Nilai IELTS menjadi salah satu syarat utama untuk bersekolah di luar negeri, khususnya universitas dengan bahasa pengantar bahasa Inggris. Walaupun terkadang bagi kebanyakan dari kita berpikir bahwa tes IELTS ini sangat tidak penting dan menguras biaya serta waktu, namun sesungguhnya test ini penting. Universitas ingin memastikan bahwa calon anak didiknya mampu menggunakan bahasa Inggris untuk konteks akademik supaya kegiatan belajar lebih lancar dan tidak terkendala oleh bahasa. Pasti sulit dong kalau anak didik tidak mengerti apa yang disampaikan dosen secara verbal dan apa inti dari bacaan di buku?
Score IELTS memiliki rentang 1 sampai 9. Adapun score minimum rata-rata IELTS yang pada umumnya diminta oleh perguruan tinggi di luar negeri berkisar antara 6.5 sampai dengan 7.5 tergantung dari ketentuan universitas yang dapat dilihat informasinya di masing-masing website resmi universitas. Selain IELTS, ada beberapa tes bahasa Inggris yang juga diakui secara internasional seperti: TOEFL, Cambridge English Scale, Pearson Test of English. Biasanya kita cenderung memilih antara IELTS atau TOEFL. Namun, karena pada akhirnya saya memilih IELTS, maka saya akan lebih banyak menceritakan tentang IELTS.
Mengapa pilih IELTS?
Sekarang ini, kebanyakan universitas di luar negeri menerima baik test IELTS maupun TOEFL, tidak lagi terbatas seperti misalnya untuk mendaftar ke kampus di Inggris harus IELTS atau kampus di Amerika harus TOEFL. Maka dari itu, kita harus cermat melihat dari website universitas apakah mereka menerima IELTS/ TOEFL atau keduanya. Kalau menerima keduanya, maka saya akan memilih IELTS. Mengapa? Walaupun lebih mahal sedikit (test IELTS Rp 2,8 juta), dibanding TOEFL, ada beberapa hal yang membuat saya lebih memilih IELTS dibanding TOEFL (sebelumnya saya sempat 1 kali test percobaan TOEFL atau biasanya disebut dengan TOEFL Prediciton Test dan satu kali test TOEFL IBT resmi). Sebagai gambaran, pada tahun 2015, TOEFL Prediction Test untuk 1 kali harganya Rp 500.000 dan bisa di lakukan di penyelenggara resmi test TOEFL seperti Direct English atau Kaplan dan US$ 175 untuk test TOEFL resminya.
Kembali lagi ke IELTS, menurut saya, 1) untuk Reading dan Listening, bentuk soal dari IELTS lebih beragam karena bukan hanya berupa pilihan ganda. Tetapi ada pilihan ganda, mengisi titik-titik singkat, true or false, serta mengisi jawaban yang sesuai dengan pilihan. Keberagaman bentuk soal ini menurut saya lebih memudahkan karena tidak monoton dan membingungkan bagi kita yang sering kesulitan memilih A B C D di pilihan ganda. 2) Kedua, Speaking pada IELTS berbentuk wawancara dengan native speaker. Saya lebih grogi apabila merekam jawaban saya dengan recorder yang dibatasi oleh detik waktu singkat yang disediakan di layar monitor seperti pada test speaking TOEFL dibanding berbicara dengan native speaker di IELTS. 3) Ketiga, pelaksanaan test IELTS pun di bagi menjadi 2 yaitu sesi Listening, Reading, dan Writing, jeda, lalu di sambung dengan test Speaking di jam yang telah di tentukan ataupun di hari berikutnya. Jeda ini cukup membantu kita untuk merefresh diri kita. Total waktu yang diperlukan IELTS adalah 2 jam 45 menit, sedangkan TOEFL membutuhkan waktu 4 jam. Â Berdasarkan 3 alasan itulah saya memutuskan kalau saya lebih memilih IELTS daripada TOEFL.
selanjutnya...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H