Mohon tunggu...
Fiona Try
Fiona Try Mohon Tunggu... Jurnalis - S1 Ilmu Komunikasi Universitas Atma Jaya Yogyakarta

When nothing is sure, everything is possible.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kamu Belum Paham Budaya Lain, Kalau Belum Belajar Kajian Kultural Komunikasi

18 Februari 2021   16:16 Diperbarui: 18 Februari 2021   18:35 404
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(credit : lapaas.com)

Era globalisasi membuat dorongan kepada masyarakat agar dapat  membuka diri dan bergelut dengan realitas bahwa peradaban manusia  sekarang ini semakin berkembang. Perkembangan ini membawa new culture terhadap paradigma baru bagi perkembangan manusia. Perkembangan budaya dalam era globalisasi  ini tidak dapat dipisahkan dari plularisme, yang dimana banyak keragaman yang perlu dipelajari agar kita terhindari dari miss understanding in culture. Sehingga diperlukannya  Pembelajaran mengenai Kajian kultural.  Komunikasi atau bahasa  merupakan salah satu kunci dan ciri khas dalam budaya, bisa dikatan juga jika bahasa tidak hanya bersifat struktural, namun juga komunikatif dan bersifat sosial.

Contohnya, kita dapat menebak asal daerah atau budaya seseorang dari  bahasa daerah yang ia gunakan. Seperti Bahasa Sunda yang berasal dari Jawa Barat, Bahasa Bugis yang berasal dari Sulawesi Selatan, dan lain sebagainya. Meskipun begitu kita tetap saja dapat berkomunikasi dengan bahasa utama kita yaitu Bahasa Indonesia.

Istilah cultural studies sendiri berasal dari Center for Contemporary Cultural Studies (CCCS)  di Universitas Birmingham, yang didirikan pada tahun 1965. Lahir di tengah-tengah semangat Neo-Marxisme yang berupaya meredefinisikan Marxisme sebagai perlawanan terhadap dominasi dan hegemoni budaya tertentu. (Astuti. 2003. h.57) Cultural studies berakar dari gagasan Karl Marx, yang mempunyai pandangan bahwa kapitalisme telah menciptakan kelompok elit kuasa untuk melakukan eksploitasi terhadap kelompok yang tidak berkuasa dan lemah. Pengaruh kontrol kelompok berkuasa terhadap yang lemah menjadikan kelompok yang lemah merasa tidak memiliki kontrol atas masa depan mereka. (binus. 2014)

Secara sederhana definisi Cross Cultural Study Menurut Bennet, Bennet & Allen (2003), menyatakan bahwa pemahaman lintas budaya adalah kemampuan untuk bergerak dari sikap etnosentrik menuju sikap menghargai budaya lain, hingga akhirnya menimbulkan kemampuan untuk dapat berperilaku secara tepat dalam sebuah budaya atau budaya-budaya yang berbeda. Pemahaman lintas budaya pada dasarnya ibarat memiliki sebuah peran ganda.

Lalu apa sebenarnya manfaat dari mempelajari kajian kultural komunikasi? Maka dari itu mari simak penjelasannya dengan seksama!

Terdapat 3 aspek yang pembaca dapatkan jika mulai belajar memahami kultural budaya ini. Menurut  Sinagatullin (2003. h. 114) tujuan pelatihan pemahaman lintas budaya adalah untuk membantu memperoleh pengetahuan, sikap, dan keterampilan.

1. Pengetahuan : pengetahuan dalam budaya lain itu sangat penting

Pengetahuan yang kita miliki akan budaya luar membawa banyak sekali manfaat, karena dari pengetahuan tersebut kita akan memiliki kaca mata yang luas terhadap budaya dan keberagaman. Bagaimana jadinya jika kita tidak mengenal atau memahami budaya lain? Tentu itu bukanlah suatu hal yang baik. Disisi lain, kewaspadaan akan budaya juga diperlukan dalam memahami budaya lain. Misalnya Di Prancis, bukan suatu hal yang tabu jika laki-laki bercipikacipikki atau yang kita sebut dengan cium pipi kanan kiri dengan sesama jenisnya. Karena cipikacipikki itu merupakan salah satu contoh budaya yang menunjukan keakraban mereka. Di Indonesia sendiri cipikacipikki merupakan hal yang dominan dilakukan oleh kaum hawa.

2. Sikap: keberagaman mengajarkan kita untuk menghargai sesama.

Toleransi merupakan sikap dasar yang paling penting dalam menjalin sebuah interaksi didalam suatu kelompok budaya sehingga kita dapat memilik kemampuan juga untuk mengontrol emosi dan kemampuan dalam menyelesaikan masalah terutama dalam keadaan mendesak (resilience).  Contohnya, ketika warga negara Indonesia makan bersama warna negara China dan Korea. Bagi warga negara China dan Korea, sendawa dan menyeruput mie hingga berbunyi menandakan bahwa mereka menghargai makanan dan secara tidak langsung memberikan tanda bahwa makanan tersebut enak. Berbeda di Indonesia, senadawa dan makan hingga berbunyi menandakan kurangnya etika ketika makan. Namun karna warga negara Indonesia, telah memiliki sikap toleran yang memandang dan memahami seseorang dengan pengetahuan, sehingga hal tersebut tidak menjadi masalah.

3. Keterampilan

Aspek terakhir, setelah memahami dan mempelajari kajian budaya atau kajian kultural ini, tidak bosan-bosan saya ingatkan, keterampilan dalam berkomunikasi juga dapat menjadi jembatan untuk membangun hubungan yang baik dengan seseorang atau membangun kepercayaan yang baik.

orang yang minim toleransi pasti sering hidup dalam lingkungan yang homogen, sehingga gagap plurasime -Panji Pragiwaksono

Daftar Pustaka

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun