Sebuah ajakan yang tidak biasa dilayangkan oleh sahabat saya pada Februari 2015. Ajakan ini seolah mengantarkan saya pada sebuah impian: jalan-jalan bermanfaat. Karena itu memang impian saya, ikut menjadi kata wajib. Saya bertekad ikut maka diajaklah sedgala macam teman-teman dengan berbagai cara. Alhamdulillah, banyak teman yang tertarik lantas mau ikut. Alasan ketertarikkan mereka sama seperti saya: ingin jalan-jalan bermanfaat.
Seperti apa jalan-jalan bermanfaat itu? Jalan-jalan yang tidak sekadar senang-senang, tetapi juga memberi manfaat. Nah, ajakan teman saya itu masuk kategori jalan-jalan bermanfaat. Bagaimana tidak? Jalan-jalan ini merupakan pendakian bersama tuna netra. Ya, kami akan mendaki Gunung Papandayan bersama tuna netra.
Pertengahan bulan April 2015, panitia mengadakan briefing. Sahabat yang mengajak saya termasuk panitia di dalamnya. Mereka tergabung dalam komunitas Fency (info lebih lanjut silakan kunjungi di Facebook komunitas ini). Saat briefing itu, kami dibagi menjadi beberapa kelompok karena banyak yang ikut. Di kelompok saya, ada 4 tuna netra dan 10 relawan pendamping. Relawan pendamping terbagi menjadi dua: pendamping tuna netra dan pembawa barang. Saat briefing ini, diinfokan bahwa setiap tuna netra wajib membawa tongkatnya. Untuk para relawan, kami diberitahui tentang cara menuntun yang benar. Sungguh, pengetahuan yang baru untuk saya dan itu sangat menarik.
Selepas briefing, saya pulang bersama salah satu tuna netra dalam kelompok saya, Dani namanya. Perempuan lulusan Unpad ini sedang menggarap Undang-Undang untuk difabel. Oh ya, Dani masih bisa melihat sedikit-sedikit. Buram, katanya. Penglihatannya mulai buram sejak sekolah dasar.
***
Kamis, 30 April 2015 menjelang tengah malam, dua bus melaju menuju Garut. Jalanan Jakarta sangat padat. Begitu juga dengan jalan tol. Maklum, long weekend saat itu. Baru menjelang Subuh, bus sampai di Sumedang.
Sesampainya di Sumedang, bus berhenti untuk para penumpangnya sholat atau sekadar ke kamar kecil. Sambil menapakkan kaki menuju mesjid, mata menatap kejauhan. Di sana, terdapat sederetan gunung. Kata yang tahu, itu gunung Papandayan, Cikurai, dan Guntur. Tiga gunung yang indah.Perjalanan berlanjut.
Sekitar pkl07.00, kami sampai di Cisurupan untuk berganti angkutan. Sebelum berganti angkutan, kami ganti pakaian dengan kaus seragam. Mungkin agar lebih mudah mengenali sesama rombongan. Selain itu, kami juga membeli kebutuhan yang belum lengkap di Cisurupan, seperti air mineral dan kebutuhan logistik yang kurang.
Sebelum mendaki, kami sarapan dulu dan mengecek setiap anggota kelompok plus barang bawaan di Camp David. Selain itu, kami juga foto bersama. Ternyata, banyak juga rombongan ini. Salut untuk orang-orang yang memiliki jiwa sosial.
Relawan yang membawa barang diminta jalan lebih dahulu karena akan memasang tenda dan mempersiapkan makanan. Sebagian besar yang lainnya mendamping tuna netra. Saat itu, sebenarnya, saya termasuk relawan yang membawa barang. Namun, akhirnya saya ganti posisi menjadi pendamping tuna netra (lebih tepatnya jalan bersama tuna netra, tuna netra sudah didampingi sekitar 2 relawan).