"Tidak ada rendah hati tanpa penghinaan,dan jika engkau tidak dapat menahan beberapa penghinaan dalam hidupmu,engkau belum rendah hati" - Paus Fransiskus-
Menjadi pribadi yang rendah hati adalah salah satu kewajiban saya sebagai mahluk sosial juga sebagai ciptaan yang paling mulia dari ciptaan lain. Secara umu kerendahan hati dapat diartikan sebagai sikap sopan dan realistis. Sikap sopan tentu diaplikasikan dalam berbagai aspek kehidupan mulai dari lisan hingga perilaku saya.
Satu permenungan panjang bagi saya ketika Bapak Paus Fransiskus mengadakan kunjungan Apostoliknya ke Indonesia. Sebelum Paus Fransiskus tiba di indonesia sudah banyak quotes yang dibagikan oleh orang banyak tentu yang mendukung dan mencintainya. Salah satu quotesnya itu berbunyi demikian "Tidak ada rendah hati tanpa penghinaan,dan jika engkau tidak dapat menahan beberapa penghinaan dalam hidupmu,engkau belum rendah hati". Perkataan ini tentu menjadi tamparan keras bagi saya.
Salah satu contoh sikap rendah hati itu muncul dan nyata selama Paus Fransiskus ada bersama dengan umatnya di Indonesia. Beberapa saluran TV meliput semua aktivitas beliau bahkan ditanyangkan dengan live, banyak momen mengharukan yang dibagikan di berbagai akun media sosial. Bisa dikatakan beberapa saat itu kedatangan Paus Fransiskus menjadi trending topik.
Saya sebagai umat katolik juga turut mengikuti aktivitas beliau secara online di berbagai chanel seperti kompas TV. Sapaan yang menghangatkan dari Paus Fransiskus tentu satu momen yang membahagiakan sekaligus mengharukan bagi umat katolik. Kesederhanaan yang ditunjukkannya , tutur kata yang lembut, serta sapaan yang menghangatkan membuat diri ini semakin kagum akan sosok pemimpin sepertinya.
Namun di balik peristiwa itu semua ada juga rasa kecewa, rasa sedih dan marah terhadap warga negara indonesia yang melemparkan komentar piring dan asumsi yang tidak pantas. Bukankah sebagai umat beriman kita di ajari dan diharapkan mampu saling menghargai dan menghormati ? Banyak yang menyelewengkan istilah Paus sebagai biota laut, banyak yang menuding kedatangan Paus ke Indonesia meresahkan masyarakat, merugikan negara dan lain sebagainya.
 Komentar-komentar ini membuat hati semakin teriris. Kadang muncul dalam pikiran sebenarnya warna negara indonesia itu orang-orang yang berpendidikan, orang-orang yang beradab dan bukan biadab. Tapi seringkali pendidikan yang dicecap hanyalah sebuah simbol.
Nah, teman-teman melalui peristiwa ini saya berefleksi bahwa saya memang belum bisa menjadi orang yang rendah hati. Mengapa ? Karena ketika pemimpinku di caci, di maki saya tidak sanggup menerima itu semua dengan lapang dada. Saya tidak membalas sikap tersebut melainkan saya hanya bisa merasakan sakit yang begitu perih, mendoakan, dan mengampuni mereka. Memang benar bahwa mereka barangkali tidak tahu apa yang mereka katakan bahkan lakukan.
Kalau pemimpin saya mampu menerima itu semua mengapa saya tidak ? Sebagai orang yang beriman, saya yakin dan percaya bahwa doa-doa yang saya langitkan akan membantu saya untuk mengatasi sikap-sikap yang kurang toleran. Saya harus lebih berusaha lagi melatih diri ini untuk mampu menerima setiap penghinaan bahkan cacian dan penolakan karena didalamnya terdapat kerendahan hati yang sejati.
Paus Fransiskus menjadi sosok teladan bagi saya untuk menghidupi sikap kerendahan hati. Kerendahan hati yang terpancar dari raut wajah, sapaan bagi semua umat tanpa membeda-bedakan, kesederhanaan yang menghidupkan semangat untuk berbagi dengan banyak orang. Kepercayaan dan sikap toleran terhadap sesama akan membuat saya semakin mampu menikmati hidup yang bersukacita.