Mohon tunggu...
Perempuan Sasak
Perempuan Sasak Mohon Tunggu... Guru - Perempuan Sasak

Perempuan Sasak, Lombok.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Jangan Jadi Guru Honorer Kalau Masih Ngarep Gaji Buat Makan

4 Februari 2015   13:09 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:51 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

Profesi yang sangat butuh kesabaran lebih, hati dan jiwa bersih tak lupa kantong bersih. Apa lagi kalau bukan berprofesi sebagai guru honorer. Saya menyebutnya bukan profesi tapi lebih kepada panggilan jiwa. Karena jika menyebutnya sebagai pekerjaan, tentu akan menuntut upah yang pantas dari pekerjaan itu sendiri.

Di tempat Saya gaji guru honorer SMP Negeri RP. 15.000 per jam, itu pun sudah tergolong sangat banyak. Sedangkan di sekolah swasta berkisar antara Rp.12.000 hingga Rp.13.000. Jika Saya memiliki jatah mengajar 6 jam dalam SK Pembagian Tugas, maka Saya diharuskan mengajar 6 jam per minggu. Berarti tinggal dikalikan saja, jumlah jam mengajar per minggu x berapa Rp hitungan honor  per jam. Misal 6 jam x 15.000 = Rp. 90.000. Jadi gaji saya per bulan sebesar Rp.90.000. Namun bagaiman jika jatah mengajar Saya 2 jam per minggu? silahkan anda kalkulasikan sendiri, begitulah kira-kira jumlah gaji anda jika menjadi guru honorer.

Dan jangan fikir Saya menerimanya perbulan, tapi tiga bulan sekali. Bahkan kalau ada kendala, bukan tiga bulan lagi, tapi berbulan-bulan baru bisa diterima. Apa lagi kalau Anda apes dengan kepala sekolah atau bendahara di tempat anda mengajar nakal, seperti yang dialami oleh beberapa teman satu profesi. Wah siap-siap kalau Anda mengandalkan makan dari profesi Anda ini.

Saya heran kenapa buruh ditetapkan upah minimumnya sedangkan guru honorer tidak? Kenapa tarif angkutan ditetapkan, sedangkan guru honorer tidak? Dan lagi-lagi kenapa, Kenapa lagi-lagi? Fenomena ini membuat Saya teringat sekaligus bangga sekali pada guru-guru Saya, Saya jadi tahu bagaimana ketulusan, kesabaran, dan pengorbanan beliau untuk murid-muridnya. Bangun pagi, berseragam, lalu memakai sepatu dengan baik dan benar.

Sungguh tak lebih. Saya yang masih anak bawang ini kadang suka bertanya-tanya kenapa pekerjaan mulia seorang guru yang menjadi tonggak pendidikan dan kemajuan Bangsa sebegitu memperihatinkannya. Kesenjangannya yang terlihat tentu tak perlu di buat-buat, jika disandingkan dengan profesi yang lain. Tunjangan sertifikasi bagi guru PNS, tak pelak membuat mereka berlomba-lomba untuk mendapatkan jatah waktu 24 jam per minggu. Saya rasa sah-sah saja ketika mereka melakukan hal demikian, karena minimnya gaji pokok dan tuntutan hidup yang harus terpenuhi. Tapi bagaimana dengan nasib guru honorer? Sudah bagus kalau masih mengajar sesuai dengan jurusannya walaupun mendapatkan jatah dari sisa jam guru PNS, tapi kenyataannya tidak demikian. Banyak guru honorer yang mengajar tidak sesuai dengan disiplin ilmu yang Ia miliki, lantaran seluruh jam dimonopoli oleh semua guru PNS. Jurusan IPA mengajar prakarya, jurusan matematika mengajar TIK, bukankah hal itu kesia-siaan yang dramatis? Padahal jika mengacu pada PERMENDIKNAS RI No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan sudah diatur dalam pasal 2, tidak seharusnya hal demikian dibiarkan terjadi. Ini peraturan menteri bukan permen lollipop yang rasanya manis setelah habis lau bekas tusukannya bisa dilempar di sembarang tempat. Saya tidak mengerti apakah sistem yang salah ataukah Negara kita ini memang belum menemukan cara yang tepat untuk memperlakukan guru dengan baik.

 

 

 
17 Agustus 2014
 

Saya tidak menyalahkan guru PNS yang memonopoli hingga 24 jam per minggu, toh mereka juga berangkat dari aturan. Tapi ada saja guru PNS yang nakal. Dalam SK pembagian tugas sudah jelas dan tegas tercantum 24 jam tapi masih saja bergentayangan ke tempat-tempat yang seharusnya dinomerduakan. Jika sudah 24 jam perminggu dan tidak taat aturan, tentu saja lagi-lagi guru honorer yang turun tangan. Lalu bagaimana dengan Univesitas keguruan yang setiap dua tahun sekali mewisudakan ribuan sarjana?, mau dikemanakan mereka?. Sedangkan sudah menjadi guru honorer saja, tidak sesuai dengan tupoksinya. Jangan heran jika banyak pengangguran yang sarjana kemudian disarjanakan lagi oleh keadaan. Atau jangan kaget jika banyak sarjana keguruan yang lebih memilih menjadi buruh dibandingkan menjadi seorang guru. Karena apa? Saya rasa Anda sudah tahu alasannya.

 

 

 

14230040246788677
14230040246788677
Guru Tangguh
 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun