Mohon tunggu...
finiez habeahan
finiez habeahan Mohon Tunggu... Guru - Menulis adalah cara sederhana untuk berbagi

Nemo dat Quot Non Habet

Selanjutnya

Tutup

Diary

Pelan-Pelan Saja, Nanti Juga Terbiasa

14 Januari 2025   09:36 Diperbarui: 14 Januari 2025   09:36 17
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kehilangan adalah salah satu hal yang sulit untuk diterima. Kehilangan bisa membuat diri merasa hampa dan tidak berguna. Setiap kita pasti tidak menginginkan kehilangan entah itu orang-orang yang kita cintai, benda dan lain sebagainya. Saat kehilangan apa yang hendak kita lakukan ? Apakah kita terus bertahan dalam situasi yang menyakitkan itu atau memilih untuk bangkit memulai lembaran baru ? Tentu prosesnya lama, tidak segampang membalikkan telapak tangan tapi saya punya keyakinan segala sesuatu akan indah pada waktunya. Kehilangan kadang mengajari saya untuk berani membuka hati menerima hal yang baru.

Akhir-akhir ini saya memiliki satu pengalaman terkait kehilangan. Kehilangan orang yang saya anggap sebagai partner dalam bekerja. Kehilangan bukan karena meninggal atau pergi jauh tapi kehilangan karena sikap. Relasi yang baik yang sudah dibina bertahun-tahun ternyata bisa kandas karena sikap egois. 

Pengalaman ini tentu menjadi satu refleksi bagi saya, bahwasanya ketika sikap saling itu ada diantara kita tentulah kita tidak mengalami yang namanya kehilangan partner. Ketika hanya saya yang berperan aktif untuk menjaga keutuhan relasi tersebut tentulah tidak seimbang. Inilah yang saya alami dalam berelasi selama ini. Saya tidak menyalahkannya, selama ini saya mencoba untuk memahami, untuk mengerti segala kesibukan yang dikerjakannya. Bagi saya, tidaklah baik menuntut banyak hal dari seseorang untuk membahagiakan diri sendiri.

Akan tetapi, jauh dalam lubuk hati saya berharap setidaknya ada feedback dari kebaikan yang diterima, bukan mementingkan ego sendiri dan membuat orang lain terus dalam penantian yang tidak berujung. Tanpa kita sadari hal ini adalah salah satu karakter yang mematikan bagi orang lain. Saya tidak banyak menaruh harapan, hanya saya memintanya untuk meluangkan waktu pada saat-saat tertentu untuk berbagi cerita, tapi toh permintaan itu berujung pada penolakan, suara yang keras, sikap cuek dan lain sebagainya.

Bagi saya ekspresi yang demikian cukup menjadi bukti untuk mengakhiri relasi, barangkali relasi yang demikian sudah tidak sehat, tidak pantas untuk dilanjutkan. Saya menyadari bahwa manusia memang tidak luput dari kesalahan, kehadiran seseorang juga bukan untuk menyenangkan kita.

Kesadaran inilah yang menghantarkan saya pada sebuah keputusan untuk mengakhiri semuanya. Berat memang, tapi saya yakin melalui doa dan usaha saya pasti bisa melewatinya. Mungkin penerimaan ini tidak langsung seperti apa yang saya harapkan, tapi pelan-pelan pasti saya terbiasa tanpanya. 

Pengalaman yang sederhana ini mengajak saya untuk lebih bijak menyikapi setiap relasi yang ada, tidak terjebak pada relasi yang tidak sehat. Semoga kedepan kita semakin hati-hati dalam membina relasi dengan sesama, mampu mewujudkan sikap saling dengan orang lain sehingga apapun yang menjadi cerita hidup kita menjadi satu momen yang yang berharga dan bernilai baik dalam hidup ini. semoga kehadiran kita senantiasa menjadi kabar gembira bagi setiap orang yang kita jumpai.

salam literasi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun