Di era digital saat ini, Financial Technology (Fintech) jenis peer-to-peer lending semakin populer di Indonesia, terutama pinjaman online (pinjol) (Mentari, 2021). Bayangkan, dahulu ketika seseorang membutuhkan pinjaman, mereka harus mengunjungi bank atau koperasi, mengisi formulir, dan menunggu persetujuan yang memakan waktu. Kini, kemudahan ditawarkan seperti memesan ojek online prosesnya sangat cepat. Hanya dengan beberapa ketukan di ponsel, uang bisa cair ke rekening dalam hitungan menit melalui pinjaman online atau pinjol. Namun, di balik kemudahan dan kecepatan ini, terdapat tantangan yang harus diantisipasi.
Menurut data yang dirilis oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), jumlah pinjaman online di Indonesia pada Agustus 2024 menunjukkan pertumbuhan yang signifikan, mencapai 35,62% secara tahunan (year-on-year), dengan total pinjaman mencapai Rp 71,03 triliun. Angka ini juga meningkat dibandingkan bulan sebelumnya yang mencatatkan pertumbuhan 23,97% secara tahunan. Peningkatan ini menunjukkan tingginya minat masyarakat terhadap pinjol sebagai solusi cepat untuk kebutuhan finansial.
Selain pinjaman online,banyak sekali masyarakat yang sering menggunakan layanan Buy Now Pay Later (BNPL) yang risikonya tidak kalah tinggi. Data OJK menunjukkan bahwa sebagian besar pengguna paylater berasal dari kalangan muda, di mana 43,9% berusia 26-35 tahun dan 26,5% berusia 18-25 tahun. Fakta ini menunjukkan bahwa generasi muda adalah kelompok yang paling banyak memanfaatkan layanan ini. Diantara mereka yang menggunakannya, cenderung lebih mudah tergoda untuk membeli barang atau jasa secara impulsif dan menghabiskan lebih banyak dari yang mereka mampu bayar sehingga terjadinya risiko utang. Ini hampir berdampingan dengan fenomena pinjol.
Mengapa Pinjaman Online Diminati?
Ada beberapa faktor yang mendorong masyarakat untuk menggunakan pinjol. Pertama, ketimpangan ekonomi membuat akses terhadap sumber daya keuangan menjadi terbatas. Dalam situasi ini, perilaku konsumtif yang meningkat kerap menguras keuangan pribadi, sehingga pinjol dipandang sebagai solusi cepat untuk memenuhi kebutuhan.
Namun, masalah yang lebih mendasar adalah rendahnya tingkat literasi digital di masyarakat. Banyak orang yang tertarik menggunakan pinjol tanpa memahami sepenuhnya konsekuensi yang mungkin timbul, seperti bunga tinggi dan denda keterlambatan. Akibatnya, mereka sering terjebak dalam lingkaran utang yang sulit diatasi karena tidak menyadari betapa cepatnya utang dapat menumpuk. Menurut Uyun et al. (2024), promosi agresif yang dilakukan oleh penyedia pinjaman online (pinjol) sering kali menawarkan kemudahan tanpa menjelaskan syarat dan ketentuan secara rinci, yang berpotensi memperburuk situasi dengan menciptakan ketergantungan yang sulit diputus. Hal ini memperburuk situasi, menciptakan ketergantungan finansial yang sulit diputus.
Dampak Sosial dan Ekonomi Penggunaan Pinjol
Penggunaan pinjaman online (pinjol) yang semakin meluas memberikan pengaruh yang besar, baik dalam aspek sosial maupun ekonomi. Secara sosial, pinjol seringkali menimbulkan ketegangan dalam keluarga, terutama ketika nasabah terjebak dalam utang dan merasa tertekan, sehingga memicu konflik dengan anggota keluarga lain. Studi dari Ikatan Penulis Mahasiswa Hukum Indonesia Law Journal menunjukkan bahwa banyak nasabah mengeluhkan praktik penagihan tidak etis oleh pinjol ilegal, seperti penyebaran data pribadi dan ancaman, yang menyebabkan pelanggaran privasi dan tekanan psikologis. Data OJK hingga Agustus 2024 mengungkapkan bahwa lebih dari 40% pengguna pinjol merasakan dampak negatif terhadap hubungan sosial mereka akibat utang yang menumpuk.
Dari sisi ekonomi, pinjol bisa memperparah kondisi keuangan individu. Banyak peminjam akhirnya mengambil pinjaman baru untuk melunasi utang sebelumnya, menciptakan lingkaran setan utang yang sulit diatasi. Menurut data, sekitar 60% peminjam mengalami kesulitan memenuhi kewajiban pembayaran, yang sering berujung pada denda dan bunga tinggi. Fenomena ini bukan hanya mengganggu stabilitas keuangan individu, tetapi juga berpotensi mempengaruhi perekonomian nasional. Meningkatnya jumlah utang tak terkendali dapat menekan daya beli masyarakat dan berkontribusi terhadap meningkatnya angka pengangguran.
Jadi, Apakah Pinjol Diperbolehkan?
Sebenarnya, pinjaman online (pinjol) tidak sepenuhnya dilarang dan dapat menjadi alternatif bagi mereka yang membutuhkan dana cepat, terutama jika prosedur di bank atau lembaga keuangan tradisional terlalu rumit atau memakan waktu.Â
Pinjaman online yang sah dan telah terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di Indonesia beroperasi dalam kerangka hukum yang mengatur bunga, transparansi, dan perlindungan konsumen. Namun, penggunaan pinjol harus dilakukan dengan bijak dan penuh pertimbangan, karena suku bunga yang tinggi dan denda keterlambatan akan berdampak negatif pada kemampuan nasabah untuk mengajukan pinjaman di masa depan, baik di bank maupun lembaga keuangan lainnya, karena skor kredit mereka akan dianggap buruk. Â Oleh karena itu, meski diperbolehkan, penting bagi calon peminjam untuk memahami risiko yang terlibat dan memastikan bahwa mereka memilih layanan yang resmi dan terpercaya.