya kesinambungan program pembangunan dan visi pemerintahan yang maju. Idealnya, pemerintahan baru setelah Jokowi harus mampu mewujudkan cita-cita Indonesia yang rakyatnya sejahtera, berdaulat, adil dan makmur. 

Mencermati dinamika antara PDIP dan Nasdem dala kurun waktu beberapa tahun terakhir, mulai timbul pertanyaan imajinatif, "Bagaimana jika perjodohan politik antara PDIP dan Nasdem benar-benar terjadi?"

Tidak bisa dipungkiri jika popularitas Anies Baswedan terus meningkat sejak menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta, menggantikan Basuki Tjahaja Purnama. Dalam konteks ini, Anies terbukti mendapatkan mandat dengan dukungan mayoritas masyarakat Jakarta. Sebuah langkah politik yang pernah dijalani pendahulunya yaitu Jokowi, sebelum maju sebagai kandidat calon Presiden 2014. Dengan modal pengalaman mengurus Jakarta selama 5 tahun serta dukungan dari berbagai kalangan, nampaknya membuat Anies cukup percaya diri untuk maju dalam kontestasi. 

Bisa diprediksi, dukungan kepada Anies akan berasal dari kelompok masyarakat yang tidak memilih Presiden Jokowi, maupun barisan masyarakat yang mengalihkan pilihannya kepada calon alternatif baru setelah selama 10 tahun memilih Jokowi (tentunya dengan beragam pertimbangan). Tidak hanya itu, kelompok masyarakat yang akan memilih Anies juga kemungkinan berasal dari lapisan masyarakat yang melihat Anies sebagai sosok yang dekat dengan Jokowi sebelumnya sehingga memahami secara detil mengenai visi pembangunan Jokowi sehingga kesinambungan pembangunan dapat terjaga dengan baik.

Selain modal dukungan politik tersebut, sudah menjadi rahasia publik jika Anies mendapatkan dukungan kuat dari Jusuf Kalla selaku mentor politiknya. Dengan begitu, secara tidak langsung bisa dipastikan jika basis dukungan JK dari Sumatera, Sulawesi, dan Kalimantan juga dapat merapat untuk mendukung Anies Baswedan di tahun 2024. Kesimpulannya, entah Anies akan maju bersama koalisi Demokrat dan PKS ataupun misalnya dilamar PDIP bersama kandidatnya, sudah pasti basis dukungan dari masing-masing wilayah tersebut akan menjadi nilai tambah kalkulasi politi dari partai-partai yang akan mendukung Anies.

Oktober 2022: Ganjar siap jadi Capres dan kalemnya PDIP

Seperti telah diprediksikan sebelumnya, riuh suara dukungan kepada Ganjar akhirnya disambut oleh Gubernur Jawa Timur dua periode tersebut. Ia menyatakan kesiapannya menjadi calon presiden jika suatu saat nanti ditugaskan oleh PDIP, tentunya dibawah keputusan Megawati. Ganjar memberikan kode atau sinyal politik kepada petinggi PDIP tepat di bulan Oktober 2022, yang dalam iklim demokrasi Indonesia bulan dilantik dan dimulainya pemerintahan baru.

Benar atau tidak, intinya seorang Ganjar layaknya anak gadis yang hendak dipinang kini sedang memberikan sinyal "kesiapan" kepada orang tuanya agar diizinkan untuk segera menikah. Kira-kira seperti itu ilustrasi yang dapat menjelaskan kondisi politik internal di PDIP saat ini yang diamati penulis. Dengan begitu, keputusan yang paling dinanti saat ini adalah dari Megawati Soekarno Putri selaku Ketua Umum PDIP. Siapan kandidat Capres yang akan diusung tentu menjadi misteri yang akan dijawab oleh waktu, kalkulasi dan tensi politik kedepan. Setidaknya, reaksi PDIP hari ini jauh lebih tenang dan tidak reaksioner dengan Ganjar selaku kader partai setelah menyatakan siap maju. Kalemnya PDIP tentu membuat publik bertanya-tanya apakah benar Ganjar akan direstui atau tidak menjadi successor Jokowi.

 

Ganjar Pranowo dalam salah satu acara partai PDI Perjuangan (ANTARA FOTO /M. Risyal Hidayat)
Ganjar Pranowo dalam salah satu acara partai PDI Perjuangan (ANTARA FOTO /M. Risyal Hidayat)

Bertanding atau Bersanding?

Dalam perjalanan politik Jokowi, selain PDIP yang menjadi mesin politik utama pemenangannya, ada banyak pula barisan partai yang mendukungnya saat itu hingga sekarang. Salah satu partai pendukung yang bisa dikatakan “garis keras” kepada Jokowi adalah Nasdem. Melihat secara historis maka tentu partai-partai pendukung pemerintah saat ini sedang bermanuver untuk saling mengikat kepentingan dan mencari pasangan yang tepat untuk diusung pada 2024.

Melihat sejarah Nasdem dan PDIP yang turut dihiasi oleh riak-riak kecil antar keduanya, bukan tidak mungkin jika PDIP dan Nasdem akan menjalin romantisme Kembali untuk maju bersama-sama. Hal ini bisa terjadi jika kesepakatan antara Nasdem–Demokrat–PKS tidak membuahkan hasil yang menguntungkan bagi semua pihak. Bahkan jika terjadi kerjasama politik antara PDIP dan Nasdem dengan mengusung Ganjar – Anies, tentu ini menjadi skenario yang sangat berbeda dari apa yang publik lihat dari panggung politik Indonesia hari ini.

Prediksinya, jika benar-benar bersanding, maka PDIP dan Nasdem kemungkinan besar akan mengusung Ganjar dan Anies sebagai pasangan politik yang merepresentasikan kesinambungan pembangunan era Jokowi dan menjadi simpul persatuan dari kubu-kubu politik yang selama beberapa tahun kebelakang dinilai berseberangan. Akan tetapi, jika PDIP dan Nasdem lebih memilih untuk bertanding, maka skenario yang paling mungkin terjadi yaitu kemungkinan dirobaknya susunan kabinet yang disertai terbentuknya koalisi yang solid antara Nasdem dengan dua partai lain yang sedang dalam masa “penjajakan” saat ini.

Membaca Peta Politik saat ini

Selain Anies, baru Prabowo yang telah resmi diusung oleh partai Gerindra. Namun, jika ditinjau dari modal perolehan suara DPR pada pemilu 2019 yang lalu, belum ada satu pun dari Anies atau Prabowo yang memenuhi syarat dukungan minimal 20% dari partai pendukung. Gerindra hanya memiliki perolehan kursi sebesar 13,57% sedangkan Nasdem hanya memiliki 10,26 kursi di DPR. Sejauh ini, hanya PDIP lah yang dapat mengusung sendiri calon Presiden dan Wakil Presidennya dengan modal perolehan kursi DPR sebesar 22,26%. Solusinya adalah dengan berkoalisi, misalnya saja koalisi Gerindra (13,57%) – PKB (10,09%) sehingga totalnya menjadi 23,66% jumlah perolehan kursi. Sedangkan koalisi Golkar (14,78%), PAN (7,65%), dan PPP (3,3%) dapat mendulang perolehan total kursi DPR sebesar 25,73%.

Selain kedua kelompok koalisi tersebut, publik masih menantikan kemana kesepakatan politik Nasdem akan bermuara. Apakah akan berlanjut dengan PKS dan Demokrat, ataukah kembali ke dalam lingkaran koalisi PDIP. Dengan seringnya para petinggi Demokrat dan PKS bertemu secara informal dengan Nasdem, bukan tidak mungkin jika koalisi ini menjadi nyata dan membentuk poros baru. Jika dikalkulasi, koalisi Nasdem (10,26%) – Demokrat (9,39%) – PKS (8,7%) dengan total perolehan kursi sebesar 28,35% sehingga sudah lebih dari cukup untuk mengusung Capres dan Cawapres sendiri.

Jika dilihat dari persentase tersebut, kalkulasi koalisi Nasdem-Demokrat-PKS lah yang kemungkinan terbesar diantara yang lain. Kecuali, koalisi Golkar-PAN-PPP kemudian berlabuh ke PDIP sehingga total perolehan kursi DPR-nya menjadi 47,99%. Namun yang perlu diingat bahwa kontentasi politik tidak hanya didasarkan oleh angka demi angka, karena sifatnya yang mengalir dan tidak kaku. Tentu angka-angka diatas hanya menjadi acuan administratif dan belum mencerminkan kecenderungan pilihan seluruh rakyat yang semakin kesini semakin cerdas memilah dan memilih figur pemimpin. Sekali lagi, tidak hanya kekuatan mesin partai yang akan diuji, tapi juga latar belakang kandidat yang diusunglah yang juga akan sangat menentukan kemana suara rakyat dimanatkan.

Apakah Nasdem dan PDIP akan “bertanding” dengan kandidatnya masing-masing? Ataukah Kembali bersekutu layaknya “navigator politik Indonesia” seperti dalam kurun waktu 10 tahun terakhir? Atau justru PDIP Kembali menjadi magnet koalisi bagi partai-partai karena diprediksi akan mencetak hattrick kemenangan di 2024? Kita lihat saja nanti bagaimana takdir politik bergulir.

Prabowo Subianto, Anies Baswedan, Ganjar Pranowo
Prabowo Subianto, Anies Baswedan, Ganjar Pranowo

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun