Pembelajaran Jarak Jauh mulai diberlakukan sejak pandemi COVID-19 terjadi di seluruh penjuru Indonesia (Nugroho, 2020). Namun, dalam pelaksanaannya, Pembelajaran Jarak Jauh yang diharapkan dapat membantu jalannya pembelajaran di Indonesia bisa dibilang belum efektif. Dikutip dari Evandio (2020), Jazilul Fawaid sebagai Wakit Ketua MPR RI mengemukakan bahwa dari 86 juta siswa di Indonesia, hanya 30 persen siswa yang sudah menerima pembelajaran jarak jauh. Penelitian yang dilaksanakan oleh Yayasan Wahana Visi Indonesia pada 12-18 Mei 2020 menemukan bahwa 32 persen siswa di daerah 3T tidak memiliki akses untuk Pembelajaran Jarak Jauh (Evandio, 2020).
Untuk mengatasi ketimpangan yang terjadi, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan mengadakan program Kampus Mengajar yang melibatkan Mahasiswa di seluruh Indonesia untuk memaksimalkan Pembelajaran Jarak Jauh di daerah Terdepan, Terpencil, dan Tertinggal (3T). Mahasiswa sebagai Agent of Change diharapkan bisa memaksimalkan dan memeratakan potensi yang dimiliki para Guru di daerah Terdepan, Terpencil, dan Tertinggal.
Selama ditempatkan di Sekolah Dasar sasaran, mahasiswa menemukan beberapa hal yang masih jauh dari kata efektif terkait dengan Pembelajaran Jarak Jauh. Pembelajaran Jarak Jauh dilaksanakan hanya mengandalkan Screen Shoot dari buku Tematik tanpa instruksi dan penjelasan yang jelas. Setiap harinya, siswa hanya diminta untuk mengerjakan buku Tematik yang di Screen Shoot oleh guru tanpa ada penjelasan yang menyeluruh. Sehingga, dalam pelaksanaannya, siswa seringkali merasa bingung dan cenderung menjawab secara asal asalan.
Tak hanya itu, terdapat beberapa siswa yang sama sekali tidak memiliki sinyal dan gawai untuk melaksanakan Pembelajaran Jarak Jauh. Mereka mengakui jika mereka tidak mempunyai gawai sendiri dan harus berbagi dengan orang tua mereka yang bekerja. Pada siang hari, gawai mereka dipakai oleh orang tua nya. Sehingga, mereka hanya bisa melaksanakan Pembelajaran Jarak Jauh pada malam hari. Tetapi, mereka menjadi tidak bisa melakukan pembelajaran dikarenakan lemahnya sinyal pada malam hari. Mereka mengakui bahwa pada malam hari, sinyal menjadi sangat lemah sehingga mereka tidak bisa membuka gambar yang iberikan oleh guru mereka. Akibatnya, mereka ketinggalan beberapa Sub-Tema dan tidak bisa mengumpulkan tugas tepat waktu.
Dalam perspektif guru, mereka tidak bisa memaksimalkan pembuatan media pembelajaran dikarenakan kurangnya kemampuan mereka dalam mengoprasikan teknologi. Bahkan, masih ada guru yang tidak bisa sama sekali megoprasikan laptop yang diberikan sekolah kepada mereka. Untuk mengatasi hambatan ini, Mahasiswa mengadakan seminar teknologi yang dilaksanakan satu minggu penuh guna membantu para guru dalam meningkatkan kemampuan teknologi mereka. Dalam pelaksanaan seminar, mahasiswa melakukan asistensi dalam pembuatan materi ajar yang menarik.
Seminar dan pendampingan ini dirasa sangat bermanfaat dan efektif. Salah satu guru bahkan masih mencoba untuk menerapkan metode pengajaran yang diajarkan Mahasiswa selama Kampus Mengajar. Sementara itu, untuk siswa yang tidak bisa melaksanakan Pembelajaran Jarak Jauh dikarenakan terhambat oleh jaringan internet, mereka diminta untuk mengambil bahan pembelajaran ke sekolah.
Referensi:
Evandio, A. (2020, July 19). Duh, Daerah 3T Masih Susah Akses Pembelajaran Jarak Jauh. Bisnis.Com. https://teknologi.bisnis.com
Nugroho, T. T. (2020, May 14). Pembelajaran Jarak Jauh di Masa Pandemi. Tempo. https://kolom.tempo.co/read/1342106/pembelajaran-jarak-jauh-di-masa-pandemi/full&view=ok
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H